Alorawe Baru Merasakan Kemerdekaan pada 10 Mei 2012
Tak ada jembatan untuk menyeberangi sungai yang lebarnya sekitar 25 meter dan kedalaman setinggi pinggang
Editor:
Gusti Sawabi

Dari kejauhan menyerupai garis berkelok-kelok yang memisahkan dua bukit cadas di bagian barat dan timur sungai itu. Tidak ada jembatan permanen atau jembatan darurat dari batang kayu untuk menyeberangi sungai yang lebarnya sekitar 25 meter dan kedalaman setinggi pinggang orang dewasa.
Sungai itu berada di Desa Alorawe, Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo. Itu merupakan hulu Sungai Aesesa, sumber air irigasi di Mbay.
Hari itu, Rabu (23/5/2012), cuaca di Nagekeo mendung berawan. Mentari pagi seakan enggan muncul dari pearaduannya. Dengan revo hitam menyusuri jalur tengah atau biasa disebut jalur Aemali dari Mbay, ibukota Kabupaten Nagekeo, ke arah selatan menuju Desa Alorawe.
Waktu menunjukkan pukul 07.30 Wita saat meninggalkan Mbay. Sekitar 35 menit kemudian tiba di Desa Dhereisa berjarak sekitar 15 kilometer dari Mbay. Melewati jalan hotmiks setengah-setengah, sebab ada ruas jalan yang menyerupai saluran kali, ada yang mulusnya.
Di pertigaan Dhereisa menuju Alorawe, sudah ada Wakil Bupati Nagekeo, Paulus Kadju, bersama rombongan, diantaranya beberapa pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Mereka istrahat sejenak menunggu petinggi TNI dari Kupang dan Ngada , petinggi Polri dari Polres Ngada dan pimpinan beberapa instansi vertikal.
Dar tempat melanjutkan perjalanan ke Kampung Aepau, tempat penyelenggaraan pembukaan TNI Manunggal Masuk Desa (TMMD).
Berjarak sekitar dua kilometer dari Dhereisa, beberapa bagian ruas jalan sudah ditata menggunakan batu ukuran kepala anak-anak. Sebagian lainnya masih jalan tanah dengan topografi berbukit-bukit. perjalana dari Dhereisa ke Aepau hanya sekitar 20 menit.
Dalam rombongan itu, Komandan Korem (Danrem) 161 Wirasakti Kupang, Kolonel Infantri Edison Napitupulu, Komandan Kodim (Dandim) 1625 Ngada, Letnan Kolonel ARM I Made Sukarwa, Ketua Pengadilan Negeri Bajawa Sutarjo, Wakil Kepala Kepolisian Resor Ngada Kompol Lois Benyamin, Wakil Bupati Nagekeo Paulus Kadju, Wakil Ketua DPRD Nagekeo Thomas Tiba Owa, para Danramil, Kapolsek, anggota TNI dan anggota Polri.
Rombongan pejabat birokrat, dewan, TNI/Polri ini menuju salah satu lokasi yang sudah disiapkan untuk pembukaan TMMD di Aepau. Tidak lama berselang, masyarakat Desa Alorawe berdatangan dan berkumpul di tempat itu untuk ikut upacara.
Setelah apel, rombongan menuju pusat Desa Alorawe di lembah hulu Sungai Aesesa. Jalan menurun menuju lembah itu berliku-liku dan masih merupakan jalan tanah. Jarak sekitar empat kilometer ditempuh sekitar 45 menit.
Satu rakit terbuat dari bambu dan drum bekas, sudah disiapkan untuk memudahkan para pejabat menyeberangi sungai itu. Rakit itu sudah merapat di bagian timur sungai tempat rombongan tunggu. Satu ekor kuda juga disiapkan untuk mengangkut anggota rombongan.
"Biasanya kalau bepergian misalnya ke Pasar Boawae, kami menggunakan kuda untuk melewati sungai. Kalau tidak, barang-barang jualan basah. Selain itu, kalau para pejabat datang kami jemput pakai kuda untuk melewati sungai. Dulu penjabat bupati, Elias Djo, pernah datang ke sini kami jemput pakai kuda. Jembatan sampai saat ini belum ada," kata Abraham Jawa, pemilik kuda yang saat itu bolak-balik melewati sungai menjemput satu per satu tamu menggunakan kudanya.
Abraham mengatakan, masyarakat sengaja membuat rakit agar bisa mengangkut para pejabat sebanyak mungkin. Kalau tunggang kuda hanya satu orang saja setiap kali angkut. Semua pejabat yang menyeberang menuju pusat Desa alorawe saat itu diangkut menggunakan rakit dan kuda.
Keringat bercampur air sungai bercucuran membasahi tubuh belasan warga desa yang menolak rakit. Anggota TNI juga berada diantara warga menolak rakit tersebut.
Kepala SDI Alorawe, Yohanes Oktaf Molina, kepada Pos Kupang mengatakan, kondisi di desanya menyulitkan murid-murid sekolah.
"Kalau musim hujan, anak-anak sekolah tinggal di rumah guru atau di rumah keluarga dan kenalannya di sekitar sekolah. Biasanya kalau hujan pasti banjir. Apalagi rumah mereka ada yang berjarak sekitar dua kilometer dari sekolah. Kalau musim kemarau, anak-anak sekolah kadang tetap kesulitan. Mereka ganti pakaian di pinggir sungai karena kalau tidak, pakaiannya basah. Kami sangat mengharapkan agar pemerintah segera membangun jembatan," kata Yohanes.