DPR: Pemerintah Perlu Tegas soal Penyegelan 20 Gereja
Anggota Komisi III DPR, Eva Kusuma Sundari mengungkapkan, pihaknya telah menerima lapiran soal masalah kebebasan beragama
Penulis:
Srihandriatmo Malau
Editor:
Anwar Sadat Guna
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Andri Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR, Eva Kusuma Sundari mengungkapkan, pihaknya telah menerima lapiran soal masalah kebebasan beragama yang disampaikan delegasi Komnasper dan Aliansi Sumut Bersatu, Senin (11/6/12/2012).
Bersama rekan DPR lainnya yakni Adang Ruchiatna, Moh Sayed dari F-PDIP dan Sumarjati Suroso dari Gerindra, Eva mendapat laporan mengenai masalah kebebasan beragama di Aceh, tepatnya Kabupaten Singkil.
Dilaporkan, masalah kebebasan beragama dari kelompok minoritas Nasrani dan agama-agama lokal, justru terjadi di daerah pantai barat NAD yang penduduk non-muslimnya cukup banyak, yaitu Kabupaten Singkil.
Lanjutnya, di daerah yang berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara dan masuk wilayah tanah ulayat suku Pakpak Barat ini, ada 20 rumah ibadat non masjid yang disegel dan terancam pembongkarannya oleh Pemerintah Kabupaten Singkil.
Ia mengatakan, salah satu sumber masalah adalah Peraturan Gubernur 25/2007 tentang Pedoman Pendirian Rumah Ibadah. Peraturan ini berisi syarat-sayat yang lebih berat dibanding SKB 2 Menteri tentang hal yang sama.
“Kalau SKB mensyaratkan 60 anggota jemaat gereja untuk mengajukan permohonan IMB, maka Pergub tersebut meminta 150 jemaah. Yang lebih menyedihkan ada fatwa lokal yang menyatakan pengharaman bagi umat muslim untuk memberikan tandatangan persetujuan."
"Artinya, upaya meminta 90 tandatangan persetujuan dari masyarajat setempat tidak mungkin tercapai,” ungkapnya, kepada Tribun, Jakarta, Selasa (12/6/2012).
Lebih lanjut, Eva menyatakan bahwa bukan saja gereja-gereja baru yang mendapat ancaman perobohan. Tetapi GKPPD (Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi) yang sudah berdiri sejak 1932 pun dipaksa untuk mengikuti kesepakatan komunitas 1997 dan 2001, yakni isinya hanya membolehkan 1 gereja se-Kabupaten Singkil.
“Sesuatu yang tidak relevan mengingat saat ini penganut agama Nasrani sudah mencapai 1.500 KK menyebar di seluruh wilayah Kabupeten Singkil, belum lagi fakta bahwa umat Katolik yang tidak mungkin berbagi gereja dengan umat Protestan,” tegasnya.
Melihat peristiwa tersebut, Eva mengarisbawahi perlu ketegasan dan bimbingan dari pemerintah pusat. Agar pelaksanaan keistimewaan NAD tetap dalam koridor NKRI.
Sehingga kesepakatan 1971 dan 2001 yang tidak sesuai amanat konstitusi tidak bisa dipaksakan sebagai alasan penyegelan 20 gereja di Kabupeten Singkil.
Ditegaskannya, bimbingan dari Menteri Dalam Negeri (Gamawan Fauzi) juga diperlukan untuk muspida termasuk Kapolres. Dengan itu, dapat bertindak adil dan netral bagi semua WNI sesuai hukum nasional dan tidak mengikuti tekanan ormas intoleran setempat.