China Tangguhkan Visa Bagi Warga Jepang dan Korea Selatan Sebagai Tindakan Balasan

Sebuah artikel di Health Times, media resmi Partai Komunis yang berkuasa, mengutip pejabat yang mengatakan penularan sudah menurun di Beijing dan beberapa provinsi.

Tapi di rumah sakit Chuiyangliu di sebelah timur Beijing, tanda-tanda wabah COVID-19 yang melanda fasilitas kesehatan umum terlihat jelas.

Tempat tidur penuh menjelang siang, bahkan saat ambulans membawa lebih banyak pasien. 

Selasa kemarin, pejabat di Shenzhen mengumumkan jika penularan COVID di kotanya sudah mencapai puncak.

Kan Quan, direktur Pencegahan dan Pengendalian Epidemi Provinsi Henan, mengatakan hampir 90 persen dari 100 juga penduduknya sudah tertular pada 6 Januari.

Di Provinsi Jiangsu, puncaknya dicapai pada 22 Desember, sementara di Provinsi Zhejiang gelombang infeksi pertama telah berlalu.

Produsen obat Pfizer jadi sasaran

Aturan perbatasan bukan satu-satunya konflik terkait COVID-19 yang terjadi di China.

Media milik pemerintah China mengecam produsen obat Pfizer atas harga obat COVID produksinya, Paxlovid.

"Bukan rahasia lagi bahwa kekuatan kapital dari Amerika Serikat telah menumpuk kekayaan dari seluruh penjuru dunia melalui penjualan vaksin dan obat-obatan, dan pemerintah Amerika Serikat berkoordinasi selama ini," kata editorial tabloid Global Times.

Direktur Utama Pfizer Albert Bourla sudah mengakui bahwa pihaknya membahas tentang harga obat Paxlovid dengan pemerintah China, tapi tidak membicarakan tentang perizinan untuk memproduksi versi generiknya.

Perubahan kebijakan penanganan COVID di China yang mendadak pada Desember lalu, yakni dengan melonggarkan aturan seperti 'lockdown', membuat rumah sakit tidak siap dengan perlengkapan. Sementara fasilitas kesehatan di kota-kota kecil berebut untuk mendapatkan obat anti-demam.

Diproduksi oleh Farid Ibrahim dari artikel ABC News yang selengkapnya dapat dibaca di sini.