Pemda di Sumatera Siap Bantu Percepat Pembebasan Lahan untuk JTTS
Belum keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) yang berisi penugasan negara kepada PT Hutama Karya
Editor:
Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Belum keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) yang berisi penugasan negara kepada PT Hutama Karya (Persero) untuk menjadi pengembang dan operator Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) merupakan salah satu bukti pemerintah pusat setengah hati dalam melakukan berbagai upaya pembangunan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Sumatera.
Perpres tersebut merupakan payung hukum untuk segera dilaksanakaannya pembangunan JTTS. Masyarakat dan pemerintah daerah se Sumatera sudah lama menunggu direalisasikannya JTTS.
Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Selatan Johanes HT dalam diskusi “Menunggu Realisasi Janji Pemerintah Pusat Melakukan Pembangunan JTTS” di Jakarta.
Acara yang dipandu Dosen FISIP UI Eman Sulaeman Nasim itu menghadirkan pembicara lainnya, Pengamat Konstruksi yang juga mantan Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI) Ir H. Soeharsojo.
“Penugasan negara kepada PT Hutama Karya (persero) untuk menjadi pengembang dan operator Jalan Tol Trans Sumatera itu sudah melalui proses yang panjang dan sesuai dengan peraturan yang ada. Tidak ada peraturan yang dilanggar. Karena itu, kami berharap Perpres JTTS jangan lagi ditunda tunda jika ingin membangun masyarakat dan daerah Sumatera,” papar Kepala Bapeda Sumatera Selatan Johanes HT, kepada pers Sabtu (15/2) di Jakarta.
Johanes menyampaikan hal tersebut mengomentari pernyataan Sekretaris Kabinet Dippo Alam yang menyebutkan Perpres Jalan Tol Trans Sumatera belum dikeluarkan karena harus melalui kajian yang matang untuk menghindari adanya masalah di kemudian hari.
Menurut Johanes HT, Rencana pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera itu sudah lama bergulir. Pemerintah melalui Menteri BUMN Dahlan Iskan dan pemerintah se Sumatera sudah beberapa kali bertemu untuk berdiskusi merencanakan pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera guna meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Sumatera. Semula para kepala daerah dan Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan menunjuk PT Jasa Marga untuk bisa merealisasikan Jalan Tol Trans Sumatera. Nota kesepahamanpun sudah dibuat.
“Tetapi PT Jasa Marga saat ini sudah go publik. Hingga statusnya bukan lagi perusahaan yang seratus persen sahamnya milik atau dikuasai negara. Sehingga tidak mungkin negara membiaya atau memberikan jaminan kepada perusahaan yang sudah go public. Karena itu kemudian penunjukkan beralih ke PT Hutama Karya, karena perusahaan itu merupakan perusahaan yang 100 persen milik negara. Karena itu Perpresnya pun langsung menyebut nama perusahaan yang akan mendapat penugasan negara,” papar Johanes HT.
Hal senada disampaikan Pengamat Konstruksi yang juga mantan Ketua Umum Badan Pimpinan Pusat Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Soeharsojo. Menurut Soeharsojo, penugasan negara kepada PT Hutama Karya untuk menjadi pengembang dan operator JTTS sudah melalui sejarah dan proses yang panjang. Persyaratan utamanya selain PT Hutama Karya 100 persen sahamnya dimiliki negara, juga berpengalaman dalam membangun Jalan Tol.
Baik Soeharsojo maupun Johanes HT tidak mempermasalahkan siapapun perusahaan yang ditunjuk atau diberikan penugasan negara untuk membangun jalan tol. Sepanjang perusahaan tersebut seratus persen milik negara. Yang penting, Sumatera bisa segera memiliki jalan tol sehingga mobilitas penduduk dan barang bisa bergerak cepat dan pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat dapat cepat meningkat.
Terhadap keinginan pemerintah pusat agar dilakukan tender ulang pembangunan JTTS, Baik Soeharsojo maupun Johannes HT justru mempertanyakan maksud dan tujuannya. Alasannya pembangunan jalan tol Trans Sumatera sudah beberapa kali dilakukan tender.
Jika dilakukan tender lagi, hal itu hanya akan memperlambat realisasi dari pembangunan JTTS itu sendiri. Sebagai contoh saat ini untuk ruas yang sedang dalam proses lelang Medan – Tebing tinggi saja memerlukan VGF (viability Gap Fund) dari pemerintah berupa pembangunan seksi medan kualanamu.
Padahal ruas ini adalah ruas yang paling padat lalulintasnya. VGF Adalah dukungan pemerintah untuk kelayakan proyek. Proyek yang mendapatkan VGF adalah proyek yang tidak layak. Bukankah hal ini memberi kesan memperlambat. Belum lagi proses lelang investasinya yang memakan waktu hampir 2 (dua) tahun.
“karena itu, adanya Perpres yang memberikan penugasan negara kepada PT Hutama Karya sebagai pengembang dan operator jalan tol Trans Sumatera, itu merupakan sebuah terobosan untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan jalan Tol di wilayah Sumatera,”papar Soeharsojo
Johanes HT menilai, keinginan pemerintah pusat untuk melakukan tender ulang pembangunan JTTS dan kekhawatiran akan banyak permasalahan saat melakukan pembebasan lahan, hanyalah ke kekhawatiran dan permasalahan yang dicari cari oleh pemerintah pusat. Sekarang pertanyaannya, pemerintah pusat mau atau tidak membangun Sumatera. Kalau mau segeralah keluarkan Perpres.