Kamis, 18 September 2025

Parlemen Jepang Rusuh Gara-gara RUU Perlindungan Rahasia

Majelis tinggi Jepang (parlemen) akhirnya pada 6 November lalu mengesahkan RUU Perlindungan Rahasia Jepang

Editor: Widiyabuana Slay
zoom-inlihat foto Parlemen Jepang Rusuh Gara-gara RUU Perlindungan Rahasia
REPRO ASAHI TV/RICHARD SUSILO
Para anggota parlemen berdebat sangat keras saat pembahasan RUU Perlindungan rahasia Jepang akhirnya disahkan Jumat 6 Desember 2013.

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo, Jepang

TRIBUNNEWS.COM - Majelis tinggi Jepang (parlemen) akhirnya pada  6 November lalu mengesahkan RUU Perlindungan Rahasia Jepang menjadi Undang-undang yang baru. Pembahasan hanya satu bulan sejak 7 November 2013 sehingga mendapat banyak protes dari kalangan oposisi serta unjuk rasa besar pekan lalu di daerah Hibiya dan Kasumigaseki, pusat pemerintahan dan gedung parlemen Jepang.

Partai Demokrat Liberal (LDP) dan mitra koalisi New Komeito akhirnya melakukan pemungutan suara dan menang sekaligus mengesahkan RUU tersebut kemarin.

Saat pembahasan RUU tanggal 5 Desember , Hiroo Ishii, anggota parlemen dari LDP meminta dilakukan voting  setelah jam 16 untuk mengakhiri diskusi RUU tersebut, "Ini adalah bentuk arogansi partai yang berkuasa," teriak salah satu legislator oposisi, "Ini sama saja dengan menyatakan bahwa suara oposisi tidak perlu didengar," ungkap yang lain.

Anggota Komite dari Partai Anda (minna no to) dan  Partai Restorasi  (Isshinnokai) meninggalkan pertemuan sebagai protes sebelum pemungutan suara, dengan alasan RUU belum sepenuhnya diperdebatkan.

Kazuo Shii, kepala Partai Komunis Jepang, menekankan bahwa perilaku koalisi yang berkuasa sebagai  sebuah tirani dan sombong dan kacau.

Sebuah survei Asahi Shimbun diambil antara 30 November - Desember 1 menunjukkan peringkat dukungan kepada kabinet PM Shinzo Abe menjadi 49 persen turun di bawah 50 persen pertama kali sejak dia berkuasa.

RUU baru ini bertujuan untuk memperketat kontrol informasi sensitif di berbagai bidang seperti diplomasi, pertahanan, anti-mata-mata dan antiterorisme sebagai rahasia negara. Mereka dinyatakan bersalah membocorkan rahasia bisa menghadapi hingga 10 tahun penjara.

Salah satu poin yang paling kontroversial dari RUU ini adalah bahwa hal itu memungkinkan birokrat dan pejabat terpilih untuk sewenang-wenang memperluas kekuasaan mereka apabila mereka anggap sebagai rahasia negara.

Hal tersebut tidak memiliki mekanisme yang pasti untuk sebuah panel independen untuk memverifikasi apakah sebutan ini tepat, meskipun pemerintah telah mengumumkan rencana untuk membentuk "pihak ketiga" guna mengawasi proses tersebut. Usulan Abe untuk pembentukan tiga panel pengawas dan tambahan usulan Sekretaris kabinet Yoshihide Suga untuk satu lagi panel pangawas yang akan mengkaji ulang segalanya.

Pengamatan Tribunnews.com selama ini sebenarnya pembentukan RUU tersebut lebih kepada proteksi dalam negeri Jepang atas mata-mata asing yang semakin canggih dan berusaha mengorek segala sesuatu informasi rahasia Jepang dari segala arah. Yang paling tidak disukai mungkin apabila negara tetangga China dan Korea melakukan "pencurian" data dan informasi berharga pemerintahan Jepang, baik secara fisik maupun lewat internet yang semakin banyak disusupi saat ini oleh pengguna internet negara asing, ungkap sumber Tribunnews.com di kepolisian Jepang.

Dengan RUU yang baru disahkan menjadi UU baru ini, diharapkan semua pegawai negeri Jepang khususnya, akan semakin hati-hati dalam memberikan informasi apa pun kepada orang luar khususnya mengenai hal-hal sensitif terkait pertahanan negara, dan semacamnya.

Hukuman pun berat dan informasi rahasia tersebut tertutup selama 30 tahun mendapat sedikitnya baru bisa diungkapkan kepada nasyarakat. Informasi tertentu pun yang sangat rahasia bukan hanya 30 tahun bahkan sampai lebih dari 30 tahun akan terus di rahasiakan, tidak akan dibuka kepada umum nantinya.

Selama pembahasan RUU ini pun, Rabu lalu  Sekjen LDP,  Shigeru Ishiba sempat menulis di blog-nya sendiri bahwa orang yang bereaksi keras menentang RUU tersebut sama seperti perbuatan terorisme. Hal itu jelas membuat ribut banyak kalangan masyarakat termasuk politisi Jepang sehingga Ishiba akhirnya menuliskan permintaan maaf atas kosa-katanya tersbeut.

Beberapa pengamat mengatakan, gara-gara kata-kata kasar Ishiba itu juga jadi salah satu pemicu masyarakat semakin tidak simpati atas proses penggarapan RUU tersebut sehingga menimbulkan unjuk rasa di sekitar gedung parlemen, ungkap Jeff Kingston,  professor dari Temple University.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan