Hartati Murdaya Tersangka
KPK Bisa Gunakan Pasal TPPU pada Kasus Buol
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan kasus dugaan suap penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan
Penulis:
Edwin Firdaus
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan kasus dugaan suap penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.
Juru bicara KPK, Johan Budi, mengatakan pihaknya saat ini sedang mempelajari apakah pasal pasal TPPU layak digunakan guna mengusut perkara yang ikut menyeret bekas anggota dewan pembina partai Demokrat, Siti Hartati Murdaya itu.
"Nanti kalau ada indikasi itu, tentu KPK akan menggunakan pasal-pasal (TPPU) itu," kata Johan Budi di kantor KPK, Jakarta, Senin (3/9/2012).
Kendati begitu, Johan menerangkan sampai saat ini, penyidikan kasus suap Rp 3 Milliar itu belum mengarah ke sana.
"Tapi sampe saat ini belum ada indikasi itu," tegasnya
Terkait kasus Buol, sejauh ini KPK telah menetapkan empat tersangka untuk dugaan suap perizinan HGU perkebunan sawit PT Hardaya Inti Plantations (HIP). Mereka adalah Bupati Buol Amran Batalipu, General Manager PT HIP Yani Anshori, dan Direktur Operasional PT HIP Gondo Sudjono, dan pemilik PT HIP Siti Hartati Murdaya.
Hartati, Yani, dan Gondo disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU No 31/2009 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 jo pasal 55 ayat 1 ke(1) KUHPidana. Sedangkan Amran tersangka dengan Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf a atau b UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke(1) KUHPidana. Hartati diduga memberikan suap dalam 2 tahap, 1 miliar diberikan pada 18 Juni 2012 dan 2 miliar pada 26 Juni 2012.
Selain itu, KPK telah meminta Imigrasi mencegah tujuh orang, yaitu pemilik PT HIP Siti Hartati Murdaya dan sejumlah karyawannya, Totok Lestiyo, Sukirno, Kirana Wijaya, Benhard, Arim, dan Seri Sirithon. Kasus dugaan suap HGU di Buol terbongkar ketika KPK menangkap tangan Yani Anshori di Vila Asahan, Leok, Buol (26/6).
Klik: