Kamis, 18 September 2025

Toru Hashimoto Sang Diktator Osaka Jepang Akhirnya Jatuh Juga

Ulah Toru Hashimoto sangat menarik walaupun hanya pemimpin daerah. Terlebih setelah itu, dia malah memilih jadi Wali Kota Osaka, terpilih tahun 2011.

Editor: Dewi Agustina
Foto Tokyo Times
Toru Hashimoto, Wali Kota Osaka, Jepang 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Wali Kota Osaka, Toru Hashimoto--sebelumnya pengacara dan komentator hukum di televisi Jepang--sejak 2008 mulai bermain politik dengan terpilih sebagai Gubernur Osaka.

Ulahnya sangat menarik walaupun hanya pemimpin daerah. Terlebih setelah itu, dia malah memilih jadi Wali Kota Osaka, terpilih tahun 2011, ketimbang jadi Gubernur. Lebih seru lagi, dia menyatakan Jepang membutuhkan kepemimpinan diktator saat ini.

"Jepang butuh kepemimpinan diktator saat ini," kata Hashimoto kepada pers tahun 2012 sebelum pembentukan partainya, Partai Restorasi Jepang.

Namun dalam referendum Minggu (17/5/2015) kemarin, kediktatorannya dikalahkan masyarakat dalam pemungutan suara mengenai setuju tidaknya masyarakat untuk menyatukan Kota Osaka dan pemerintahan daerah Osaka.

Hashimoto ingin menyatukan kota dan pemda dengan dalih uang boros apabila terpisah. Dia ingin ada satu kota besar berkuasa di Osaka bernama Kota Metropolitan Osaka, menyatukan Perfektur Osaka dan Kota Osaka.

Kenyataan dari Minggu kemarin ternyata masyarakat menentangnya dan masyarakat hanya menang tipis 705.585 suara ketimbang yang pro Hashimoto berjumlah 694.844 suara, hanya beda 1,5 persen saja.

Kekalahan tersebut membuatnya tahu diri dan menyatakan mengundurkan diri Desember nanti di akhir masa tugasnya.
 "Saya sangat senang kalah dan membuat semakin senang karena tinggal setengah tahun lagi saya di politik," katanya kepada wartawan Minggu kemarin.

Wali Kota Osaka ini memang sangat menarik perhatian dengan berbagai komentarnya yang sensasional. Misalnya soal jugun ianfu (wanita penghibur tentara Jepang saat perang dunia kedua).

"Jepang tidak boleh mengulangi masa lalu perang. Tetapi Eropa dan Amerika menuduh kita melakukan perbudakan seks di masa lalu. Jangan begitu dong. Mereka juga pasti melakukan hal yang sama kalau ada kesempatan serupa. Jepang memang menyesal sedalamnya atas kejadian tersebut tetapi mereka pun juga harus menyesal," kata hashimoto

Seorang associate profesor Universitas Keio Tokyo Jepang pernah pula mengomentari mengenai Hashimoto Mei 2012.
 "Berbagai julukan buat dia mulai fasis, doktator, populis, militaris, mountebank, Hitler dan bahkan menyerupai Putin. Sejak dia menjadi politisi dia disebutkan banyak orang dengan berbagai nama. Dengan kemapanannya dan ambisinya, mungkin saja membuat berbagai rencana demokrasi bagi masa depan negaranya," kata Ken Hijino.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan