Rabu, 20 Agustus 2025

Pengiriman Pekerja Migran Ilegal Tetap Marak, Sasar Warga Desa dengan Iming-iming Gaji Tinggi

Jumlah keberangkatan pekerja migran ilegal ke Arab Saudi mencapai 100-200 orang setiap harinya.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Choirul Arifin
handout
PEKERJA MIGRAN ILEGAL - Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding menemui 18 calon pekerja migran Indonesia (CPMI) ilegal yang digagalkan berangkat ke Arab Saudi, di Polres Metro Bekasi Kota, Jawa Barat, Jumat (4/7/2025). 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding mengatakan, jumlah keberangkatan pekerja migran ilegal ke Arab Saudi mencapai 100-200 orang setiap harinya.

Mereka mayoritas dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga (ART). Padahal Indonesia masih memberlakukan moratorium penempatan pekerja migran ke Arab Saudi untuk sektor domestik.

Ia mengingatkan bahwa pekerja yang berangkat tidak melalui prosedur resmi akan sulit untuk dilindungi, serta rawan menjadi korban kekerasan ataupun tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Hal ini disampaikan Karding usai meninjau kondisi 18 calon pekerja migran Indonesia (CPMI) ilegal yang berhasil digagalkan berangkat ke Arab Saudi, di Polres Metro Bekasi Kota, Jawa Barat, Jumat (4/7/2025).

“Kalau orang berangkat secara ilegal, pasti sulit dilindungi. Rawan mengalami kekerasan bahkan TPPO. Maka semua pihak, mulai dari kementerian, kepolisian, hingga imigrasi harus terlibat aktif,” tegas Karding.

Selain mengamankan CPMI, Polres Metro Bekasi Kota juga mengamankan satu orang yang diduga berperan sebagai pengantar atau penjaga. 

Karding menduga bahwa sindikat ini sudah beroperasi sejak lama dengan modus operandi yang rapi dan tersusun. Seperti, berpindah-pindah tempat dan korban yang direkrut tidak saling kenal.

“Model mainnya pakai sistem sel. Pindah-pindah tempat, tidak saling kenal antar korban. Kalau tidak ada upaya khusus, praktik ini akan terus terjadi,” ungkapnya.

Dalam kesempatan itu Karding bertanya mengapa para CPMI ini mau berangkat secara ilegal. Ternyata mereka dijanjikan digaji Rp5 juta atau 1.200 riyal.

Para CPMI ini juga tidak memiliki kontrak kerja, tidak bisa berbahasa Arab, tidak mengikuti pelatihan keterampilan dan tak mengantongi dokumen legal seperti BPJS atau surat rekomendasi dari desa. 

Baca juga: Cegah TPPO, Pemerintah Bakal Buat Job Fair untuk Pekerja Migran di Awal Agustus

DiA menyimpulkan, para perekrut ini sengaja mencari pekerja dari desa-desa yang mudah tergiur iming-iming gaji tersebut.

Karena itu perlu dibentuk satuan pengawas tingkat desa untuk mencegah praktik semacam ini terjadi terus menerus.

Baca juga: 5 WNI Jadi Tersangka Pembunuhan Pekerja Migran Indonesia di Malaysia, Terancam Pidana Mati 

“Mereka bahkan tidak dites kesehatan. Artinya, calo-calo ini bekerja di desa-desa. Kita butuh satuan pengawas di tingkat desa untuk mencegah praktik seperti ini. Sosialisasi ke kantong-kantong pekerja migran Indonesia juga harus digencarkan,” kata Karding.

“Yang jadi korban jangan dihukum. Yang harus dihukum adalah pelakunya. Ini penting agar publik juga tahu bahwa negara hadir dan berpihak pada rakyatnya,” pungkasnya.

 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan