Jumat, 12 September 2025

Penyidik KPK Diteror

Siapa Oknum Anggota Polri yang Diungkap Novel Baswedan Terkait Kasus Penyerangan?

Novel telah menyebutkan nama oknum Polri yang diduga terkait dengan penggagalan saat OTT tim KPK terhadap seorang pengusaha.

Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Penyidik KPK Novel Baswedan bersama Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo dan tokoh masyarakat serta mahasiswa mendeklarasikan hari teror pemberantasan korupsi pada peringatan dua tahun kasus kekerasan yang menimpa Novel di depan gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/4/2019). Peringatan yang dihadiri tokoh masyarakat, akademisi, masyarakat sipil, seniman, dan mahasiswa tersebut diisi dengan deklarasi lima tuntutan terhadap presiden agar menuntaskan kasus teror terhadap Novel, membentuk TGPF Independen, memerangi teror dan pelemahan terhadap KPK. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik senior KPK Novel Baswedan kembali menjalani pemeriksaan penyidik Polda Metro Jaya dari tim gabungan bentukan Polri, sebagai saksi kasus penyerangan yang menimpanya. Pemeriksaan dilakukan di tempat Novel bertugas, Gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/6/2019).

Tim kuasa hukum Novel Baswedan menyebut kliennya sempat ditanya soal penanganan kasus proyek e-KTP dan kasus suap reklamasi Jakarta.

"Ada pertanyaan menarik dari tim terkait dengan kasus e-KTP dan juga kasus rencana OTT dari tim KPK terhadap pada saat itu pengusaha yang berkaitan dengan reklamasi itu ditanyakan secara khusus oleh tim," ujar anggota tim hukum Novel Baswedan, Arif Maulana, usai mendampingi pemeriksaan Novel di Gedung KPK.

Arif mengungkapkan Novel juga sempat ditanya soal dugaan keterlibatan oknum Polri dalam kasus penyiraman air keras tersebut.

Novel telah menyebutkan nama oknum Polri tersebut ke penyidik.

Oknum polisi tersebut diduga terkait dengan penggagalan saat OTT tim KPK terhadap seorang pengusaha terkait kasus reklamasi teluk Jakarta.

Baca: Ketika Saksi Prabowo Ditegur Hakim MK: Malam-malam Begini Anda Masih Pakai Kacamata Hitam?

Meski begitu, Arif menolak menyebutkan nama oknum anggota Polri tersebut.

"Dia berkaitan dengan kasus penggagalan OTT KPK di kasus reklamasi," ungkapnya.

Arif menjelaskan, penyidik dari tim gabungan itu menanyakan kasus-kasus yang ditangani Novel di KPK sebelum peristiwa penyerangan air keras menimpa dirinya pada 11 April 2017.

"Sama satu lagi kasus-kasus apa saja yang kemudian ditangani oleh Mas Novel sebelum peristiwa penyerangan. Itu dikaitkan dengan berbagai penyerangan-penyerangan yang terjadi terhadap para pegawai KPK, tidak hanya satu serangan terhadap Mas Novel tetapi juga terhadap teman-teman pegawai KPK," ujarnya.

Novel mendapat 20 pertanyaan dari tim dalam pemeriksaan selama dua jam.

Materi lain yang ditanyakan adalah berkaitan dengan barang bukti kamera pengawas atau CCTV di lokasi serta gelas, sidik jari dan botol tempat air milik pelaku yang berada di lokasi kejadian.

Selain itu, Novel juga dikonfirmasi kembali berkaitan dengan nomor telepon dan juga orang-orang yang diduga sebagai pelaku penyerangan dirinya.

"Soal informasi mengenai nomor-nomor yang diperoleh pada saat itu oleh penyidik dan juga bagaimana empat orang yang diduga saat itu sebagai tersangka dan juga dua orang eksekutor itu diidentifikasi," kata Arif.

Saat dikonfirmasi wartawan, Novel membenarkan dirinya telah memberikan keterangan nama oknum anggota Polri itu kepada tim yang memeriksanya.

Namun menurutnya nama yang disampaikan itu di luar perkara penyerangan air keras.

"Terkait nama yang disampaikan itu di luar dari perkara yang ini, saya sudah sampaikan berkali-kali bahwa kasus penyerangan kepada KPK tidak hanya terkait penyerangan kepada diri saya. Saya bahkan sebelum tim (gabungan bentukan Kapolri) ini dibentuk, pun saya katakan ada lebih dari 10 penyerangan kepada orang-orang KPK dan itu bukti-buktinya ada banyak," ujar Novel.

Novel pun menekankan soal pentingnya tim untuk mengungkap dan menangkap pelaku lapangan yang melakukan penyerangan terhadap dirinya untuk mengungkap otak pelaku dan motifnya.

Sebab, jika dirinya yang mengatakan dugaan motif tanpa bukti dan pelaku belum tertangkap, maka hal itu mudah dibantah.

"Ketika pelaku lapangannya tidak ditangkap bicara motif, saya balik bertanya kalau saya sampaikan soal bukti soal motif apakah itu bisa membuktikan pelaku lapangan? Jawabannya pasti tidak, pertanyaannya lagi kalau saya hanya berbicara soal motif dan bukti-bukti, soal orang-orang terkait dengan motif, apa itu akan menjadi kuat? Pasti sangat mudah untuk dielakkan," tandasnya.

Massa mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Peduli Penegakan Hukum menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung KPK, Jakarta, Rabu (8/5/2019). Mereka menuntut pemerintah reformasi KPK dari kepentingan politik dan meminta ketua KPK untuk segera mencopot Novel Baswedan karena diduga tidak netral. TRIBUNNEWS/HO
Massa mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Peduli Penegakan Hukum menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung KPK, Jakarta, Rabu (8/5/2019). Mereka menuntut pemerintah reformasi KPK dari kepentingan politik dan meminta ketua KPK untuk segera mencopot Novel Baswedan karena diduga tidak netral. TRIBUNNEWS/HO (TRIBUN/HO)

Pada 11 April 2017, seusai melaksanakan salat subuh di masjid tak jauh dari rumahnya, Novel tiba-tiba disiram air keras oleh dua pria tak dikenal yang mengendarai sepeda motor.

Cairan itu mengenai wajah Novel.

Kejadian tersebut berlangsung begitu cepat sehingga Novel tak sempat mengelak. Tak seorang pun yang menyaksikan peristiwa tersebut.

Sejak saat itu, Novel menjalani serangkaian pengobatan untuk penyembuhan matanya.

Ia sempat dirawat di rumah sakit di Singapura dan hingga saat ini masih menjalani pengobatan berjalan ke rumah sakit di Singapura.

Meski dua tahun penyerangan itu berlalu dan kepolisian melakukan penyidikan, baik pelaku maupun motif penyerangan air keras terhadap Novel belum terungkap.

Pada 8 Januari 2019, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian membentuk tim gabungan pencari fakta untuk menangani kasus penyerangan yang menimpa Novel Baswedan, sebagaimana rekomendasi Komnas HAM.

Tim terdiri dari unsur Polri, KPK, pegiat HAM dan pakar.

Tim beranggotakan 65 orang itu di bawah penanggung jawab Tito Karnavian dan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Idham Azis ditunjuk sebagai ketua tim. Masa tugas mereka selama enam bulan atau berakhir pada 7 Juli 2019.

Tak Ada Progres

Novel merasa tidak puas dengan kelanjutan penanganan kasusnya oleh tim gabungan bentukan Polri.

Sebab, dari pemeriksaan kali ini pun menunjukkan tidak adanya perkembangan baru dalam penanganan kasusnya.

"Sebagaimana sesuai permintaan, saya sudah memberikan keterangan. Dan ternyata hal-hal yang ditanyakan tidak menunjukkan ada progres yang baru. Bahkan, hampir semua keterangan yang saya sampaikan sama dengan pemeriksaan sebelumnya," kata Novel.

Novel berucap kesungguhan tim bentukan Polri tersebut dalam mengungkap kasus penyerangan terhadap dirinya dapat ditunjukkan dengan menangkap pelaku lapangan.

Sebab, dari titik tersebut bisa menjadi titik awal pengungkapan kasusnya.

"Dengan adanya pengungkapan pelaku lapangannya sisanya saya enggak ngerti mesti bicara apa lagi," sambungnya.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono, membantah pemeriksaan penyidik senior KPK, Novel Baswedan sebatas formalitas belaka sehubungan dengan 800 hari kasus penyerangannya.

Menurutnya, dari pemeriksaan tersebut, penyidik mengharapkan mendapat informasi tambahan yang valid dari Novel.

"Pemeriksaan Novel Baswedan hari ini terkait kasusnya bukan bentuk formalitas dari penyidik," ujar Argo. (tribun network/ilh/fah/coz)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan