Kamis, 18 September 2025

Korea Utara Rekrut Mata-mata Sejak Usia 13 Tahun

Setiap tahun pemerintah Korea Utara merekrut mata-mata sejak usia 13 tahun atau duduk di bangku SMP, lalu dilatih satu tahun.

Editor: Dewi Agustina
Koresponden Tribunnews.com/Richard Susilo
Dari kanan ke kiri: Cheol Hwan Kang, warga Korea yang selamat melarikan diri dari tahanan Korea Utara, Mr. K, mantan mata-mata Korea Utara yang membelot ke Korea Selatan. 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Setiap tahun pemerintah Korea Utara merekrut mata-mata sejak usia 13 tahun atau duduk di bangku SMP, lalu dilatih satu tahun sebanyak kira-kira 10 orang. Melatih ketahanan mental dan fisik serta kepintaran. Dari jumlah tersebut separuhnya sekitar 5 orang biasanya lulus jadi mata-mata.

"Saya bekerja sebagai mata-mata resmi pemerintah korea Utara antara 1980-1995. Sebenarnya sejak usia saya 18 tahun, sudah jadi mata-mata. Biasanya pemerintah Korea Utara merekrut pelajar SMP usia 13 tahun jadi mata-mata, lalu lulus SMP, latihan satu tahun, dan yang lulus biasanya hanya separuhnya sekitar 5 orang saja. Kemudian dikirimkan ke Jepang untuk belajar mengenal budaya dan bahasa mereka, kembali lagi ke Korea Utara untuk dilatih lebih profesional lagi. Namun karena saat kembali banyak dampak yang kurang baik, program itu dihentikan," kata Mr K, mata-mata Korea Utara yang membelot ke Korea Selatan, Rabu (15/4/2015) kepada pers di klub wartawan asing di Tokyo.

Selama masa Kim Il-Sung ratusan orang mata-mata termasuk jenderal tingkat tinggi pun dibunuh yang melawan Kepala Korea Utara tersebut. Kini juga di bawah kepemimpinan puteranya, Kim Jong Un berkuasa, sudah ada lima pimpinan Korea Utara termasuk jenderal di Korea Utara yang dibunuhnya karena terlalu dekat dengan Tiongkok, seolah hendak kudeta di Korea Utara.

"Termasuk keluarga saya semua dibunuh pemerintah Korea Utara karena saya waktu itu tertangkap pihak Korea Selatan, sehingga saya kini benci sekali dengan Korea Utara," lanjutnya.

Mr K yang tak mau diungkap namanya dan fotonya minta disamarkan itu, merasakan saat ini banyak sekali kasus hak asasi manusia dilanggar pihak Korea Utara.

"Di depan kita mereka pintar pura-pura akan mempertimbangkan dan sebagainya, tetapi sebenarnya tak ada kemauan, tak ada niat untuk memperbaiki dirinya. Demikian pula penculikan warga Jepang sama sekali tak ada niat untuk mengembalikan mereka ke Jepang selain yang lima orang lalu telah kembali ke Jepang. Warga Jepang direkrut untuk jadi guru bahasa Jepang sehingga para mata-mata Korea Utara bagus sekali berbahasa Jepang sebagai mata-mata di Jepang," jelasnya.

Dengan demikian Mr K merasa bicara pemulangan warga Jepang dengan Korea Utara sangat sulit terealisir.

"Masyarakat dunia harus menekan Korea Utara di bidang hak asasi manusia agar mereka bisa berubah, kalau hanya sepintas saja, tidak bersamaan dengan masyarakat dunia, Korea Utara tak akan berubah," katanya.

"Donasi uang kemanusiaan yang masuk ke Korea Utara juga tidak jelas ke mana larinya karena tak ada sistem kontrol dan sistem administrasi yang baik, tidak jelas kemana lari uangnya tersebut," katanya.

Untuk menghantam para aktivis hak asasi dunia pun, Korea Utara menggunakan orang yang pura-pura lepas dari tahanan mereka, dibiarkan populer di dunia, lalu digunakanlah orang itu untuk menghantam aktivis hak asasi manusia.

"Jadi ada satu orang Korea Utara yang populer di kalangan media, tetapi kami meragukan kebenarannya karena kami merasa aneh dengan kesaksiannya selama ini. Pihak penerbit sepertinya kebablasan menerbitkan bukunya dalam bahasa Inggris tersebut," jelasnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan