PPN Naik 11 Persen Bikin Jumlah Orang Miskin Bisa Bertambah
Kenaikan tarif PPN tanpa disertai perbaikan pendapatan masyarakat yang signifikan akan menggerus daya beli masyarakat.
Editor:
Choirul Arifin
“Itu semua adalah instrumen, dicoba untuk ikut berkontribusi dalam membangun
fondasi pajak Indonesia yang kuat,” katanya.
Sri Mulyani juga menegaskan tidak semua barang/jasa terdampak tarif PPN 11 persen mulai 1 April 2022. Dia bilang, pemerintah tetap mengecualikan beberapa barang/jasa yang dibutuhkan warga dari pengenaan PPN.
Beberapa barang/jasa tertentu pun hanya dikenakan tarif PPN sebesar 1 persen, 2 persen, atau 3 persen.
"Supaya tidak kena (tarif PPN) 11 persen, diberikan kemungkinan untuk mendapat tarif
yang hanya 1,2, dan 3 persen. Jadi bahkan enggak 10 persen. Turun menjadi 1-3
persen, itu konsep keadilan," kata Sri Mulyani.
Dalam UU HPP, tarif 1 persen hingga 3 persen diberikan kepada jenis barang/jasa tertentu atau sektor usaha tertentu melalui penerapan tarif PPN final dari peredaran usaha.
Sementara itu, PPN 0 persen diberikan kepada barang/jasa yang dianggap sangat dibutuhkan masyarakat, yakni kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial, dan beberapa jenis jasa lainnya.
Tercantum dalam pasal 16B dan pasal 4A UU HPP, ada 15 barang/jasa yang tak kena
PPN alias tarif PPN 0 persen. Barang/jasa tersebut ialah jenis makanan dan minuman tertentu, uang dan emas batangan, jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, jasa yang disediakan pemerintah, jasa penyediaan tempat parkir, dan jasa boga atau katering.
Kemudian, tarif PPN 0 persen juga diterapkan pada ekspor barang kena pajakberwujud, ekspor barang kena pajak tidak berwujud, dan ekspor jasa kena pajak.
"Kalau kita sebutkan (contohnya) seperti beras. Tapi ada beras yang sangat premium,
ada beras yang biasa, itulah yang kita sampaikan, yang kebutuhan bahan pokok
masyarakat kita bebaskan PPN-nya," kata Sri Mulyani.
Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menambahkan, pajak sudah memberikan kemudahan untuk kelompok kecil dan menengah dengan tarif yang hanya 0,5 persen dari omzet.
"Ditambah lagi dukungan UU HPP dengan pembebasan pajak untuk omzet di bawah Rp 500 juta, sehingga ini sangat dirasakan pelaku UMKM," ujarnya.(Tribun Network/van/wly)