Sabtu, 6 September 2025

Persekusi Makin Masif dan Sistematis di Indonesia, Contoh yang Dialami Dokter Fiera Lovita di Solok

Damar Juniarti dari SAFEnet yang juga mewakili Koalisi Anti-Persekusi menjelaskan pengertian Persekusi yang memang istilah itu belum familiar.

Tribunnews.com/Theresia Felisiani
Koalisi Anti-Persekusi saat memberikan keterangan pers soal Persekusi yang mengancam kebebasan berpendapat dan demokrasi, Kamis (1/6/2017) di YLBHI, Jl Diponegoro, Jakarta Pusat. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Anti-Persekusi menegaskan Persekusi telah mengancam kebebasan berpendapat dan demokrasi di Indonesia seiring dengan meningkatnya suhu politik dan terpolarisasinya warga.

Apa itu Persekusi? ‎

Damar Juniarti dari SAFEnet yang juga mewakili Koalisi Anti-Persekusi menjelaskan pengertian Persekusi yang memang istilah itu belum familiar.

"Istilah Persekusi ini masih awam. Persekusi itu bukan main hakim sendiri tapi tindakan memburu orang atau golongan tertentu yang dilakukan secara sewenang-wenang secara sistematis atau luas," ucap Damar di kantor YLBHI Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (1/6/2017).

Damar memaparkan ada empat tahapan dalam melakukan Persekusi.

Baca: Diintimidasi di Solok, Dokter Fiera Lovita Diamankan ke Jakarta

Pertama ‎penentuan target dengan cara mengajak orang, mendata target yang diburu dan memviralkan target.

Tahap kedua, membuat ajakan berburu dengan memobilisasi dan mengumumkan siapa target yang diburu.

Tahap ketiga mobilisasi di lapangan, memaksa target meminta maaf lalu diviralkan.

Target keempat yakni‎ melakukan pemidanaan target untuk dibawa ke polisi dan minta dilakukan penahanan.

"Jadi Persekusi ini ada tahapan yang sistematis. Mereka buat ajakan mengumpulkan target, umumkan di media sosial, cari orangnya lalu posting," bebernya.

Damar melanjutkan berdasarkan data yang dimilikinya, terjadi 52 orang yang dipersekusi dan dilabel sebagai penista agama atau ulama.

Bahkan kini jumlah persekusi bertambah menjadi 59 orang.

Selain pola mentrackdown target yang dianggap mengina ulama atau agama lalu membuka identitas target, hingga instruksi memburu ternyata ditemukan pula pola data korban yang akunnya dipalsukan.

"Jadi sesungguhnya akun yang dianggap mengina ulama atau agama bukanlah akun yang dibuat oleh orang yang bersangkutan. Beberapa dari mereka ada yang akunnya dipalsukan. Persekusi ini terindikasi sistematis, diketahui dari cepatnya proses dalam menjangkau luasnya wilayah, misalnya dalam satu hari bisa terjadi pola yang serupa di enam wilayah Indonesia padahal berjauhan," bebernya.

Halaman
12
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan