Rabu, 10 September 2025

Harga Beras Melonjak

Kemendag Berencana Impor Beras Lagi, Anggota Komisi VI DPR Sebut Pemerintah Malas Berpikir

Meski sejak Februari 2023 sudah memasuki panen raya di sentra-sentra produksi beras, tetapi harga beras hingga saat ini tak kunjung turun.

Tribunnews/Herudin
Suasana aktivitas pekerja mengangkut beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi VI DPR mengkritik langkah pemerintah yang berencana melakukan impor beras sebanyak 500 ribu ton pada Maret 2023.

Anggota Komisi VI DPR Amin AK menilai pemerintah malas berpikir dan merancang solusi yang berdimensi jangka panjang untuk mengendalikan stabilitas harga dan pasokan beras.

"Jangankan berswasembada beras, mengendalikan harga dan pasokan saja gagal," katanya kepada Tribunnews, Jumat (17/3/2023).

Menurutnya, impor beras yang telah dilakukan awal 2023 untuk mengintervensi pasar tidak efektif.

Baca juga: Harga Beras Premium dan Medium Hari Ini Naik Menyusul Penetapan HPP dan HET Oleh Pemerintah

Terlebih, meski sejak Februari lalu sudah memasuki panen raya di sentra-sentra produksi beras, harga beras tak kunjung turun.

"Dirut Bulog dalam berbagai kesempatan menyampaikan, beras impor sebanyak 500 ribu ton sudah masuk semua pada 16 Februari 2023 lalu atau sebelum panen raya. Pernyataan itu pun dibenarkan oleh Mendag Zulhas," kata Amin.

"Lah, ini harga beras kok malah terus naik. Lucunya, presiden malah heran dengan fenomena ini. Artinya enggak paham masalah dan solusinya," ujarnya melanjutkan.

Ia menyebut kebijakan impor tidak akan berjalan efektif untuk mengendalikan harga beras karena pemerintah dinilai tidak paham inti masalahnya.

"Kebijakan ini kemungkinan hanya akan menguntungkan pihak-pihak tertentu saja, yang berburu cuan atau rente dari impor pangan," kata Amin.

Menurut Amin, tanpa menyelesaikan inti masalahnya, pada akhirnya konsumen tetap harus membayarkan harga beras yang mahal.

Sementara petani yang saat ini masih panen raya, terpaksa harus merugi karena harga jual gabah akan tertekan hingga di bawah biaya produksi.

"Sejak tahun lalu, para ahli sudah mewanti-wanti harga beras akan melonjak karena kenaikan biaya produksi. Biaya produksi naik karena kenaikan biaya input produksi terutama pupuk, tenaga kerja, dan transportasi akibat pengurangan subsidi BBM.

Amin mengatakan pemerintah tidak berhasil menata ulang tata niaga pangan termasuk beras, salah satunya karena tata niaga pangan masih dikendalikan oleh kelompok tertentu.

"Padahal pemerintah punya semua instrumen untuk mewujudkan keberpihakan pada rakyat," katanya.

Melihat harga beras medium yang menyentuh Rp 12 ribu per kg dan harga beras premium mendekati Rp14 ribu per kg, ia menilai lonjakan ini bukan disebabkan kenaikan harga gabah di tingkat petani.

Namun inefisiensi di dalam sistem rantai pasok atau tata niaga perdagangan beras.

Sebagaimana diketahui, menurut Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga beras di penggilingan sebesar Rp 6.200 - Rp 6. 300 per kg.

Menurut dia, jika semua kementerian menjalankan tupoksinya masing-masing terkait pangan, dia menyakini stabilitas harga dan stok beras dan kebutuhan pokok lainnya bisa cepat diatasi.

"Dalam Raker dengan Komisi VI kemarin, Menteri Perdagangan mengatakan, Kemenko Perekonomian mengambil alih keputusan soal impor ini. Meskipun Mendag tidak setuju, impor harus dijalankan. Lalu apa gunanya Badan Pangan Nasional dan juga bagaimana kewenangan kementerian teknis?" Ujar Amin.

Ia menilai adanya sebuah tumpang tindih kewenangan. Seharusnya masing-masing Kementerian/Lembaga menjalankan tupoksinya.

"Perencanaan lintas sektoral dan lintas daerah disusun oleh Bappenas, konsolidasi anggaran oleh Kementerian Keuangan, dan semua data yang dijadikan acuan harus dari Badan Pusat Statistik (BPS) agar kebijakan yang dikeluarkan berbasis data yang obyektif," kata Amin.

Sebagai informasi, dikutip dari Kompas.com, pemerintah kembali membuka opsi untuk melakukan impor beras sebesar 500.000 ton. Alasannya, untuk menjaga ketersediaan stok dan stabilitas harga beras di pasar.

Hal tersebut disampaikan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/3/2023).

Menurut Zulhas, saat ini stok beras di Bulog sekitar 300.000 ton.

Baca juga: Presiden Jokowi Heran Harga Beras Tak Kunjung Turun Meski Sedang Panen Raya

"Beras ini, kemarin dipimpin presiden, kapanpun diperlukan kita bisa masuk lagi (impor) 500.000 ton, karena stok Bulog yang 1,2 juta, sekarang kalau enggak salah tinggal 300.000-an," kata Zulkifli.

Dia mengatakan, pemerintah tak memiliki pilihan lain dalam menjaga ketersediaan beras selain melakukan impor beras.

"Walaupun berat, saya ini sebenarnya enggak setuju impor-impor itu, tapi tidak ada pilihan. Kemarin diputuskan kembali 500.000 ton, tapi (kita lihat) kapan diperlukan, karena sekarang lagi panen raya," ujarnya.

Ia juga memastikan impor beras tidak akan dilakukan dalam waktu dekat mengingat saat ini masih periode panen raya.

Zulhas mengatakan, opsi impor beras tetap disiapkan guna mengantisipasi ketersediaan beras pemerintah.

"Belum sekarang ini (impor beras) kan lagi panen raya enggak mungkin, tapi kalau kita enggak beli nanti enggak ada (stok) gimana?," tuturnya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan