Kamis, 18 September 2025

Kamagasaki, Kota Misterius yang Tak Bisa Ditemukan dalam Peta Jepang

Wajah modern Jepang, selalu diidentifikasikan sebagai negeri yang dipenuhi oleh kota-kota metropolis.

Foto: Peters Larson
Daerah kumuh ini di Kamagasaki atau Airinchi-ku, Osaka, daerah paling kumuh di Jepang dan kumpulan para homeless serta Yakuza. Sejak 1 Agustus 1961 hingga 13 Juni 2008 tercatat 24 kali kerusuhan (riot) terjadi di Kamagasaki. 

Laporan Richard Susilo, Koresponden Tribunnews.com di Tokyo

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Wajah modern Jepang, selalu diidentifikasikan sebagai negeri yang dipenuhi oleh kota-kota metropolis.

Tapi, siapa sangka Jepang ternyata memiliki kota kumuh, memiliki tingkat kriminalitas tinggi, dan pemerintah negeri itu sendiri tampak tak mau mengakui keberadaan kota tersebut.

Bahkan, nama kota tersebut tak terdapat dalam peta resmi Jepang. Nama kota tersebut adalah Airinchi-ku, atau sebelum tahun 1966 dinamakan Kamagasaki.

Kota yang sudah ada sejak 1922 ini, merupakan tempat yang tak pernah menghasilkan apa pun. Penduduk kota ini juga, tidak dimasukkan sebagai sasaran sensus penduduk yang digelar pemerintah.

Kisah kota kumuh ini, sempat diabadikan oleh fotografer Seiryo Inoue pada tahun 1950-an dalam karya fotografinya berjudul "Seratus Wajah Kamagasaki." Fotonya tersebut, mengantarkan Sieryo mendapatkan penghargaan "Pendatang Baru" tahun 1961 oleh Japan Photography Critics  Society.

Daerah kumuh Kamagasaki ini , ternyata menarik perhatian seorang Sutradara film Jepang, Shingo Ota, yang membuat ceritanya di seputar daerah kumuh Kamagasaki.

Saat diikutsertakan dalam Festival Film Osaka belum lama ini, sang sutradara menolak keinginan Panitia untuk memotong bagian kumuh tersebut. Akhirnya dia menarik diri dan filmnya dari festival tersebut.

"Bagi saya, itu sama juga sensor dan kita hanya berusaha menutupi saja kenyataan yang ada, membuat tempat ini (Kamagasaki) seolah tidak pernah ada," paparnya kepada pers belum lama ini.

Setidaknya, menurut sejumlah kalangan, jumlah penduduk Kamagasaki hanya 25 ribu jiwa. Mereka adalah buruh serabutan, pengangguran, gelandangan, dan anggota Yakuza.

Mayoritas dari mereka tinggal di tempat penampungan gratis, atau dormitori murah seharga 8 Dolar AS per malam.

Setiap hari, mereka memulai kehidupan dengan mencari kerja di pusat informasi kerja dan kesejahteraan rakyat. Umumnya banyak yang bekerja di perusahaan kontraktor, di lapangan keras, seperti pekerja jalanan pembuat aspal, angkut batu bata serta pekerjaan  kasar lain.

Sore hari, mereka kembali ke tempat penampungan, mengantre makan dan minum gratis, serta untung-untungan mencari dan mendapat tiket tempat tidur gratis.


Citra kumuh tersebut, juga tak lepas dari banyaknya anggota yakuza maupun brandalan lain di Kamagasaki.

Namun, Masanori Momiyama (50), yang menjalankan sebuah bar kecil di sana, menolak anggapan umum bahwa Kamagasaki merupakan daerah berbahaya dan harus dijauhi.

"Manusia di sini memang cukup unik, dan mereka menurut saya tidak berbahaya, bahkan cukup bersahabat," tuturnya.

Lepas dari daerah kumuh, berbahaya, banyak Yakuzanya, mereka semua adalah warga Jepang. Negeri Sakura ini ternyata sampai kini masih memiliki tempat kumuh demikian.

Mungkin, akan menjadi tempat yang menjadi perhatian pemerintah daerah dalam waktu mendatang.

Apalagi, Jepang bakal menyambut banyak tamu asing pada 2020, saat penyelenggaraan Olimpiade di Tokyo.

Informasi lengkap Yakuza bisa dibaca di www.yakuza.in

Tags
Jepang
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan