Sabtu, 23 Agustus 2025

Blog Tribunners

Penetapan Cuti Bersama dan Implementasinya

Setelah ditetapkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi,

Penulis: Umar Dani
Editor: Widiyabuana Slay
zoom-inlihat foto Penetapan Cuti Bersama dan Implementasinya
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemprov Jabar menjalankan salat istisqa dipimpin imam Gubernur Jabar Ahmad Heryawan di halaman Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (18/9/2012). Pelaksanaan salat meminta hujan ini sebagai upaya mengatasi kekeringan yang terjadi di berbagai daerah khususnya Jabar. (Tribun Jabar/Gani Kurniawan)

TRIBUNNEWS.COM - Setelah ditetapkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia Nomor: 1 Tahun 2009, Nomor: SKB/13/M.PAN/8/2009, Nomor Kep. 227/MEN/VIII/2009 tentang Hari-hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2010, nampaknya menjadi agenda khusus menteri-menteri tersebut untuk membuat SKB rutin setiap tahun dalam menentukan hari-hari libur nasional dan cuti bersama pada tahun berikutnya./span>

Sebenarnya tentang hari libur nasional telah ditetapkan oleh negara melalui Keppres No. 251 Tahun 1967 tentang Hari-Hari Libur jo. Keppres No. 10 Tahun 1971 tentang Hari Wafat Isa Al-masih Dinyatakan Sebagai Raya/Hari Libur Jo. Keppres No. 3 Tahun 1983 yang menambahkan hari raya Waisak dan Nyepi sebagai Hari Libur Nasional dan Keppres Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hari Tahun Baru Imlek. Dari beberapa Keppres tersebut dapat diketahui bahwa hari libur nasional sudah ditentukan sedemikian rupa yaitu sebanyak 13 hari pertahun, namun untuk menentukan tanggal pada tahun yang akan berjalan khusus untuk hari-hari raya keagamaan harus ditetapkan dengan keputusan Menteri Agama, hal ini berkaitan dengan hari-hari besar agama Islam dan agama lain yang tidak selalu mengikuti perhitungan tahun masehi, hari-hari besar dimaksud tanggalnya berbeda pada setiap tahunnya dari kalender masehi. Perintah untuk menetapkan penentuan tanggal pertahun itu sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (1) Keppres No. 251 Tahun 1967. Sedangkan untuk kantor-kantor dan perusahaan-perusahaan swasta diberikan kewenangan kepada Menteri Tenaga Kerja untuk menentukan sendiri dan bahkan dapat menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dari hari-hari libur nasional tersebut.

Sejak tahun 2009, Menteri Agama, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah menetapkan tanggal tentang hari-hari libur nasional tersebut dengan keputusan bersama dengan penambahan istilah “cuti bersama”. Cuti bersama dalam ketentuan SKB tersebut adalah mengurangi hak cuti tahunan pegawai, untuk tahun 2012 cuti bersama ditetapkan sebanyak 5 hari kerja, konsekwensinya hak untuk cuti tahunan pegawai di tahun 2012 berkurang dari 12 hari kerja menjadi 7 hari kerja.

Cuti bersama merupakan istilah baru yang tidak dikenal dalam PP No. 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri, serta aturan pelaksananya yaitu Surat Edaran Badan Administrasi Kepegawaian Negara No. 01/SE/1977 tentang Permintaan dan Pemberian Cuti Pegawai Negeri Sipil. Merujuk kepada Pasal 8 UU No. 8 Tahun 1974 jo. UU No. 43 Tahun 1999 yang menetapkan bahwa “setiap Pegawai Negeri berhak atas cuti”, kemudian Penjelasan dari Pasal 8 tersebut yaitu: “yang dimaksud dengan cuti adalah tidak masuk kerja yang diijinkan dalam jangka waktu tertentu, dalam rangka untuk menjamin kesegaran jasmani dan rohani serta untuk kepentingan pegawai negeri perlu diatur pemberian cuti. Cuti Pegawai Negeri terdiri dari; Cuti tahunan, cuti karena alasan penting, cuti besar, cuti bersalin, dan cuti di luar tanggungan negara….dst”, istilah cuti tersebut kemudian diatur dalam Pasal 3 PP No. 24 Tahun 1976.

Cuti-cuti tersebut merupakan hak yang diatur dalam Undang-Undang, hak untuk cuti ini diberikan sepenuhnya kepada pegawai negeri yang bersangkutan untuk menentukan kapan akan dipergunakan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang dialami oleh pegawai negeri secara pribadi, jika dicermati aturan yang tertuang dalam PP. No. 24 Tahun 1976 dan Surat Edaran Badan Administrasi Kepagawaian Negara  No. 01/SE/1977 yang mengatur tentang cuti tidak memberikan wewenang kepada pemerintah untuk mewajibkan atau menentukan secara sepihak kapan pegawai negeri harus menggunakan hak cutinya.

Terkait perintah Keppres No. 251 Tahun 1967 yang mewajibkan Menteri Agama untuk menentukan tanggal libur nasional adalah dalam rangka menentukan tanggal hari-hari raya keagamaan yang jumlah harinya telah ditentukan oleh Keppres No. 251 Tahun 1967 Keppres jo. No. 10 Tahun 1971 jo. Keppres No. 3 Tahun 1983 dan Keppres Nomor 19 Tahun 2002. Istilah Cuti Bersama yang dilahirkan bersamaan dengan penentuan tanggal hari-hari besar keagamaan merupakan aturan kabijakan tiga menteri sebagai upaya dalam rangka efisisiensi, efektivitas dan pemanfaatan serta produktivitas hari-hari kerja.

Di sisi lain, suatu aturan kebijakan tidaklah dibenarkan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada yang telah mengatur secara limitatif tentang hak-hak pegawai negeri atas cuti, pada peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1976 tidak terdapat peluang untuk mengurangi hak cuti tahunan pegawai negeri, bahkan apabila kepentingan mendesak sekalipun pejabat yang berwenang hanya dapat menangguhkan pelaksanaannya, hak cuti demikian tidak hilang namun masih dapat dipergunakan pada tahun berikutnya.

Dalam konsideran mengingat pada SKB No. 7 Tahun 2011, No. 04/MEN/VII/2011, No. SKB/03/MEN-PAN/07/2011 tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2012 menempatkan PP No. 24 Tahun 1976 sebagai landasan yuridis SKB tersebut, sedangkan materi muatan PP yang menjadi cantolannya tidak mengenal istilah cuti bersama, dengan demikian jika SKB tersebut berpedoman pada PP No. 24 Tahun 1976 maka seharusnya SKB tidak dapat memperluas atau mengurangi ketentuan induknya, apalagi ketentuan dalam Pasal 4 ayat (3) PP No. 24 Tahun 1976 telah menetapkan bahwa “cuti tahunan tidak dapat dipecah-pecah hingga jangka waktu yang kurang dari 3 (tiga) hari kerja.

Jika dilihat dari materi muatan SKB maka untuk libur nasional sudah jelas dalam rangka menindak lanjuti keppres tentang hari-hari libur, sedangkan untuk “cuti bersama” merupakan norma hukum baru yang lahir dari kebijakan pemerintah, oleh karenanya dia tidak boleh bertentangan atau pun memperluas dan/atau mengurangi ketentuan norma yang lebih tinggi tingkatannya. Oleh karena pengaturan tentang cuti bersama adalah murni dari kehendak pemerintah maka norma tersebut haruslah indenpenden yang tidak mengikat serta tidak mempengaruhi norma lain.  Kebijakan pemerintah yang menetapkan cuti bersama dalam kenyataannya memang dibutuhkan oleh pegawai negeri, karena sebelum dan sesudah hari besar keagamaan akan dimanfaatkan untuk beristirahat bersama keluarga, jika hari-hari tersebut tidak dijadikan hari libur dapat mengakibatkan problem tersendiri bagi pekerja maupun instansi yang bersangkutan, dengan demikian apabila pemerintah memang memandang perlu untuk menentukan hari-hari sebelum ataupun sesudah hari raya keagamaan sebagai hari libur sebaiknya tidak menggunakan istilah “cuti bersama” melainkan “libur bersama”, atau tetap dengan istilah “cuti bersama” tapi tidak mengurangi cuti tahunan, dengan demikian norma tersebut akan kuat serta tidak bertentangan dengan norma lain yang mengatur hal yang sama.

Efek dari dari cuti bersama dengan tidak mengurangi hak cuti tahunan tidak akan berpengaruh terhadap kinerja dan produktivitas suatu instansi terhadap pelayanan publik, karena cuti tahunan tidak mungkin akan diambil secara serempak oleh pegawai negeri dalam sebuah instansi, hal ini telah diantisipasi oleh pemerintah melalui Surat Edaran Badan Administrasi Kepegawaian Negara No. 01/SE/1977 yang menetapkan bahwa”untuk menjamin kelancaran pelaksanaan pekerjaan, maka pemberian cuti dalam waktu yang sama, hanya dapat diberikan oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti sebanyak-banyaknya 5% (lima persen) dari jumlah kekuatan pegawai yang ada dalam lingkungannya”. Kemudian pemberian cuti juga dapat ditangguhkan pelaksanaannya, serta apabila pegawai negeri yang telah diberikan izin pun dapat dipanggil kembali bekerja apabila kepentingan dinas mendesak.

Dari uraian di atas dapat ditegaskan bahwa kebijakan pemerintah tentang penetapan cuti bersama adalah sudah tepat, hanya saja kebijakan tersebut tidak harus mengorbankan hak pegawai negeri sipil yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.

TRIBUNNERS POPULER

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan