Jumat, 3 Oktober 2025

Harga Gabah

Harga Gabah Jauhi HPP, Hanya Dipatok Rp5.200 per Kg, Peran Penyerapan Bulog di Petani Dipertanyakan

Sampai saat ini, serapan Bulog belum maksimal dan belum mengacu pada HPP yang sudah diterapkan.

|
TRIBUN JABAR/TRIBUN JABAR/GAN
Buruh tani melakukan perontokan gabah melalui proses mekamis pada panen padi di kawasan Mengger, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perum Bulog diminta mengoptimalkan perannya dalam melakukan penyerapan gabah di tingkat petani, di mana harganya saat ini anjlok di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP).

Di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, per kilogramnya mencapai Rp 5.200 - Rp 5.300 per kilogram (kg), jauh dari HPP sebesar Rp 6 ribu per kg.

Berdasarkan Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 4 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Perbadan 6 Tahun 2023 tentang Harga Pembelian Pemerintah dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras, harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani dengan kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa maksimal 10 persen, dibanderol sebesar Rp 6 ribu per kg.

Pengamat Pertanian Center of Reform on Economic (CORE) Eliza Mardian menyampaikan, penurunan harga gabah sebelum panen raya merupakan suatu anomali karena sebelum panen raya biasanya harga gabah relatif tinggi. 

Baca juga: Harga Gabah Anjlok di Bawah HPP, Wamentan Sudaryono Ultimatum Bulog Serap dalam 2 Hari

Menurutnya, harga gabah hanya turun ketika panen raya berlangsung atau ketika ada isu impor. Hal ini disebut harus menjadi perhatian serius pemerintah.

Harga gabah yang berada di bawah HPP disebut akan sangat mempengaruhi kesejahteraan petani.

Jika terus mengalami penurunan, harga gabah bisa makin menjauh dari HPP yang telah ditetapkan, terlebih pada 15 Januari 2025 pemerintah akan menaikkannya dari Rp 6 ribu ke Rp 6.500 per kg.

"Apalagi biaya produksi usaha tani saja naik. Dengan HPP Rp 6.500 saja itu hampir setara modal yang real dikeluarkan petani. Apalagi jika anjlok jadi Rp 5.300. Tentu ini merugikan petani. Bisa menurunkan daya belinya," kata Eliza kepada Tribunnews, Senin (13/1/2025).

Ia pun mempertanyakan peran Bulog di tengah penurunan harga ini. Seharusnya, BUMN pangan tersebut melakukan stabilisasi dengan menyerap gabah dari petani.

Eliza menduga Bulog tak bisa menyerap gabah secara optimal karena cadangan beras pemerintah masih banyak, sehingga gudangnya tidak bisa lagi menyerap gabah petani.

Jika gudang sudah penuh, ia menilai Bulog seharusnya mencari gudang alternatif, misalnya dengan memanfaatkan resi gudang atau gudang milik BUMN lain.

Selain itu, Bulog juga dinilai harus lebih aktif dalam menyerap gabah dengan menjemput bola secara langsung.

Menurut Eliza, selama ini petani kerap kebingungan ketika ingin menjual gabah mereka ke Bulog karena minimnya informasi dan harus mengeluarkan biaya transportasi.

"Kalau menjual ke bandar, bandarnya jemput bola. Petani tidak pusing lagi mengirimkan barangnya dan tidak mengeluarkan biaya ongkos ke Bulog. Gudang Bulog ini kan tidak di setiap desa," ucap Eliza.

Ia pun meminta pemerintah untuk turun tangan menangani ini karena tidak bisa jika hanya menyerahkan kepada mekanisme pasar.

Jika hanya mengandalkan mekanisme pasar, daya beli petani dalam negeri akan makin tergerus dan mereka berpotensi terjerumus ke jurang kemiskinan.

"Lebih baik APBN digunakan untuk memitigasi penurunan kesejahteraan petani, dengan begitu biaya yang dikeluarkan tidak akan lebih besar jika mereka terlanjur jatuh miskin," pungkas Eliza.

Dihubungi terpisah, menurut Tumijo, salah seorang petani di Kabupaten Banyuasin, kondisi harga gabah saat ini menjadi kekhawatiran di kalangan petani setempat.

Ia mengatakan, di Kecamatan Muara Padang dan Kecamatan Air Salek, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, per kilogramnya mencapai Rp 5.200 - Rp 5.300.

"Betul saat ini petani padi, khususnya di Muara Padang, Air Salek, dan sekitarnya, sedang mengeluhkan harga saat ini hanya di kisaran Rp 5.200 ke Rp 5.300 per kilo," kata Tumijo.

Tumijo mengungkap bahwa petani khawatir harga gabah ini bisa terus merosot hingga panen raya nanti.

Ia pun berharap harga gabah bisa naik kembali ke standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

"Kekhawatiran itu sangat menghantui kami para petani karena harapan kami harga bisa normal [sesuai dengan] standar pemerintah," ujar Tumijo.

Sementara itu, sebelumnya Kepala Dinas Tanaman Pangan Kabupaten Banyuasin, Sarip, mengatakan bahwa peran Bulog dalam menyerap gabah petani masih belum maksimal. Hal ini menjadi salah satu penyebab harga gabah terus menurun.

“Sampai saat ini, serapan Bulog belum maksimal dan belum mengacu pada HPP yang sudah diterapkan,” ujar Sarip pada Jumat, 10 Januari 2025.

Sarip juga mengingatkan bahwa situasi ini dapat memburuk ketika panen raya besar berlangsung pada Februari mendatang.

“Hari ini saja harga gabah hanya Rp5.300. Bagaimana nanti saat Februari, ketika petani melakukan panen raya besar-besaran? Saya berharap Bulog segera mengambil langkah nyata untuk menyerap gabah petani,” tegasnya.

Berdasarkan data Kerangka Sampling Area (KSA) dari BPS, potensi luas panen padi di Kabupaten Banyuasin pada Januari 2025 mencapai 25.542 hektare, sedangkan pada Februari diproyeksikan seluas 46.536 hektare. 

Secara keseluruhan, di Sumatera Selatan, potensi panen padi pada Januari tercatat seluas 44.351 hektare dan pada Februari diperkirakan mencapai 74.699 hektare.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved