Menangani Kasus Soeharto, Pengalaman Paling Berkesan Bagi Artidjo sebagai Hakim Agung
Artidjo Alkostar telah menangani dan memutus hampir 20 ribu perkara atau tepatnya 19.662 perkara selama 18 tahun menjadi hakim agung.
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Artidjo Alkostar telah menangani dan memutus hampir 20 ribu perkara atau tepatnya 19.662 perkara selama 18 tahun menjadi hakim agung.
Dan rata-rata sebanyak 1.100 putusan diketok setiap tahunnya.
Artidjo mengenang, dirinya mendapat tugas menangani perkara dugaan korupsi yang melibatkan mantan orang nomor satu RI, Soeharto, tidak lama dilantik menjadi hakim agung di Mahkamah Agung (MA) Artidjo pada 2008.
Pengalaman itu sangat berkesan untuknya mengingat saat itu arus publik menginginkan penguasa Indonesia selama 32 tahun itu dihukum.
"Waktu awal saya menjadi hakim agung tahun 2000-an saya pernah menangani perkara Presiden Soeharto. Waktu itu presiden Soeharto sakit, lalu ketua majelisnya itu Pak Syafiuddin (Kartasasmita) yang ditembak, kena tembak," kata Artidjo.
Baca: ABG Pembunuh Bocah 5 Tahun Sakit Hati kepada Ibunda Korbannya
"Saya menjadi salah satu anggotanya dan waktu itu dianulirkan karena opini publik supaya berkas itu dikembalikan, tetapi keputusan di majelis karena Pak Soeharto itu harus tetap diadili tersebut dengan diakhirkan. Jadi ada argumentasi yuridisnya itu, dan publik saya kira menyambut baik," tambahnya.
Selain itu, awal karirnya sebagai hakim agung juga diisi dengan menangani kasus-kasus gugatan pembubaran Partai Golkar pada tahun 2001.
"Saya juga memegang tentang pembubaran Golkar. Pernah juga yang lain-lain. Kalau yang lain-lain itu saya kira ya tidak ada masalah. Presiden Soeharto ada saat ini apalagi presiden partai. Kan enggak ada masalah bagi saya. Tidak ada kendala apapun bagi saya," ungkap Artidjo.
Kasus lain yang juga menjadi perhatian masyarakat Indonesia yang pernah ditanganinya adalah kasus Bank Bali/BLBI Djoko S Tjandra, kasus bom Bali, Jaksa Urip Tri Guna, Anggodo Widjoyo, Gayus Tambunan, hingga kasus pembunuhan yang melibatkan Ketua KPK Antasari Azhar.
Selain itu, Artidjo juga hakim agung yang memberikan hukuman lebih berat untuk kasus korupsi Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaaq, Anggota DPR Partai Demokrat Anggelina Sondakh, Ketua MK Akil Mochtar, Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, mantan Politikus Partai Demokrat Sutan Bathoegana, hingga mantan Kakorlantas Polri, Irjen Pol Djoko Susilo.
Baca: Musuh Koruptor Itu Tak Lagi Bergelut di Dunia Advokat, Dia Pilih Beternak Kambing di Kampung Halaman
Bahkan, Artidjo yang menangani dan menolak Peninjauan Kembali (PK) kasasi kasus penodaan agama mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
"Jadi tetap saya selamanya mengadili Presiden Soeharto itu pengadilan yang lain-lain itu kecil aja," ujarnya.
Jengkel Lihat Koruptor Cengar-cengir
Artidjo terkenal sebagai hakim yang 'galak' dalam menjatuhkan hukuman, terutama kepada koruptor.
Dia menjadi momok menakutkan bagi terpidana kasus korupsi yang hendak mengajukan kasasi maupun PK ke MA.
Sebab, dari pengalaman yang ada, Artidjo Alkostar kerap melipatgandakan hukuman kepada terpidana koruptor jika melakukan perlawanan hukum dengan kasasi maupun PK.
Di antaranya Artidjo bersama dua hakim agung lainnya menghukum Anas Urbaningrum dari tujuh tahun menjadi 14 tahun serta mencabut hak politiknya karena dianggap terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang terkait proyek Hambalang.
Artidjo dkk juga lah yang memberatkan hukuman mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq dari 16 tahun menjadi 18 tahun penjara.
Selain itu, Artidjo dkk juga menghukum Angelina Sondakh dari 4 tahun 6 bulan menjadi 12 tahun, memperkuat hukuman penjara seumur hidupnya terhadap Akil Mochtar, hingga menghukum pengacara senior OC Kaligis dari 5,5 tahun menjadi tujuh tahun penjara.
Artidjo tak menampik membenci para penyelenggara negara, bahkan hakim yang terlibat kasus korupsi.
Dan ia kerap jengkel saat melihat di layar televisi ada pejabat negara bisa cengar-cengri hingga melambaikan tangan kendati telah tertangkap oleh penegak hukum karena dugaan korupsi.
Bagi Artidjo, hal itu menunjukan penghinaannya kepada masyarakat.
Menurutnya para koruptor tersebut seharusnya prihatin dan meminta maaf kepada rakyat Indonesia, bukan malah menunjukkan sikap yang seolah tidak ada masalah apapun.
"Ini koruptor seperti apa ini menghina rakyat Indonesia. Pada cengengesan pada lambaikan tangan itu kan seharusnya dia prihatin dan minta maaf kepada rakyat Indonesia begitu," ujarnya kesal. (Tribun Network/Gita Irawan/Yuda/Acoz)