Ombudsman Desak Polda Sumut Tangkap Pembunuh Sarosokhi
Ombudsman Republik Indonesia dua kali menyampaikan rekomendasi kepada Kapolda Sumatera Utara agar mengungkap pelaku pembunuhan
Penulis:
Y Gustaman
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia dua kali menyampaikan rekomendasi kepada Kapolda Sumatera Utara agar mengungkap pelaku pembunuhan terhadap Sarosokhi Hulu yang terjadi pada 2010 di wilayah hukum Kepolisian Resor Nias Selatan, tapi belum juga terlaksana.
"Kita masih bertanya-tanya, sebenarnya apa yang ditutup-tutupi dari kasus ini," kata anggota Ombudsman RI Bidang Penyelesaian Laporan atau Pengaduan, Budi Santoso dalam penyampaian catatan akhir tahun 2012 Ombudsman RI di Jakarta, Rabu (19/12/2012).
Menurut Budi, sebenarnya dua rekomendasi Ombudsman pada 12 Juli 2011 sudah dilakukan Polda Sumut agar mencopot dan menjatuhi sanksi Kapolsek Lahusa AKP Risky E Sibuea, para penyidik Polres Nias Selatan yakni Bripka Nelson Silalahi, Briptu Berson Barus dan Briptu Jekson Pardede.
"Masalah utamanya, yaitu upaya pengungkapan kasus pembunuhan berencana belum ketahuan. Karena itu substansi masalah yakni dengan mengungkap tersangka pelaku pembunuhan berencana," tambah Budi.
Mulanya, Polda Sumut berdalih tidak ada bukti pembunuhan berencana terhadap Sarosokhi. Mereka menilai Sarosokhi meninggal di ladangnya karena tertimpa pohon tumbang. Ini berlainan dengan hasil investigasi Ombudsman bahwa luka di tubuh Sarosokhi bekas penganiayaan, diperkuat hasil otopsi.
Otopsi yang sedianya dilakukan atas biaya kepolisian, tidak dikerjakan. Justru Ombudsman yang membiayai otopsi Sarosokhi dari 27 sampai 31 Desember 2010 di Sakit Pirngadi Medan. Mereka menilai tidak ada aksi kepolisian untuk melakukan otopsi. Dalam prosesnya kemudian, semakin ditemukan banyak kejanggalan.
Atas kasus ini, Ombudsman beberapa kali menggelar perkara bersama Mabes Polri dan Polda Sumut di Jakarta. Mereka mengaku sudah memiliki calon tersangka namun yang ditunjukkan kepada Ombudsman bukan lah pelaku yang sebenarnya.
"Karena kami melakukan investigasi terhadap kasus ini dan itu berbeda sama sekali dengan temuan dari Mabes Polri. Jadi mentok di situ, enggak ada perkembangan. Kita tolak versi polisi dan polisi tetap itu. Mirip kasus nya dengan wartawan Bernas, Udin, di Yogja," kata Budi.
Hasil investigasi Ombudsman menyimpulkan, Sarosokhi diduga dibunuh karena dianggap terlalu kritis di lingkungannya. Beberapa bulan sebelum dibunuh, Sarosokhi memfasilitasi masyarakat Lahusa melaporkan kinerja Polsek Lahusa ke Ombudsman.
Laporan yang disampaikan Sarosokhi antara lain soal kinerja Polsek Lahusa dalam kasus dugaan penculikan anak di bawah umur bernama Apollo Bulolo, kasus dugaan pemalsuan ijazah Kepala Desa Lahusa, Eliasa Laia. Selain itu terkait keluhan masyarakat soal dugaan penyimpangan penerimaan CPNS 2008 di Kabupaten Nias Selatan.
"Kekritisan ini tidak umum di sana. Di sana dominasi aparat penegak hukum, Polsek, Polres, lurah, kepala desa dominan. Jadi ketika ada warga yang kritis ini, ada saja, mereka membangun skenario almarhum bukan dibunuh tapi kejatuhan pohon waktu di ladang," ungkap Budi.
Sebenarnya, ada tiga opsi jika rekomendasi Ombudsman tak dilakukan lembaga atau pihak yang dituju, termasuk Polda Sumut. Opsi pertama dan kedua, melaporkan Polda Sumut ke Presiden dan DPR RI namun belum dilakukan, dan memilih opsi ketiga untuk melaporkannya ke publik.
Klik: