Harga Minyak Goreng
Usai Panggil 10 Produsen, KPPU Minta Keterangan Ritel soal Dugaan Kartel Minyak Goreng
KPPU telah memanggil 10 produsen minyak goreng, sebagai langkah investigasi dugaan kartel pada komoditas pangan tersebut.
Penulis:
Seno Tri Sulistiyono
Editor:
Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah memanggil 10 produsen minyak goreng, sebagai langkah investigasi dugaan kartel pada komoditas pangan tersebut.
10 produsen tersebut dimintai keterangan KPPU sejak awal Februari hingga 16 Februari 2022.
"Saat ini kami masing mengumpulkan alat bukti, mendengarkan keterangan dari berbagai pihak khususnya produsen, ada 10 produsen," kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur saat dihubungi, Sabtu (19/2/2022).
Baca juga: Akan Usut Penimbun 1 Juta Kg Minyak Goreng, Gubernur Sumut: Jangan Bermain Diatas Derita Rakyat
Namun, Deswin tidak dapat menyebut nama-nama produsen minyak goreng tersebut karena masih dalam proses pendalaman.
Menurutnya, pada pekan depan KPPU akan memanggil pemain ritel dan asosiasi terkait minyak goreng.
"Hasilnya pemanggilan masih di olah oleh tim investigator kami. Segera kami sampaikan jika ada update khusus," tutur Deswin.
Baca juga: Tim Bareskrim Diterjunkan ke Sumut Cek Temuan 1 Juta Kg Minyak Goreng Ditimbun
Sebelumnya, sejumlah pihak menduga mahalnya harga minyak goreng akibat adanya permainan harga oleh pihak-pihak tertentu.
Bahkan, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sampai membuat petisi di Change.org sebagai upaya mendesak KPPU mengusut dugaan kartel minyak goreng.
Petisi tersebut diberi judul Langka dan Harganya Mahal, Usut Tuntas Dugaan Kartel Minyak Goreng!
PKS Minta Pemerintah Bentuk Tim Pengawas Lawan Kartel Minyak Goreng
Menyusul diterapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) komoditas crude palm oil (CPO) akhir Januari 2022, Wakil Ketua FPKS DPR RI Mulyanto meminta agar pemerintah segera bentuk tim pengawas.
Mulyanto mengatakan tim ini bertugas mengawasi pelaksanaan DMO CPO sekaligus menindak perusahaan CPO dan minyak goreng yang terbukti terlibat kartel.
Pemerintah diminta untuk tidak segan menindak siapapun yang terbukti mengacaukan sistem produksi dan distribusi minyak goreng, karena perbuatan mereka telah menyengsarakan masyarakat.
"Tim terdiri dari Kementerian terkait, Kepolisian dan Kejaksaan. Tim ini harus kuat karena berhadapan dengan kartel yang ditenggarai mempunyai jaringan luas," ujar Mulyanto kepada wartawan, Senin (7/2/2022).
Anggota Komisi VII DPR RI itu mengatakan pemerintah harus konsisten dan tegas dalam menerapkan kebijakan DMO CPO ini.
"Jangan sampai mencla-mencle dan terkesan takut kepada taipan minyak sawit. Hari ini masih banyak laporan masyarakat, bahwa minyak goreng curah sulit ditemui di pasaran. Untuk itu, pemerintah mengawasi rantai distribusi CPO dan minyak goreng ini untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan DMO tersebut," ujar dia.
Berkaca dari pengalaman DMO batubara, dia menyebut pemerintah perlu melakukan evaluasi bulanan dan penerapan denda fee kompensasi yang signifikan bagi pengusaha nakal, bahkan bila perlu dijatuhkan sanksi tegas berupa pencabutan izin ekspor atau izin produksi.
"DMO ini kan sebentuk sharing the pain dari para pengusaha sawit yang selama ini menikmati untung dari CPO untuk pembangunan nasional termasuk ketahanan energi.
Kebijakan ini diharapkan dapat menjaga kuota CPO untuk memenuhi kebutuhan pasar minyak goreng dan biofuel domestik secara bersama-sama, apalagi kita telah berkomitmen untuk terus mengembangkan biofuel dalam rangka menekan impor BBM, reduksi karbon dan mengurangi defisit transaksi berjalan.
Baca juga: Kepolisian Diminta Usut Tuntas Kasus Peredaran Minyak Goreng Palsu Isi Air
Menurut Mulyanto, kompetisi antara bahan bakar (biofuel) dan bahan makanan (minyak goreng) terhadap CPO ini dapat dicegah dengan kebijakan DMO ini.
"Apalagi kedua komoditas tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang harganya harus dijaga stabil," pungkas dia.
Sebagai informasi, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) bagi eksportir Crude Palm Oil (CPO).
Melalui aturan DMO yang dikeluarkan Kemendag, produsen yang melakukan ekspor CPO diwajibkan memasok 20 persen kuota ekspornya untuk kebutuhan dalam negeri.
Sementara aturan DPO menerapkan harga jual CPO di dalam negeri sebesar Rp 9.300 per kilogram dan Rp10.300 per liter untuk olein.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, mengatakan aturan DMO dan DPO CPO tidak mengganggu kegiatan ekspor CPO ke luar negeri, melainkan untuk mengamankan stok minyak goreng di dalam negeri.