Dana Hibah Dipakai Sinuhun Sendiri
Seorang kerabat Keraton Kasunanan Surakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH)
Editor:
Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Seorang kerabat Keraton Kasunanan Surakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Puger terkesan menyalahkan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo saat pembicaraan dalam pertemuan di Balai Kota Solo, Rabu (23/05/2012) mengarah pada pencairan dana hibah dari Pemkot untuk keraton.
Dikatakan Puger, kerancuan terjadi pada tahun 2010 saat Pemkot memberikan dana hibah sebesar Rp 300 Juta langsung kepada Sinuhun Hangabehi tanpa melalui lembaga adat keraton.
Padahal, lanjut dia, tidak terjadi permasalahan saat dana hibah dari pemkot tersebut dikelola oleh lembaga adat keraton, sebagai tangan panjang raja. Masalahnya, dana bantuan tersebut tidak lagi bisa dicairkan karena Pemkot Solo tidak menerima laporan pertanggungjawaban yang jelas dari pihak keraton atas dana hibah yang diberikan kepada Sinuhun Hangabehi. "Dan yang terjadi saat ini, Sinuhun ego dan tidak ngasih dana itu ke siapa - siapa," katanya, Rabu (23/05/2012).
Seharusnya, lanjut Puger, dana tersebut tetap dikelola oleh lembaga adat agar dapat didistribusikan dengan baik untuk pelestarian kebudayaan di keraton dan pelaksanaan upacara-upacara keraton. Dijelaskan Puger, lembaga adat merupakan perwakilan dari raja yang sah, dan pihaknya telah mengantongi surat pendelegasian secara legal formal dari raja kepada lembaga adat. "Kami analogikan lembaga ini perwakilan dari raja dan kita selalu melaporkan segala sesuatunya kepada raja," ujarnya.
Karena tidak ada laporan pertanggungjawaban yang jelas mengenai penggunaan dana hibah tersebut, Pemkot Solo tidak bisa mencairkan dana bantuan untuk keraton pada tahun 2011 dan 2012. Masalah semakin membesar saat dana bantuan dari pemerintah pusat juga tersendat karena adanya dualisme kepemimpinan di keraton. Dana bantuan dari pemerintah pusat tersebut disebut-sebut mencapai nominal puluhan miliar rupiah.
Sementara Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkot Solo, Budi Suharto mempertanyakan legitimasi lembaga adat sebagai perwakilan raja karena pihaknya belum menerima copy surat pendelegasian dari raja kepada lembaga adat tersebut. "Hendaknya kami juga mendapat copy dari surat bahwa raja telah mendelegasikan kepada lembaga adat," katanya. Surat delegasi ini penting artinya untuk kelengkapan administrasi dan kejelasan pelaporan pengucuran dana hibah.
Budi menilai, pimpinan tertinggi kerajaan ada pada raja, dalam hal ini Sinuhun Hangabehi. Sementara untuk distribusi penggunaan dana hibah tersebut, lanjut dia, sepenuhnya menjadi kewenangan dari raja. "Tahun 2010 kemarin kita haturkan ke Sinuhun langsung karena kita memandang, pimpinan tertinggi di keraton ya raja," katanya.
Sementara Humas Tedjowulan, Bambang Ary Wibowo justru mencurigai penolakan dewan adat pada proses rekonsiliasi tersebut berkaitan dengan pengelolaan dana hibah tersebut. Menurut dia, lembaga adat tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk menolak keabsahan proses rekonsiliasi yang telah diakukan di Jakarta beberapa waktu lalu. "Dewan adat ini sebenarnya dasar hukumnya apa? Jangan-jangan hanya ngoyak bantuannya saja," tandasnya. (Tribun Jogja/Ade)
Baca juga: