Rabu, 27 Agustus 2025

Tim Pembela Kretek Ajukan Uji Materi UU Kesehatan

Tim Pembela Kretek (TPK), mendatangi Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengajukan uji materi Undang-Undang

Editor: Sanusi
zoom-inlihat foto Tim Pembela Kretek Ajukan Uji Materi UU Kesehatan
Tribun Medan/DEDY SINUHAJI
Sejumlah pekerja sedang melakukan proses pengeringan tembakau Deli di dalam bangsal gudang permentasi kebuh helvetia PTPN 2 di Jalan Raya Kelambir 5, Deliserdang, Sumut, Senin (21/5/2012). Tahun 2011 lalu, nilai tawar ekspor tembakau Deli menembus angka 65 Euro per kilogramnya, dan diekspor ke sejumlah negara yang ada di Eropa untuk dijadikan cerutu. Tembakau Deli merupakan tembakau dengan kualitas terbaik di dunia. (Tribun Medan/Dedy Sinuhaji)

Laporan Ardhanareswari AHP

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Pembela Kretek (TPK), mendatangi Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengajukan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Tim Pembela Kretek yang terdiri atas petani tembakau dan kuasa hukumnya, mengajukan keberatan atas pasal 113 dan pasal 116 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Dalam pasal 113 UU kesehatan tersebut, tembakau secara spesifik disebutkan sebagai zat adiktif. Akibatnya, petani tidak berani menanam tembakau.

Pradnanda Berbudy, Kuasa hukum TPK, mengatakan ada kejanggalan dalam poin tersebut lantaran hanya tembakau dan produknya saja yang digolongkan secara khusus sebagai bahan yang mengandung zat adiktif. Sedangkan, pasal 116 adalah pasal yang mengatur ketentuan pelaksanaan UU tersebut.

"UU tersebut sangat diskriminatif. Coba kita kasih anak-anak kita makanan junkfood, pasti mereka ketagihan. Kami berharap UU kesehatan bisa dibatalkan," ujar Pradnanda, Senin (30/7/2012).

Akibat isu UU Kesehatan yang menyebutkan kalau tembakau masuk dalam zat adiktif, petani takut untuk menanam tembakau. “Kami takut ditangkap polisi, dikira menanam narkoba,” kata Iteng Ahmad, perwakilan petani tembakau dari Lumajang, Jawa Timur, saat jumpa pers di Gedung MK.

Hal itu juga menyebabkan harga tembakau pun merosot tajam, " Tahun lalu harganya sekilo Rp 40 ribu. Sekarang perusahaan rokok untuk membeli di harga Rp 25 ribu saja tidak mau," ujar Ahmad.

Terlebih setelah perusahaan rokok, yang biasa membeli hasil panen mereka, beralih pada tembakau impor lantaran produksi tembakau yang tak pasti. "Dahulu ada empat perusahaan yang membeli tembakau hasil panen, sekarang tinggal satu perusahaan, yang lain lari," kata Ahmad.

Beberapa tahun lalu, awal Agustus jadi bulan berkah bagi petani tembakau lokal. Pasalnya, di masa-masa itulah petani menuai panen besar tembakau dan menyetorkannya pada perusahaan rokok. "Tahun ini belum dapat apa-apa," kata Suyanto, perwakilan petani tembakau asal Kendal, Jawa Tengah.

Pada periode Mei hingga September, petani khususnya di daerah Jawa Tengah, menjadikan tembakau sebagai tanaman andalan. Curah hujan yang sangat rendah di wilayah tersebut membuat tembakau jadi pilihan. Tembakau memang tak butuh terlampau banyak air untuk tumbuh.

"Selain tanaman tembakau itu tidak bisa," kata Suyanto.

"Tembakau ini yang paling enak ditanam dan paling mengalah," Suyanto menambahkan. Soalnya, tembakau ini bisa ditumpangsari dengan beragam tanaman lain.

Jika permohonan uji materi ini tak berhasil, petani tak akan putus asa. "Petani akan bereaksi. Lebih baik membunuh daripada dibunuh," kata Suyanto.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan