Kemajuan Ekonomi AS Patut Diwaspadai Negara Berkembang
Kemajuan ekonomi AS patut diwaspadai negara berkembang. Dikhawatirkan kenaikan ekonomi AS akan menghentikan pemberian
Penulis:
Arif Wicaksono
Editor:
Hendra Gunawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kemajuan ekonomi AS patut diwaspadai negara berkembang. Dikhawatirkan kenaikan ekonomi AS akan menghentikan pemberian stimulus ekonomi ke negara berkembang melalui quantitive easing (QE) yang diberikan untuk memulihkan kepercayaan pasar.
Fauzi Ichsan, Ekonom Standard Chatered, mengatakan negara berkembang harus mewaspadai ini karena potensi kehilangan hot money ke negara maju, AS dan eropa semakin besar.
"Investor global menilai risiko krisis finansial di Eropa dan AS jauh mengecil. Hal ini membuat investor cukup khawatir karena pelarian modal akan kembali ke negara maju dan tidak lagi di emerging market", kata Fauzi, di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta, Kamis, 13 Juni 2013
Selama ini Bank Sentral AS (The FED) memiliki kebijakan QE itu dengan cara membeli surat utang negara dan obligasi. Targetnya menyuntik likuiditas kepada pasar dan menggairahkan investasi di negara-negara berkembang. Pemberian surat utang negara dan obligasi kebanyakan lari ke negara emerging market yang prospek ekonominya sangat bagus.
Menurutnya, kekhawatiran dihentikannya kebijakan QE dikarenakan ekonomi AS sudah mengalami sejumlah perbaikan. Hal ini dianggap sejumlah investor sebagai langkah bank sentral untuk menghentikan kebijakan QE.
"Kalau hal itu dihentikan, maka likuiditas justru akan menurun dan patut diwaspadai,", jelasnya.
Belakanhan ini, situasi pasar menilai The Fed mensinyalkan akan menunda stimulus moneternya melalui pembelian aset beragunan senilai 85 miliar dollar AS setiap bulan. Membaiknya data ekonomi AS seperti penambahan tenaga kerja dan data pertumbuhan sejumlah emiten mensinyalkan The Fed akan menarik stimulus ini.