Selasa, 9 September 2025

JPU Kasus Bansos Bandung Dituding Abaikan Fakta

Kuasa hukum enam terdakwa kasus dugaan korupsi dana bansos Kota Bandung tahun

Editor: Hendra Gunawan
zoom-inlihat foto JPU Kasus Bansos Bandung Dituding Abaikan Fakta
(Tribun Jabar/Gani Kurniawan)
Ilustrasi: Sidang kasus korupsi

TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Kuasa hukum enam  terdakwa kasus dugaan korupsi dana bansos Kota Bandung tahun 2009/2010 mengatakan, nilai kerugian negara berdasarkan hasil audit BPKP (Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan) sebesar Rp 9,4 miliar telah diterima resmi oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar tanpa ada sanggahan atau keberatan dan dimasukan dalam penuntutan perkara kasus ini. Namun ketika masuk ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) justru tidak menggunakan hasil audit BPKP itu sebagai dasar penuntutan.

"JPU malah  memasukkan nilai kerugian negara di luar temuan forensik hasil audit BPKP, dengan  memakai hasil penghitungan sendiri sebesar Rp 66 miliar. Pendek kata, jaksa telah mengabaikan hasil audit BPKP," ujar Wienarno Djati, kuasa hukum keenam terdakwa  dalam surat duplik yang ia bacakan, menanggapi replik JPU terhadap perkara tersebut pada sidang lanjutan kasus ini di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (3/12/2012).

Kemarin, Wienarno Djati mewakili Firman Himawan, Lutfan Barkah, Yanos Septadi, Uus Ruslan, Ahmad Mulyana, dan Havid Kurnia yang masing-masing dituntut 3 tahun penjara. Adapun terdakwa lainnya, Rohman yang dituntut 4 tahun diwakili kuasa hukumnya sendiri. Ia melakukan duplik berbeda.

Wienarno mengatakan, pihaknya mengetahui betul bahwa laporan hasil audit tersebut secara resmi diserahkan pihak BPKP kepada Kejati Jabar. "Suratnya nomor SR- 1504/PW10/5/2012 tertanggal 2 Maret 2012," ujar Wienarno, usai persidangan kemarin.

Dan, yang lebih penting lagi, kata Wienarno,  laporan hasil audit BPKP itu diterima pihak Kejati Jabar tanpa pernah melakukan sanggahan atau menyatakan keberatan ataupun menolak laporan hasil audit pihak BPKP tersebut.

"Laporan hasil audit BPKP itu telah dimasukkan penuntut umum, yang tugasnya adalah melakukan penuntutan terhadap adanya pelanggaran hukum tersebut. Namun JPU malah memasukan unsur kerugian lain di luar hasil audit resmi," kata Wienarno.

Wienarno juga menilai, dari keterangan replik, seolah-olah JPU mengetahui kronologis kejadian perkara tersebut, namun tidak memasukan fakta dipersidangan seperti keterangan saksi-saksi. "Tidak ada satu pun saksi yang menyebutkan atau mengakui kerugian negara sebesar Rp 66 miliar seperti yang dituduhkan. Selain itu, pasal penerapan yang digunakan jaksa terkesan dipaksakan," ujarnya.

Menurut Wienarno, penuntut umum keliru dalam menganalisa perkara dengan menyebutkan bahwa para terdakwa merupakan unsur sebagai yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta.

"Kita tidak pernah menyebutkan dalam pledoi saat itu bahwa tidak ada kesepakatan atau kerjasama, bertemu untuk membicarakan menandatangani kuitansi tanda penerimaan uang, penandatanganan surat kuasa, pembuatan rekap dan pencairan dana bansos 2009/2010," ujarnya.

Dalam duplik tersebut, Wienarno juga menyoroti bahwa JPU tidak sependapat dengan saksi ahli Tuti Susilawati dari BPKP terkait yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

"Pendapat JPU merupakan pendapat yang keliru. Karena hasil audit BPKP yang sudah resmi diterima institusi kejaksaan. Artinya hasil audit itu sudah diakui pihak kejaksaan. Kami khawatir bahwa penuntutan terhadap keenam terdakwa terkesan lebih ke arah politis dengan mengabaikan fakta-fakta persidangan," ujarnya.

Mencuatnya kasus dugaan penyelewengan dana bansos Pemkot Bandung 2010 berawal dari hasil audit BPK Perwakilan Provinsi Jawa Barat. Pada hasil audit itu diketahui bahwa dari total belanja bansos yang dianggarkan pada APBD Kota Bandung Tahun 2010 sebesar Rp 80.218.272.441, sebanyak  Rp 79.607.119.939 sudah direalisasikan. Namun, prosedur penyaluran belanja bansos  sebesar Rp 40.919.000.000 tidak sesuai ketentuan dan rawan disalahgunakan.

Menyusul keluarnya hasil audit tersebut, Kejati Jabar melakukan penyidikan. Penyidikan ini  berlangsung sejak 26 Agustus 2011. Selama proses penyidikan, Kejati menyita sejumlah barang bukti berupa dokumen serta surat-surat dari 2007 hingga 2010.

Dalam perkembangan berikutnya  diketahui bahwa menurut perhitungan Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) jumlah kerugian negara pada kasus ini hanyalah Rp 9,8 miliar. Adapun total anggaran yang diduga telah disalahgunakan mencapai Rp 66,5 miliar.

JPU mendakwa para terdakwa dengan pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, subsidair dengan Pasal 3 UU Tipikor. Ancaman hukumannya, menurut Usa, maksimal 20 tahun penjara.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan