Tak Ada Penularan COVID-19 di Vietnam Dalam Dua Minggu. Apa yang Bisa Dipelajari?
Pemerintah Vietnam menyebut setiap warganya sebagai "prajurit" dalam melawan pandemi. Pengetesan dan pelacakan dilakukan dengan cepat…
Di saat masih ada negara-negara yang masih berada di gelombang pertama COVID-19, seperti Indonesia, atau ada yang baru mengalami awal gelombang kedua, Vietnam tampaknya berhasil mengatasi gelombang kedua.
Dalam dua minggu terakhir Vietnam tidak mencatat kasus virus corona sama sekali, artinya negara komunis tersebut berhasil mengalahkan virus untuk kedua kalinya.
Secara keseluruhan, Vietnam dengan penduduk lebih dari 95 juta orang, sejauh ini hanya memiliki 1.068 kasus dan 35 kasus kematian saat pandemi COVID-19.
Pembatasan yang diberlakukan di kota Da Nang, terkenal sebagai kota resor dan sempat ada 550 kasus di akhir Juli, sekarang sudah dicabut.
Bagaimana pihak berwenang bisa mengatasi penularan COVID-19 yang masih menjadi masalah di berbagai negara tersebut?
Ekonomi mulai bergerak lagi
Pekan lalu, Perdana Menteri Vietnam mengumumkan jika penerbangan dari Vietnam ke Seoul, Guangzhou, Taipei dan Tokyo akan segera dibuka lagi.
Turis belum diperbolehkan datang ke Vietnam, namun pemulangan warga Vietnam dan kedatangan warga asing yang memiliki ketrampilan tinggi atau para investor akan menjadi prioritas.
Keterpurukan ekonomi Vietnam karena COVID-19 tidaklah akan seburuk negara-negara lain di kawasan.
"Vietnam masih akan menjadi salah satu dari sedikit negara yang ekonominya akan tumbuh di tahun 2020, sementara banyak negara lain akan mengalami resesi," kata laporan perusahaan konsultan internasional PricewaterhouseCoopers.
Bank Pembangunan Asia memperkirakan ekonomi Vietnasm akan tumbuh 1,8 persen tahun ini, membuatnya menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang pertumbuhannya tidak minus.
Sementara itu produk domestik bruto Thailand, negara yang sangat mengandalkan pada industri turisme, turun 8 persen.
Namun beberapa pengamat mengatakan pendekatan ketat yang dilakukan Vietnam juga menjadi kekhawatiran.
Beberapa pengamat menyampaikan adanya tekanan tambahan terhadap mereka yang melakukan kritik terhadap pemerintah di masa pandemi.
Laporan PBB mengatakan ratusan orang telah diinterogasi berkenaan unggahan mereka di Facebook mengenai COVID-19.