Pemerintah Gandeng IDI Kaji Opsi Penyelesaian Defisit BPJS Kesehatan
Pemerintah tengah berupaya mencari solusi terbaik untuk mengatasi defisit anggaran yang dialami oleh BPJS Kesehatan.
Editor:
Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, SAMARINDA - Sepanjang pekan ini, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengadakan Muktamar IDI Ke-30 yang diadakan di Samarinda Convention Hall, Kalimantan Timur.
Muktamar IDI merupakan musyawarah nasional dokter Indonesia yang digelar tiap tiga tahun yang salah satunya untuk menentukan kebijakan strategis nasional.
Tema Muktamar IDI Ke-30 tahun 2018 ini adalah 'Transformasi Sistem Pelayanan kesehatan dan Sistem Pendidikan Kedokteran yang Komprehensif dan Multisektoral menuju Indonesia Sehat'.
Salah satu yang menjadi fokus utama IDI selama 3 tahun kepemimpinan Ketua Umum PB IDI - Prof dr. Ilham Oetama Marsis, SpOG(K) adalah mengenai permasalahan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN-KIS) yang telah memasuki tahun ke-5.
Program kesehatan untuk masyarakat ini disambut baik oleh IDI.
Bahkan IDI telah bersepakat sebelum pelaksanaan JKN di awal tahun 2014 bahwa JKN ini harus berjalan baik, dan target Universal Health Coverage (UHC) di awal tahun 2019 harus tercapai.
Namun capaian UHC harusnya juga dibarengi dengan mutu dari manfaat pelayanan dan kecukupan biaya kesehatan.
IDI tetap mengawal agar mutu pelayanan yang diwujudkan dalam penerapan standar pelayanan dan standar prosedur operasional harus secara optimal diterapkan.
Namun demikian, Ketua Umum PB IDI - Prof dr. Ilham Oetama Marsis, SpOG(K) menegaskan bahwa perbaikan sistem jaminan Kesehatan harus dibarengi dengan perbaikan sistem Kesehatan nasional.
Baca: Drum yang Ditemukan Muji Ternyata Isinya Mayat Dicor, Kondisinya Sudah Jadi Tulang Belulang
Perbaikan sistem Kesehatan nasional tidak lepas dari perbaikan SDM Kesehatan dan fasilitas Kesehatan.
Perbaikan sistem Kesehatan nasional tentunya harus diikuti pula oleh perbaikan pembiayaan kesehatan.
Pembiayaan kuratif yang dibebankan dalam pembiayaan JKN harus ditopang dengan pembiayaan preventif dan promotif kesehatan.
Amanah UU No.36 tahun 2009 mengenai minimal 5 persen dana Kesehatan dari APBN dan 10 persen dari APBD harus ditunaikan.
"Persoalan defisit dana JKN seharusnya jangan terjadi karena sangat berdampak kepada kualitas pelayanan kepada masyarakat. Selain kepada kualitas pelayanan, dampak dari terbatasnya dana JKN juga dirasakan pada ditunaikannya hak-hak dokter atas jasa medis," kata prof. dr. Ilham Oetama Marsis, SpOG(K).
Belum diterimanya hak-hak tersebut selama beberapa waktu dan angkanya pun masih di bawah standar kepatutan bagi profesi yang mengemban tanggung jawab atas nyawa dan keselamatan pasien, tentunya secara manusiawi akan mempengaruhi sikap individual dokter.