Jumat, 12 September 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Virus Corona

Ketika SBY Berdoa untuk Bangsa dan Akidi Tio Menyumbang Rp 2 Triliun

Namun bisa jadi sumbangan SBY yang tak terhingga nilainya itu lebih besar daripada sumbangan Akidi Tio.

Editor: Hasanudin Aco
Dokumentasi/Partai Demokrat
Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) 

Oleh: Karyudi Sutajah Putra*

TRIBUNNEWS.COM - SBY gelisah. Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia tak kunjung sirna.

Ia tak mau kalah dengan keluarga Akidi Tio yang telah menyumbangkan uang Rp 2 triliun untuk masyarakat Sumatera Selatan dalam menghadapi Covid-19.

Presiden ke-6 RI bernama lengkap Susilo Bambang Yudhoyono ini pun menuliskan selarik doa di akun Twitter-nya, Rabu (28/7/2021). 

"Bimbinglah pemerintah kami dan juga kami masyarakat Indonesia agar dapat mengatasi pandemi besar ini. Amin." SBY

Akidi Tio telah menyumbangkan uang, SBY cukup menyumbangkan doa.

Tapi baiklah. Doa adalah senjata orang beriman. Sebagai orang beriman, SBY menggunakan doa sebagai senjata menghadapi pandemi Covid-19.

Bila sumbangan Akidi Tio bernilai material, maka sumbangan SBY bernilai spiritual.

Tidak "apple to apple" membandingkan sumbangan Akidi Tio yang berupa materi dengan sumbangan SBY yang berupa spirit, mamang.

Baca juga: Sumbang Rp 2 Triliun untuk Penanganan Covid-19, Akidi Tio Geluti Bisnis di Bidang Ini

Namun bisa jadi sumbangan SBY yang tak terhingga nilainya itu lebih besar daripada sumbangan Akidi Tio.

Apalagi yang dia doakan pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia, bukan hanya masyarakat Sumatera Selatan.

Akidi Tio, kelahiran Langsa, Aceh, yang meninggal tahun 2009 lalu adalah seorang pengusaha, meski namanya relatif tidak dikenal publik.

Wajar jika keluarganya menyumbangkan uang tabungan Akidi senilai Rp 2 triliun itu ke masyarakat.

Sedangkan SBY "cuma" mantan Presiden RI.

Maksud hati mungkin ia ingin menyumbang materi, tapi apa daya mungkin materinya tak sebanyak keluarga Akidi.

Simak saja jumlah harta kekayaan yang ia laporkan semasa maju kembali sebagai calon presiden pada Pemilihan Presiden 2009.

Saat itu harta kekayaan SBY "cuma" sekitar Rp 6 miliar!

Jadi, cukuplah SBY menyumbang doa saja. Titik. Tak perlu jadi polemik.

Doa Politik

Doa yang dicuitkan SBY itu hanya berselang tiga hari setelah Moeldoko, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) yang kontroversial itu, meminta SBY mencontoh BJ Habibie, Presiden ke-3 RI.

Habibie disebut Moeldoko duduk manis setelah pensiun, dan hanya sesekali mengkritik pemerintah.

Awalnya, Moeldoko mendapat sentilan dari SBY agar pernyataan-pernyataannya tidak lagi menimbulkan kesan ancaman kepada masyarakat.

Lalu Moeldoko meresponsnya agar SBY duduk manis saja.

SBY memang tidak "madeg pandhita" seperti Soeharto setelah "lengser keprabon".

SBY bahkan menjadi politikus dengan memimpin Partai Demokrat.

SBY pun mendesak-desakan agar putranya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi Gubernur DKI Jakarta sebagai batu loncatan ke kursi RI-1 sebagaimana Presiden Joko Widodo.

Sayang, AHY gagal terpilih pada Pilkada DKI 2017.

Kini, AHY dipasang sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Siapa tahu bisa menjadi Presiden RI seperti sang ayah.

Karena cuitan doa itu berasal dari politikus, maka banyak yang menafsirkan doa SBY itu bernuansa politik.

Secara tersirat, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu menilai dalam doanya bahwa pemerintah tidak mampu atau tidak tepat arah dalam mengatasi pandemi Covid-19, sehingga ia minta Tuhan membimbing pemerintah.

Secara harfiah memang normatif.

Tapi karena doa itu dicuitkan politikus, maka nuansa politik pun datang mengiringinya.

Apalagi bila dikaitkan dengan pernyataan-pernyataan kedua putranya, AHY dan Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas yang belakangan ini juga rajin menyerang pemerintah.

Ibas, misalnya, menganggap Indonesia dalam ancaman menjadi bangsa gagal atau "failure nation" karena tak mampu mengatasi pandemi Covid-19.

AHY pun mempertanyakan kemampuan pemerintah mengatasi corona.

Pernyataan-pernyataan kedua putra SBY itu tampaknya satu paket dengan cuitan doa sang ayah.

Alhasil, dari Abu Sa'id al Khudriy RA, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Barang siapa di antara kamu melihat kemungkaran, hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan, jika tidak mampu juga, hendaklah mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman'." (HR Muslim).

Ketika terjadi pandemi Covid-19 dan SBY hanya bisa berikhtiar dengan "hati" (doa) atau langkah abstrak, tidak dengan langkah konkret seperti Akidi Tio, apakah itu bisa disebut "selemah-lemahnya iman"? Wallahu a'lam.

* Karyudi Sutajah Putra: Pegiat Media, Tinggal di Jakarta.

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan