Berantas Pungli di Laut
Luasnya perairan Indonesia menimbulkan beberapa permasalahan tersendiri
Laporan Tribunnews Batam, Iman Suryanto
TRIBUNNEWS.COM, BATAM - Luasnya perairan Indonesia menimbulkan beberapa permasalahan tersendiri, baik itu dari maraknya aksi ilegal seperti ilegal fishing, mining, hingga human trafiking. Selain itu, Asosiasi perusahaan pelayaran nasional atau Indonesian National Shipowners Association (INSA) juga mengeluhkan akan adanya pungutan liar (pungli) yang marak di sektor pelayaran.
Menanggapi hal tersebut, Kalahan Bakorkamla Republik Indonesia, Laksamana Madya Maritim Heru Didik Purnomo menjelaskan bahwa pihaknyaakan mencari tahu dahulu mengenai akan adanya hal tersebut. Namun jika nanti ada para pengguna jasa pelayaran yang mengetahui akan adanya pungli tersebut, pihaknya mempersilahkan untuk untuk melaporkan hal tersebut ke pihaknya melalui Hot Line service di 127.
"Jadi semua informasi yang masuk ke pihak kita, akan kita bantu. Selama data mengenai hal tersebut ada dan valid akan kita bantu, dan hal inipun sudah kita bicarakan dalam rapat yang sering kita lakukan secara bersama-sama dengan 12 stake holder yang ada," terangnya.
Sebagaimana diketahui Asosiasi perusahaan pelayaran nasional atau Indonesian National Shipowners Association (INSA) keberatan dengan pungutan liar (pungli) yang marak di sektor pelayaran. Akibat pungli tersebut, anggota INSA mengaku rugi Rp 5,5 triliun per tahun, karena biaya operasional perusahaan melonjak hingga 10 persen.
Carmelita Hartoto, Ketua Umum INSA, mengatakan, biaya operasional yang tinggi berdampak pada tarif biaya logistik. Sebab, secara tidak langsung biaya operasional akan dibebankan pada tarif jasa.
“Jika kapal ketika dihentikan di laut, maka akan menambah biaya kapal, karena konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) lebih banyak, kemudian waktu tempuh menjadi lebih lama,” kata Carmelita.
Kenaikan biaya operasional itu akan menimbulkan kenaikan tarif penyeberangan hingga 10%. Carmelita khawatir, hal ini tidak membebankan industri pelayaran nasional, tetapi juga masyarakat yang menggunakan jasa transportasi perhubungan laut.
“Pada dasarnya perusahaan kapal nasional hanya butuh Surat Izin Berlayar, namun masing-masing lembaga memeriksa sesuai kepentingan masing-masing, seperti pengecekan perdagangan ilegal dan pemeriksaan narkoba, inilah yang menyebabkan perjalanan kapal menjadi tertunda,” terangnya.
Carmelita menambahkan, saat ini jumlah perusahaan pelayaran tanah air yang tergabung dalam asosiasi INSA berjumlah 1.300 perusahaan dengan 53.000 kapal yang sudah berbendera merah putih.
Baca juga: