Risiko Paparan BPA pada Air Minum Galon Tuai Polemik dan Jadi Bahasan Hangat Berbagai Kalangan
Potensi bahaya bhispenol-A atau BPA pada kemasan pangan telah menjadi pembicaraan industri sejak awal 90-an.
Penulis:
Yulis
Editor:
Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM - Potensi bahaya bhispenol-A atau BPA pada kemasan pangan telah menjadi pembicaraan industri sejak awal 90-an.
Bisphenol-A merupakan senyawa kimia yang banyak digunakan di berbagai macam produk rumah tangga seperti pada galon air isi ulang. Hal ini menyebabkan risiko paparan BPA terhadap manusia sangatlah besar.
Dilansir dari Kompas.com, ahli kimia makromolekuler dari Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Muhammad Ghozali pun membenarkan bahwa plastik yang terbuat dari BPA bisa menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan.
"Kalau dalam penggolongan jenis plastik kan umumnya ada tujuh, yakni PET, HDPE, PVC, LDPE, PP, PS dan lainnya. Lainnya ini antara lain ada PC (polycarbonate). Nah BPA ini biasanya digunakan dalam PC. BPA ini diduga dapat menimbulkan efek negatif untuk kesehatan," kata Ghozali.
Memahami risiko bahaya ini, sejumlah negara maju sudah mengambil langkah untuk mengganti BPA dengan bahan lain yang lebih aman.
Mengutip dari Kontan.co.id, sejak tahun 2010, Pemerintah Kanada sudah melarang penggunaan plastik BPA pada botol minum bayi.
Baca juga: Paparan BPA Galon Air Berbahaya bagi Kesehatan, Pelabelan Kemasan Dinilai Penting
Begitu juga dengan Austria yang melarang BPA sejak 2011, lalu Belgia sejak 2012, Swedia sejak 2012, Prancis sejak 2012 dan Denmark sejak 2013.
Melalui regulasi yang ketat dari pemerintah masing-masing, negara-negara maju tersebut sudah melarang penggunaan kemasan yang berbahan baku plastik BPA, bahkan di Prancis justru telah melarang seluruh kemasan plastik BPA.
Indonesia belum adopsi
Namun sayangnya, Indonesia belum memiliki regulasi yang mengatur secara ketat penggunaan kemasan makanan atau minuman yang mempunyai kandungan BPA serta labelisasi produk yang berisiko mengandung BPA dan sejauh ini baru hanya sebatas penerapan di botol bayi dan wadah makanan.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menegaskan, negara harus hadir untuk melindungi masyarakat, terutama anak-anak dari ancaman kesehatan dari paparan BPA.
Baca juga: Temukan Kontaminasi BPA di Galon Isi Ulang, BPOM: Kami Akan Evaluasi dan Buat Peraturannya
”Regulasi BPA perlu didesain ulang sebagai upaya untuk melindungi masyarakat. Tidak ada toleransi BPA bagi anak, bayi, dan ibu hamil. Regulasi perlu lebih tegas diiringi dengan edukasi yang masif mengenai bahaya BPA pada kemasan makanan,” ujar Arist dikutip dari Kompas.id.
Saat ini dinilai sebagai momen tepat bagi Indonesia untuk turut berbenah demi mengantisipasi risiko paparan BPA yang memiliki dampak bahaya bagi kesehatan masyarakat.
Baca juga: BPOM RI: Revisi Aturan BPA AMDK Sedang Berproses
Dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat untuk jangka panjang, saat ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun sudah mengambil langkah dengan mencantumkan sejumlah pasal terkait pelabelan potensi bahaya BPA pada galon guna ulang dalam draft revisi Peraturan BPOM tentang Label Pangan Olahan.
“BPOM belajar dari tren yang berlangsung, dinamika regulasi negara lain dan mempertimbangkan kesiapan industri pangan serta dampak ekonomi,” ungkap Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Rita Endang.
Dalam draft tersebut BPOM mengharuskan produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat untuk mencantumkan keterangan "Berpotensi Mengandung BPA".
Namun BPOM memberlakukan pengecualian bagi produsen yang mampu membuktikan sebaliknya via pengujian laboratorium terakreditasi atau laboratorium pemerintah.
Sementara untuk produsen AMDK yang menggunakan plastik selain polikarbonat, rancangan peraturan membolehkan untuk mencantumkan label "Bebas BPA".
Draft rancangan peraturan pelabelan potensi bahaya Bisfenol-A (BPA) pada air minum galon tersebut juga telah rampung proses harmonisasi dan tengah menunggu proses pengesahannya menjadi Peraturan BPOM.
Pro-kontra Wacana labelisasi BPA-free
Namun rencana regulasi labelisasi BPA-free ini masih menuai pro dan kontra dari sejumlah pihak. Menurut keterangan tertulis yang diterima Tribunnews, Ketua Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan (Aspadin) Rachmat Hidayat menyatakan menolak rencana pelabelan risiko BPA.
Ketua organisasi lobi dagang industri AMDK ini menjelaskan, rencana pelabelan tersebut akan berdampak pada banyaknya industri kecil yang gulung tikar dan mematikan industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang telah bertahun-tahun digunakan masyarakat.
"Galon guna ulang sudah digunakan hampir 40 tahun, tidak saja oleh rumah tangga di perkotaan tetapi juga di sub-urban, termasuk di institusi pemerintah, rumah sakit, kantor dan lainnya," ujar Rachmat.
Terkait hal ini Peneliti Balai Teknologi Polimer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Chandra Liza mengungkapkan bahwa ketentuan penentuan ambang batas maksimal residu BPA dipastikan tidak akan berdampak langsung terhadap industri AMDK skala kecil.
Pasalnya, mayoritas industri AMDK ini tidak mempergunakan bahan kemasan galon.
“Yang mempergunakan BPA untuk tempat kemasan galon saja. Untuk gelas plastik dan air minum kemasan medium tidak mempergunakan bahan BPA, sehingga penerapannya pastinya akan berdampak langsung pada pelaku AMDK skala besar. Semestinya perusahaan besar juga sudah mempersiapkan perkembangan ini,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pemasok dan Distributor Depot Air Minum Indonesia (APDAMINDO) Budi Dharmawan mengungkapkan, penolakan dan polemik soal isu pelabelan galon air minum dalam kemasan hanya sekadar upaya mempertahankan dominasi pasar air minum dalam kemasan.
Sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan industri kecil depot air minum kemasan. “Kalaupun konsumen membawa ember pun tetap akan kami layani. Tidak harus tempat penampungan air jenis galon,” paparnya.
Karena itu, kalaupun kelak BPOM melarang penggunaan galon berkandungan BPA, Budi mengaku siap mendukung bila tujuannya demi kepentingan kesehatan masyarakat secara luas.
Tapi Budi menyarankan agar diputuskan jalan tengah atau win-win solution yang dapat mengakomodasi kepentingan pelaku industri besar air minum kemasan maupun kebijakan BPOM. Dia juga menyadari ribuan orang menggantungkan hidupnya dalam sektor industri besar air minum dalam kemasan.