Kamis, 9 Oktober 2025

Makan Normal Sehari 2 Kali, Tapi Siswi SMP di Lamongan Hampir 200 Kg, Sampai Tidak Bisa Sekolah

Jika umumnya siswa putus sekolah karena alasan biaya, tidak dengan Silvia Dwi Susanti (15), seorang gadis warga Desa Cangkring, Lamongan ini

Editor: Sugiyarto
surya/hanif manshuri
Peningkatan berat badan Silvia diketahui sejak usia 9 tahun. Saat itu, tubuh Silvia terus membesar meski hanya makan 2 kali sehari 

TRIBUNNEWS.COM, LAMONGAN - Jika umumnya siswa putus sekolah karena alasan biaya, tidak dengan Silvia Dwi Susanti (15), seorang gadis warga Desa Cangkring, Kecamatan Bluluk, Lamongan, Jawa Timur.

Silvia hanya mengenyam pendidikan hingga kelas 3 SD. Setelahnya, anak desa ini erpaksa meninggalkan bangku sekolah untuk selamanya.

Alasannya, ia malu dengan kondisi badannya yang terus membesar hingga obesitas hingga kini usia 15 tahun.

Saat ini timbangan badannya berbobot 2 kuintal, berat badan yang tak sebanding dengan usia dan perkembangan normal badan manusia pada umumnya.

"Saya sejak kelas 4 MI sudah tidak sekolah, malu," kata Silvia ketika ditemui wartawan di rumahnya belum lama ini.

Anak pasangan Suroso dan Misri terpaksa putus sekolah sejak kelas 4 SD lantaran susah berjalan dan malu dengan teman-temannya di di sekolah.

Diungkapkan Silvia, ia memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah sejak kelas 4 MI. Saat itu, berat badannya mencapai 139 kg.

Kedua orangtuanya tak kuasa dengan keputusan putrinya untuk tidak lagi sekolah.

"Mau gimana, lha wong anaknya malu," kata Misri.

Perkembangan berat badan anaknya itu memang tidak lazim, seperti perkembangan sebayanya.

"Saya tiap hari makannya kita hanya 2 kali," ungkapnya

Usianya kini sudah 15 tahun, berat badan Silvia semakin naik hingga mencapai 197 kg.

Jangankan untuk berangkat ke sekolah bersama teman-temannya, setiap harinya Silvia hanya bisa melihat televisi di rumah dan sesekali berjalan selama beberapa meter beranjak dari tempat duduknya karena mengalami gangguan pernafasan.

Rutinitas Silvia setiap hari kini hanya menikmati program-program TV dan sesekali berjalan selama beberapa menit.

Peningkatan berat badan Silvia diketahui sejak usia 9 tahun. Saat itu, tubuh Silvia terus membesar meski hanya makan 2 kali sehari.

Padahal sebelumnya, tidak ada tanda-tanda kelainan ketika Silvia dilahirkan.

Ia lahir dalam kondisi normal layaknya bayi pada umumnya, dengan berat badan kurang lebih 4 kg.

Diah Setyorini, kakak Silvia mengungkapkan, orangtuanya sudah berupaya melakukan pengobatan terhadap kondisi berat badan Silvia yang kian meningkat itu di antaranya, dengan pengobatan tradisional.

Sejauh ini upaya itu belum membuahkan hasil dan tubuh Silvia terus bertambah membesar.

"Yang bisa kami lakukan hanya sebatas pengobatan cara tradisional," katanya.

Diah menyadari adiknya sampai tidak mau melanjutkan pendidikan, karena saat kelas 4 kerap jadi ledekan teman-temannya.

Sementara menurut Misri, ibu Silvia, obesitas yang diderita anaknya itu sudah ada tanda-tanda sejak kecil.

Hanya saja, kegemukan yang dialami Silvia semakin berkembang sejak MI. Untuk sementara, belum ada rencana untuk memeriksakan Silvia ke pengobatan modern karena Silvia masih tertutup dan malu keluar rumah.

Silvia juga masih takut jika ketemu orang asing dan orang-orang yang memakai seragam.

"Untuk sementara ini dari keluarga sudah pernah berupaya mencari obat ke Jakarta, tetapi ternyata bukan malah kurus tetapi tambah gemuk," papar Mulyono, paman Silvia.

Akibat obesitas yang dideritanya ini, kini Silvia tidak bisa menikmati masa remaja layaknya teman-teman seusianya.

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved