Selasa, 14 Oktober 2025

Kisah penjaga pantai Aceh yang ingin lenyapkan trauma tsunami

Sejumlah orang menjadi sukarelawan penjaga pantai di Aceh walau tidak ditopang pendanaan untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari.

Minggu sore dan Pantai Lampuuk penuh oleh khalayak yang bertamasya. Mereka sebagian besar datang dari Banda Aceh, meski ada pula yang berkunjung dari Medan. Selagi mereka bercanda ria di pantai, empat penjaga pantai di sebuah gardu kayu memandang dengan tatapan awas.

Pada Desember 2004, seluruh kawasan ini tersapu bersih oleh gelombang tsunami. Banyak orang meninggal dunia dan kalaupun ada penyintas, mereka hanya menyisakan baju di badan.

Bencana ini awalnya membuat penduduk setempat trauma dan tidak berani menginjakkan kaki di bibir pantai, apalagi berenang. Namun, berkat kemajuan ekonomi, upaya rekonstruksi, serta kesepakatan damai antara kubu separatis, Pantai Lampuuk berubah menjadi tujuan wisata yang ramai dikunjungi turis.

Kondisi tersebut mendorong sejumlah pemuda setempat untuk menjadi penjaga pantai demi memastikan keamanan para pengunjung.

Pada 2016, mereka membentuk persatuan resmi dan mengutus enam orang untuk dilatih seorang anggota Bali Badung Balawista—sebuah organisasi penjaga pantai profesional di Bali yang didirikan sejak era 1970-an.

Rangkaian pelatihan itu belakangan menjadi pegangan para penjaga pantai di Aceh. Bahkan, organisasi yang mereka bentuk meniru prinsip-prinsip Bali Badung Balawista.

Keberadaan organisasi Balawista Aceh—yang kini beranggotakan 150 orang—mendapat sokongan dari Pemerintah Provinsi Aceh melalui Dinas Pariwisata yang memberikan subsidi pelatihan dan perlengkapan keselamatan, seperti jaket pelampung serta tangki oksigen.

Meski demikian, pemprov berkeras agar Balawista Aceh menopang pendanaan operasional sehari-hari secara mandiri.

Kepala Balawista Aceh, Dian Faizin, mengatakan mereka tidak bisa berfungsi secara optimal tanpa pendanaan yang memadai.

"Kita masih volunteer semua. Penghasilan kita secara masih disupport oleh pengelola pantai. Jadi pengelola pantai membagikan sedikit kepada kita untuk sebagai uang kopi atau makanlah. Untuk kita latihkan lagi, ada rencana, tapi kita tidak ada dana. Tapi kalau misalnya dari Dinas Pariwisata, mereka ini ingin melakukan, kita siap membawakan orang kita," katanya.

Pendanaan

Untuk mencari pendanaan, Baliwista Aceh sejatinya bisa menyewakan perlengkapan keselamatan yang dipasok Pemprov Aceh.

Akan tetapi, ada kendalanya. Khairuddin, perenang otodidak yang telah menjadi penjaga pantai di Pantai Lampuuk selama dua tahun, mengatakan masyarakat enggan menyewa jaket pelampung.

"Kalau dengan sewa pelampung itu jadi keamanan berenang, itu lebih aman sebenarnya. Jadi kebanyakan orang, orang Aceh ini orang kita, malas menyewakan dengan harga segitu padahal keamanan mereka lebih kejamin dengan pakai pelampung," katanya kepada wartawan Tom de Souza untuk BBC Indonesia.

Dengan demikian, para penjaga pantai harus mencari cara untuk mendapat rupiah. Salah satu metodenya adalah menyewakan perahu pisang (banana boat) dan jet ski milik pengelola pantai.

Sumber: BBC Indonesia
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved