Luhut Minta Tuntutan Pidana ke Charles Dibatalkan Demi Hukum
Merasa kliennya dituntut atas dua jenis tuntutan, Luhut Pangaribuan, kuasa hukum eks-Komisaris Independen PT Megapolitan
Editor:
Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Merasa kliennya dituntut atas dua jenis tuntutan, Luhut Pangaribuan, kuasa hukum Charles Dulles Marpaung (eks-Komisaris Independen) PT Megapolitan Developments Tbk (EMDE) meminta adanya penghentian sementara proses peradilan pidana hingga keputusan perdata yang masih dihadapi kliennya selesai secara hukum.
“Secara prosedural, kalau masih bersengketa soal perdata maka harus ditangguhkan dulu perkara pidananya,” tegas Luhut usai pembacaan eksepsi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa kemarin.
Soal substansi kasus, Luhut memandang perkara yang dihadapi oleh kliennya adalah murni perdata. Apalagi, katanya, hakim sudah menyatakan telah terjadi wanprestasi atas kegiatan bisnis yang dilaksanakan. Atas hal tersebut, Luhut memandang hakim sudah mengakui permasalahan yang menimpa kliennya adalah perkara perdata.
"Tidak mungkin orang dihukum perdata juga dihukum pidana. Dari logika hukum itu sama saja menyuruh orang untuk mempertanggungjawabkan kesalahannya secara hukum dua kali. Dakwaan (pidana) itu harus batal demi hukum," tulis Luhut dalam rilis yang diterima Tribunnews.com.
Ia juga menyoroti soal susunan majelis hakim yang sama dalam kasus perdata dan pidana kliennya. Luhut memandang hal tersebut merupakan keputusan dan wewenang Ketua PN Jakarta Selatan.
“Hakimnya bilang kami tunduk pada Ketua Pengadilan. Mereka sudah menyampaikan pengunduran diri ke Ketua Pengadilan, tapi masih diminta terus untuk mengadili,” jelasnya.
Luhut menilai tidak berubahnya komposisi majelis hakim kasus perkara penipuan investasi tambang batu bara senilai Rp10 miliar dengan majelis hakim perkara perdata kasus ini, dinilai bertentangan dengan Undang-Undang No 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, pasal 29 ayat (5).
"Pasal tersebut berbunyi, "Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara. Yang dimaksud dengan kepentingan langsung atau tidak langsung adalah, termasuk apabila hakim atau panitera atau pihak lain pernah menangani perkara tersebut atau perkara tersebut pernah terkait dengan pekerjaan atau jabatan yang bersangkutan sebelumnya"," katanya.
Menurutnya, sesuai pasal tersebut, seorang hakim atau panitera harus mengundurkan diri dari persidangan karena ditakutkan ada kepentingan dalam perkara itu. "Perkara yang awal itu perdata, sudah diputus. Sekarang klien kami digugat secara pidana dengan isu yang sama. Majelis hakimnya sama, ini kan bisa menimbulkan prasangka buruk dari klien kami kepada majelis hakim," tandas Luhut.
Adapun Charles Dulles Marpaung telah melaporkan tiga majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) ke Komisi Yudisial (KY). Ketiga hakim PN Jaksel ini adalah Maman Ambari, Didik Setyo Handono, dan Subiyantoro.
Dalam berkas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), terdakwa Charles diduga melakukan tindak penipuan terhadap rekan bisnisnya Sujono Barak Rimba, Presiden Komisaris PT Megapolitan Developments Tbk (EMDE) dalam periode April-Juli 2008.
Dalam dakwaannya, jaksa menjelaskan, saksi Sudjono Barak Rimba melakukan transfer sejumlah uang ke rekening Bank Mandiri dan Danamon atas nama Charles Marpaung. Keseluruhan jumlah kerugian yang dialami oleh PT EMDE mencapai Rp 5 miliar dan 600 ribu dolar Amerika atau total sekitar Rp 10 miliar.
Sejumlah transaksi uang itu sebagai bentuk investasi di Tambang Batubara di Kabupaten Padang Lawas, Sumatra Utara. Kedua belah pihak telah menyepakatinya dan Charles wajib menyerahkan izin KP Batubara dengan deposit terduga 40 juta metrik ton yang akan diteliti melalui eksplorasi.
Namun PT EMDE menghentikannya, karena menilai tidak adanya batubara di lokasi itu.