Jumat, 15 Agustus 2025

Petinju Nasional Itu Kini Jadi Pemulung, Tidur di Emperan Puskesmas dan Saraf Otaknya Rusak

Sejumlah prestasi pernah diukir oleh Hasan sepanjang berkarir di dunia tinju

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Hendra Gunawan
Kompasiana
Hasan Lobubun 

Di sela aktivitasnya mengais barang rongsokan, Hasan kerap mampir untuk sekadar berteduh dan mengobrol dengan Suyanto di gerobak warung rokok tempatnya berdagang di tepi taman.

"Jadi, Hasan lebih dulu keluar dari Sasana Arseto dan memulung. Baru kemudian saya keluar dan buka warung rokok pakai gerobak di pinggir taman dekat Sasana Arseto," kenang Suyanto.

Menurutnya, sebagian besar warga Jalan Taman Tanah Abang III mengenal Hasan adalah mantan atlet tinju nasional karena memang telah lama tinggal di wilayah tersebut. Iba atau rasa kasihan tak cukup membantu Hasan sehingga ia terus melakoni pekerjaan sebagai pemulung di kawasan perumahan itu.

"Banyak warga kasihan dengan Hasan yang keliling jadi pemulung. Tapi, mereka juga nggak bisa bantu apa-apa," ujarnya.

"Saya juga kasihan, miris waktu lihat nasib Hasan. Dia tidurnya pindah-pindah, mengemper. Dia pernah tidur di lantai puskesmas dekat taman tanpa alas," sambungnya.

Suyanto menegaskan, baik dirinya maupun Hasan menjadi seorang petinju bukan dilatarbelakangi untuk mengejar materi. Hal itu semata untuk menyalurkan hobi dan kemampuan bertinju.

Menurutnya, saat ini baik dirinya maupun Hasan sebagai mantan petinju telah mengalami kerusakan saraf sebagai efek dari sejumlah pertandingan tinju. Dan itu pun telah disadari sejak awal menjadi saat mengawali karir sebagai petinju.

"Hasan lebih parah lagi dibandingkan saya. Karena selain daya ingat dan pendengaran yang berkurang, saraf di otaknya juga rusak. Dia sulit nyambung kalau diajak komunikasi sama orang lain. Tapi, saya sudah kenal lama dengan dia sehingga mengerti maksudnya saat sedang mengobrol dengannya," ujarnya.

Menurut Suyanto, baik dirinya maupun Hasan kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah kendati presiden dan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) telah beberapa kali berganti.

Seingatnya, dirinya hanya sekali diundang ke Istana Negara untuk bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat kepemimpinan Menpora Adhiyaksa Dault pada 2007. Pun saat itu tidak ada tindaklanjutnya.

Ia mengaku pernah ditawari oleh pihak Kemenpora disediakan kios di salah satu blok Pasar Tanah Abang untuk berjualan pakaian. Namun, ia tidak bisa menerimanya lantaran kekhawatiran merugi mengingat dirinya tidak berpengalaman berjualan pakaian dan tak mempunyai modal.

"Kemenpora dan pemerintah nggak ada perhatian kepada kami. Yah, meski kecewa, ini sudah risiko. Tapi, saya lebih kecewa lagi dengan aparat di Jakarta karena gerobak warung rokok saya diangkut. Padahal, saat itu gerobak itu jadi satu-satunya saya tempat saya untuk menyambung hidup," ucapnya lirih.

"Harapannya, tolong Presiden Jokowi dan Menpora perhatikan para mantan atlet ini," sambungnya.

Suyanto berharap nasib baik akan menimpa para atlet yang telah berprestasi dan mengharumkan nama bangsa tersebut. Ia mengaku sedih kala melihat berita tentang sesama mantan atlet yang dipuji dan diberikan janji-janji manis. Namun, kenyataan sebaliknya.

"Mudah-mudahan pemerintahan sekarang, Presiden Jokowi dan Menpora, nggak cuma janji kasih bonus ke atlet sampai Rp5 miliar, Rp2 miliar atau Rp1 miliar. Saya menangis waktu baca berita ada atlet dapat juara dijanjikan bonus mobil, tapi ternyata nggak ada BPKB-nya," ujarnya.

"Mudah-mudahan pemerintahan yang sekarang lebih baik. Ingat, yang bisa mengibarkan bendera Merah-Putih di negara orang lain, selain presiden, yah para atlet yang juara dan berprestasi tersebut," tukasnya. (*)

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan