Sabtu, 16 Agustus 2025

Pilpres 2019

Dituding Membeberkan Data Bohong dalam Pilpres 2019, SMRC: Kami Bukan Alat untuk Menutupi Kecurangan

Direktur Eksekutif SMRC, Djayadi Hanan, akhirnya angkat bicara setelah dituding membeberkan kebohongan data pada quick count Pilpres 2019.

Chaerul Umam/Tribunnews.com
Direktur Eksekutif SMRC, Djayadi Hanan, akhirnya angkat bicara setelah dituding membeberkan kebohongan data pada quick count Pilpres 2019. 

Direktur Eksekutif SMRC, Djayadi Hanan, akhirnya angkat bicara setelah dituding membeberkan kebohongan data pada quick count Pilpres 2019.

TRIBUNNEWS.COM - Lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) angkat bicara terkait tudingan kebohongan data pada quick count Pilpres 2019.

Penuturan tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif SMRC, Djayadi Hanan dalam ekspose data quick count yang dilakukan oleh sejumlah lembaga survei.

Dikutip dari channel YouTube metrotvnews, Sabtu (20/4/2019), Djayadi menjelaskan tentang quick count yang dilakukannya dalam mengambil data perolehan suara.

"Quick count adalah salah satu partisipasi masyarakat dan itu fungsi pentingnya adalah ikut membantu mengontrol pemilu kita berjalan secara berkualitas dan demokratis," kata Djayadi.

"Jadi bukan alat untuk menutupi kecurangan, namun alat untuk menjadi referensi bagi kita untuk memiliki referensi terhadap hasil yang dikeluarkan secara resmi," tambahnya.

Dijelaskannya pula, quick count juga tidak pertama kali digelar pada tahun 2019.

Djayadi mengungkapkan bahwa lembaga surveinya sudah melakukan tujuh kali quick count dalam setiap pemilu.

Tak hanya pada satu daerah, pemilu bahkan selalu diselenggarakan di berbagai wilayah di Indonesia.

"Dari setiap pemilu itu pasti ada quick count dari berbagai lembaga, bayangkan sudah ada ribuan quick count yang sudah digelar, dan secara umum tidak ada masalah terhadap quick count," kata Djayadi.

Untuk itu, menurut Djayadi, masyarakat dan juga elite politik pasti sudah mengerti soal quick count.

"Jadi kita semua masyarakat terutama politisi sebetulnya sudah terbiasa pada quick count ini," papar Djayadi.

"Dan kalau kita merujuk ke perkataan Prof. Asep, salah satu dewan etik kita, quick count sebetulnya membutuhkan nalar yang tidak terlalu tinggi untuk memahaminya," tambahnya.

Untuk itu, Djayadi menilai sangat mudah untuk memahami hal-hal yang berkaitan dengan quick count.

"Jadi harusnya kita bisa dengan mudah memahami apa itu quick count apa itu fungsinya untuk apa selanjutnya dan sebagainya, yang jelas quick count itu persoalan pengetahuan bukan soal keputusan politik," tegas Djayadi.

Halaman
12
Sumber: TribunWow.com
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan