Rumah Jemaat Ahmadiyah Cisalada Bogor Diserang
Pemukiman jemaat Ahmadiyah di Ciampea Udik, Desa Cisalada, Kabupaten Bogor Jawa Barat diserang
Editor:
Yulis Sulistyawan

TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Pemukiman jemaat Ahmadiyah di Ciampea Udik, Desa Cisalada, Kabupaten Bogor Jawa Barat diserang oleh sekelompok orang pada usai Sholat Jumat (13/7/2012).
Dari rilis yang dikirimkan Setara Institute kepada Tribunnews.com, penyerangan berawal saat seorang wartawan Belanda yang datang ke pemukiman Cisalada pada Kamis 12 Juli 2012 untuk melakukan wawancara dengan Jemaat Ahmadiyah setempat. Disusul 3 orang wartawan Belanda lainnya sehari kemudian untuk tujuan yang sama.
Tidak diduga, dan tanpa alasan yang jelas sejumlah warga kampung Ciampea Udik, Desa Cisalada tiba-tiba menyerang perumahan di lokasi tersebut dan mengakibatkan setidaknya empat rumah rusak terkena lemparan batu dan satu di antaranya dibakar.
"Massa yang melakukan penyerangan diduga warga setempat dan merupakan pelaku yang sama dengan pelaku penyerangan mesjid Ahmadiyah Cisalada, Bogor yang terjadi 1 Oktober 2010 lalu," tulis Ketua SETARA Institute, Hendardi.
Menurut Hendardi, penyerangan terhadap pemukiman Ahmadiyah kali ini adalah satu dari rangkian penyerangan yang kerap terjadi di berbagai wilayah tempat tinggal komunitas Ahmadiyah oleh massa intoleran. Penyerangan anarkis yang menumbulkan kerusakan parah pada bangunan dan melukai 4 orang jemaat Ahmadiyah.
Peristiwa ini luput dari pantauan aparat kepolisian yang datang beberapa jam kemudian, setelah penyerangan dan jatuh koran. Dari sini kesigapan aparat kemudian dipertanyakan karena absen saat diperlukan.
"Oleh karena itu, SETARA Institute menghimbau polisi untuk menindak tegas pelaku kekerasan, dan memprosesnya secara hukum. Berbagai kekerasan yang dialami Jemaat Ahmadiyah beberapa tahun belakangan tidak kunjung dijadikan pelajaran berarti bagi pihak aparat kepolisian untuk mencegah penyerangan, atau paling tidak menghalau agar tidak semakin runcing dan menimbulkan korban," lanjut Hendardi.
Menurutnya, penyerangan ini menunjukkan lemahnya sensitivitas dan kepekaan polisi untuk melindungi kelompok minoritas, namun justru terlihat takut kepada warga mayoritas setempat. "Polri merupakan aparat penegak hukum yang seharusnya menegakkan hukum, bukan berpihak pada massa yang justru melanggar hukum. Polri pun hingga saat ini masih menjadi “pemadam kebakaran”, datang di saat kejadian sudah terjadi, bukan mencegah jatuhnya korban," jelasnya.
Atas hal ini, lagi-lagi Polri diragukan dalam menegakkan hukum. SETARA Institute mendesak Presiden untuk mengevaluasi tiga institusi yaitu Kemendagri, Kementrian Agama dan Polri untuk menangani kasus ini dengan serius. Khususnya dalam kaitannya dengan perlindungan hak warga Negara minoritas dan kebebasan beragama dan berkeyakinan yang semakin hari semakin memprihatinkan.