Selasa, 19 Agustus 2025

Virus Corona

Indef: Kasus Harian Covid-19 Masih Menanjak Tapi Pemerintah Sudah Berlakukan New Normal

Beberapa negara melakukan new normal ketika kasus positif Covid-19 turun, bukan saat telah mencapai 36.427 orang per hari ini atau naik 1.111 orang.

Penulis: Yanuar Nurcholis Majid
Editor: Dewi Agustina
Tribunnews/Herudin
Suasana aktivitas jual beli di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Jumat (12/6/2020). Menjelang new normal (kenormalan baru), Pemprov DKI Jakarta akan menerapkan aturan ganjil genap di semua pasar yang ada di ibu kota mulai Senin pekan depan, 15 Juni 2020. Semua los atau kios di pasar hanya boleh beroperasi pada tanggal ganjil atau genap sesuai nomor yang diberikan untuk mencegah penyebaran virus corona (Covid-19). Tribunnews/Herudin 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengaku heran dengan pemerintah karena kasus positif virus corona atau Covid-19 masih naik, tapi sudah memberlakukan kebijakan normal baru atau new normal.

Ekonom dan Direktur Program Indef Jakarta Esther Sri Astuti mengatakan, beberapa negara melakukan new normal ketika kasus positif Covid-19 turun, bukan saat telah mencapai 36.427 orang per hari ini atau naik 1.111 orang.

"Kasus harian Covid-19 masih menanjak, makanya saya heran kalau pemerintah sudah memberlakukan new normal. Di beberapa negara yang sudah memberlakukan new normal itu biasanya kasus hariannya sudah menurun, mereka melakukan pelonggaran," ujarnya saat teleconference, Jumat (12/6/2020).

Namun, kenyataannya di Indonesia dengan kasus harian terus menanjak, pemerintah sudah memberlakukan kebijakan pelonggaran.

Padahal, kata Esther, yang namanya virus Covid-19 ini dampaknya sangat dahsyat, bukan hanya seperti kasus krisis finansial tahun 1998.

Baca: Masih Muda Sudah Ubanan, Ketahui Penyebabnya

Baca: Kembali Berduet dengan Rita Sugiarto, Rhoma Irama Sudah Anggap seperti Adik Sendiri

Menurutnya ini jauh lebih dahsyat karena dampak Covid-19 tidak hanya dari sisi kesehatan, tapi juga perekonomian sekaligus.

"Karena disini ada global value chain yang rusak dari pasokan maupun dari permintaan itu terganggu. Dari supplier perusahaan tidak bisa memproduksi dengan baik karena terganggu bahan bakunya, pasokannya itu berkurang dan dari sisi permintaan masyarakat itu tidak bisa membeli produk karena memang daya belinya menurun," ujar dia.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan