Pilpres 2019
Ketika Prabowo Dilema Mau Pilih Antara Habib Salim Segaf atau AHY
kalau saja bukan nama Habib Salim yang dimunculkan, mungkin nama cawapres Prabowo bisa lebih cepat disepakati
Penulis:
Srihandriatmo Malau
Editor:
Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Munculnya nama Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al Jufri oleh Forum Ijtima Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama sebagai kandidat calon wakil Presiden (cawapres) Prabowo Subianto tampaknya akan membuat proses penentuan cawapres dari kubu penantang menjadi semakin alot.
Menurut pengamat politik Said Salahudin, kalau saja bukan nama Habib Salim yang dimunculkan, mungkin nama cawapres Prabowo bisa lebih cepat disepakati oleh Partai Gerindra, PKS, PAN, dan Partai Demokrat.
Sebab, diantara empat nama cawapres Prabowo yang sebelumnya mengemuka, yaitu Ahmad Heryawan atau Aher (PKS), Zulkifli Hasan atau Zulhas (PAN), Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY (Demokrat), dan Anies Baswedan, Said perhatikan posisi terkuat sudah ditempati oleh AHY.
Alasannya, AHY menguat karena PAN tidak terlalu 'ngotot' untuk memajukan Zulhas. Sedangkan Anies, jelas Said, karena dia bukan orang partai, dorongannya tidak cukup kuat.
Sementara Aher, dari sisi elektabilitas dia diperhitungkan kalah kuat dari AHY.
Jadi, imbuhnya, kalau empat ketua umum parpol itu duduk semeja, misalnya, perdebatan nama cawapres diantara mereka, saya kira hanya akan berpusat pada dua nama saja AHY dan Aher.
"Dan ketika mereka beradu data untuk menimbang secara objektif tentang kelebihan dan kekurangan AHY dan Aher, maka timbangan tentang prospek penambahan suara bagi Prabowo sepertinya akan lebih berat ke AHY," ujar Pengamat politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) ini kepada Tribunnews.com, Selasa (31/7/2018).
Nah, posisi AHY yang sudah menguat ini, dia melihat, sekarang terancam karena GNPF-Ulama ternyata tidak mengusulkan nama Zulhas, Anies, Aher, atau nama lain sebagai cawapres bagi Prabowo.
Tetapi mereka justru menawarkan nama Habib Salim yang sebelumnya tidak terlalu diunggulkan.
Ketika yang dimunculkan nama Habib Salim, peta persaingan di kubu 'oposisi' bisa berubah lagi, kata dia.
Menurut dia, kekuatan AHY terpaksa harus ditimbang ulang.
"Sebab, Habib Salim jelas lebih kuat daripada Aher.
Dia non-jawa, mantan dubes, mantan menteri, dan lebih dari itu 'maqom' Habib Salim tidak sama dengan Aher. Dia punya garis keturunan yang oleh sebagian pemilih muslim dipandang mulia," jelasnya.
Dengan demikian, hal itu tentu berpotensi meraup suara pemilih muslim lebih banyak dibandingkan dengan Aher.
Oleh sebab itu, ketika GNPF-Ulama memajukan nama Habib Salim, PKS sebetulnya sangat terbantu.
Sebab atas dukungan itu, peluang PKS yang sempat mengecil untuk memajukan kadernya sebagai cawapres Prabowo kini kembali terbuka lebar.
"Pantaslah jika PKS berterimakasih kepada GNPFU. Dari hasil 'Ijtimak' Ulama yang digelar oleh GNPFU itu, posisi tawar PKS di hadapan Prabowo, termasuk juga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) semakin kuat," jelasnya.
Apalagi kata dia, PAN melalui, Amien Rais sudah memberi kode setuju untuk duet Prabowo-Salim.
"Sebetulnya, setelah membaca pergerakan Prabowo selama ini, saya hampir sampai pada kesimpulan bahwa Prabowo akan mengambil AHY. Sinyal Prabowo itu sudah tampak sejak ia mengunjungi rumah SBY pada beberapa waktu yang lalu," ucapnya.
"Tetapi setelah nama Habib Salim mencuat, Prabowo tampaknya akan berhitung ulang untuk mencomot AHY," tambahnya.
Sebab menurutnya, dia kadung berjanji untuk ikut pada arahan ulama.
Dia menduga, Prabowo sepertinya juga tidak mengira GNPF-Ulama akan menduetkan dia dengan Habib Salim.
Bukan cuma Prabowo, imbuhnya, usulan GNPF-Ulama itu juga sepertinya membuat SBY "deg-deg-an'.
"Sebab saya yakin SBY tahu betul beda antara Aher dan Habib Salim," jelasnya.
Ia yakin, pasti SBY punya kalkulasi tersendiri soal dua nama pesaing anaknya itu.
"SBY pastilah bisa mengukur implikasi politik dari dimunculkannya nama Habib Salim oleh kelompok Islam politik yang tengah berkibar semisal GNPF-Ulama," paparnya.
Dia juga melihat, SBY tentu perlu meyakinkan kembali Prabowo agar tetap berpasangan dengan AHY.
Untuk memuluskan harapannya itulah maka tak heran jika SBY, kata dia, sudah berani mengambil keputusan untuk membangun koalisi antara Demokrat dan Gerindra, sambil berkata,'Prabowo Presiden kita.'
"Jadi koalisi yang disepakati oleh Prabowo dan SBY saya baca tidak lepas dari tujuan SBY untuk mengamankan AHY sebagai cawapres Prabowo, betapapun kukuh dikatakan tidak ada pembicaraan khusus mengenai posisi cawapres," jelasnya.
Karena itu ketika Prabowo mengatakan SBY tidak memaksakan AHY untuk menjadi cawapresnya dan menyerahkan penentuan posisi cawapres sepenuhnya kepada dirinya, dia mengira itu sekedar fatsun politik saja.
"Prabowo sepertinya ingin menjaga kehormatan SBY dan pada saat yang sama berusaha menjaga perasaan PKS dan PAN sebagai mitra koalisi potensial berikutnya," ucapnya.