Menebak Gerak IHSG di Tengah Ancaman Omicron dan Kebijakan Bank Sentral AS
Pengamat keuangan Ariston Tjendra memperkirakan gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih berfluktuasi.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat keuangan Ariston Tjendra memperkirakan gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih berfluktuasi.
Ariston menebak pasar saham tanah air dalam jangka pendek masih dipengaruhi ancaman munculnya varian Omicron.
"Bisa jadi karena kekhawatiran baru terhadap masuknya Omicron di Indonesia," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews, ditulis Jumat (17/12/2021).
Baca juga: Varian Omicron Masuk RI, IHSG Ditutup Merosot Setelah Dibuka Menguat
Sementara itu, sentimen yang memengaruhi pergerakan IHSG dalam jangka menengah bisa juga karena kebijakan pengumuman Bank Sentral Amerika Serikat mempercepat tapering pada kemarin.
"Percepatan tapering ini membuka ekspektasi kenaikan suku bunga acuan AS lebih cepat dan mungkin bisa terjadi 3 kali tahun depan," kata Ariston.
Baca juga: IHSG ke Zona Merah Usai Dibayangi Omicron, Berikut Saham-Saham yang Banyak Diobral Asing
Kendati demikian, memang banyak penelitian menyatakan varian Omicron tidak berbahaya, tapi pelaku pasar masih mengamati lebih lanjut dampaknya.
Apalagi Omicron disebut lebih cepat menular serta beberapa waktu lalu, Perdana Menteri Inggris mengungkap adanya kasus kematian karena Omicron di negaranya.
Dia menambahkan, paling terpenting untuk IHSG ke depan yakni jangan sampai varian Omicron mendominasi kasus baru di tanah air.

"Tapi, asalkan ke depannya Omicron tidak memicu PPKM ketat di Indonesia. Efek negatif ke bursa (saat ini) mungkin tidak lama," pungkas Ariston.
Masuknya Omicron di RI
Sebelumnya, meskipun pemerintah telah menerapkan kebijakan yang ketat untuk mengantisipasi penetrasi Covid-19 varian Omicron, telah muncul kasus terpapar varian tersebut.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin langsung mengumumkan hasil identifikasi satu orang terpapar varian Omicron yang merupakan pekerja di Wisma Atlet, pada Kamis (16/12/2021).
Pasien suspek pertama itupun disebutkan memiliki gejala ringan, tanpa batuk dan demam. Hanya saja hasil tes PCR dan penelitian lebih jauh mengonfirmasi paparan virus Covid-19 varian Omicron seorang dari tiga orang pekerja yang diperiksa.
Di lain sisi, munculnya kasus varian Omicron meningkatkan kewaspadaan di tengah belum tuntasnya wabah Covid-19. Hingga kini, varian yang muncul kali pertama di Afrika Selatan dinilai beberapa epidemolog memiliki daya tular lebih cepat dibandingkan varian Delta, sedangkan tingkat fatalitas varian tersebut masih belum diketahui secara jelas.
The Fed Percepat Tapering, BI Perkirakan Suku Bunga Kebijakan AS Naik Sekali di 2022
Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) telah mengumumkan akan mempercepat laju pengurangan pembelian aset (tapering off). Alhasil, kebijakan The Fed akan lebih hawkish.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, arah kebijakan bank sentral AS ini perlu dicermati, terlebih terkait kemungkinan kenaikan suku bunga kebijakan The Fed setelah tapering off berakhir.
Menurutnya, The Fed hanya akan menaikkan suku bunga kebijakannya satu kali pada tahun 2022 dan itupun pada kuartal III-2022 atau selambatnya pada kuartal IV-2021.
Namun, dugaan Perry ini rupanya berbeda dengan bacaan pasar, yang memperkirakan kenaikan suku bunga kebijakan The Fed di tahun depan sebanyak 2 kali dan akan dimulai pada Juni 2022 alias pada akhir kuartal II-2022.
Baca juga: Loyo, Rupiah Ditutup ke Level Rp 14.362 Per Dolar AS, Mata Uang dengan Pelemahan Terdalam di Asia
“Begitu bacaan kami kenaikan Fed Fund Rate yang secara fundamental pada kuartal III-2022 atau pada kuartal IV-2022. Namun, bacaan pasar kemungkinan mulai Juni 2022, data dependen,” ujarnya, Jumat (17/12).
Dalam hal ini, Perry mengungkapkan ada dampaknya terhadap Indonesia. Pertama, terkait arus investasi portofolio global ke emerging market termasuk Indonesia. Kedua, dampak pada imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) dan nilai tukar rupiah.
Untuk itu, Perry akan berusaha sekuat mungkin dalam menjaga stabilitas, baik stabiltas moenter, stabilitas sistem keuangan, stabilitas nilai tukar rupiah, dan stabilitas pasar SBN.
“BI tidak segan-segan untuk melakukan stabilitasi yang diperlukan agar nilai tukar rupiah tetap stabil mendukung ekonomi Indonesia dan mendukung pemulihan ekonomi,” tandasnya.