Makan Siang Mendidik Jadi Acara Rutin Siswa Sekolah Dasar di Jepang
Di Jepang biasanya disiapkan oleh sekolah dan juga murid SD diajak membuat makanan di dapur sekolah, menyiapkan, menyantap, lalu mencuci piringnya.
Editor:
Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Mungkin banyak yang bertanya, bagaimana sebenarnya makan siang di sekolah dasar (SD) di Jepang dan bagaimana bagi yang beragama Islam?
Makan siang sekolah (kyuushoku) ada beragam cara. Namun di Jepang biasanya disiapkan oleh sekolah dan juga murid SD diajak membuat makanan di dapur sekolah, menyiapkan, menyantap, lalu mencuci piringnya, membersihkan kembali, dan mulai belajar lagi.
Orangtua yang beragama Islam mungkin agak deg-degan bagi anaknya, takut kalau dapat makanan yang tidak halal.
Dengan melihat sendiri si anak saat membuat makanan, mungkin anak bisa mengerti sendiri dari bahan apa pembuatannya, sehingga bisa menilai halal atau haram.
Namun bagi yang ingin 100 persen merasakan makanan halal, memang diperbolehkan membawa sendiri dari rumah, lalu makan di sekolah bersama teman-temannya yang lain.
Hal ini bahkan mungkin jadi perhatian teman yang lain. Mengapa? Karena makanan anak yang beragama Islam memang akan lain daripada umumnya, semua anak SD yang makan di sekolah tersebut. Maka anak lain biasanya akan mengintip.
"Lihat dong seperti apa makanannya?" begitulah rasa penasaran anak-anak itu. Maka diikuti yang lain ingin melihatnya juga.
Lalu bagaimana makan siang itu dilaporkan kepada orangtua murid. Umumnya setiap bulan, orang tua diberikan daftar menu yang cukup detil seperti bahan yang digunakan beserta jumlah kalorinya. Menunya sangat sehat. Ada nasi atau roti, lauk, sayuran, buah, dan susu atau jus.
Dengan demikian orangtua juga sadar akan makanan yang disantap anaknya. Makanan atau bento ini ditaruh di troli dan diantarkan ke masing-masing kelas. Pembagian juga dilakukan oleh anak-anak SD yang ditunjuk gurunya.
Biasanya dua anak bergiliran bertugas untuk membagikan makan siang ini kepada teman-temannya. Mereka memakai baju seragam putih beserta topi dan tidak lupa untuk memakai masker. Waktu makan siang tidaklah lama. Mereka hanya diberi waktu 20 menit saja. Di Jepang, anak-anak yang mempunyai alergi diberikan menu khusus. Tentu saja hal ini diketahui dari orangtuanya.
Ada pula anak-anak yang ditugaskan yang bertanggungjawab memonitor kegiatan makan siang, seolah seperti guru, dan ikut bersama makan siang.
Sebelum makan siang juga ditanyakan, itu makanan apa yang ada di hadapanmu? Mengapa kentang? Dan sebagainya, yang harus dijawab si anak supaya tahu, kalau makanan ini dan itu punya kalori, punya vitamin dan sebagainya, sehingga mendidik si anak mengenai makanan yang disantapnya.
Setelah selesai menyantap siang, mereka pun harus membawanya ke tempat pencucian piring dan perangkat makan dicuci dibersihkan sendiri sampai bersih. Lalu ditaruh di tempat bersih yang telah ditentukan. Selesai itu semua, balik kembali ke kelas untuk belajar.
Ingat, sebelum memulai pekerjaan membuat makanan sendiri di dapur sekolah, sang anak biasanya harus mengenakan seragam dapur dan topi serta masker agar baju tak kotor dan makanan tak tercemari oleh pembicaraan kita atau tak tercemari oleh kotoran yang ada di badan atau rambut kita.