Jumat, 26 September 2025

Tax Amnesty

Mau Ada Tax Amnesty Jilid III: Pelanggar Pajak Diampuni, yang Taat Tak Dapat Imbalan

Tax Amnesty sudah berjalan dua kali di Indonesia pada 2016 dan 2022, yang mana pemerintah memberikan pengampunan atau penghapusan sanksi pajak.

KONTAN
PENGAMPUNAN PAJAK - Ilustrasi. RUU Pengampunan Pajak atau dikenal tax amnesty masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Legislatif (Baleg) DPR RI bersama pemerintah telah menyepakati 52 Rancangan Undang-Undang (RUU) masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.

Dari 52 RUU tersebut, ada RUU Pengampunan Pajak atau dikenal tax amnesty.

Tax Amnesty sudah berjalan dua kali di Indonesia pada 2016 dan 2022, yang mana pemerintah memberikan pengampunan atau penghapusan sanksi pajak kepada wajib pajak yang selama ini belum melaporkan atau membayar kewajiban pajaknya secara penuh. 

Dalam program ini, wajib pajak diberi kesempatan untuk mengungkapkan harta, membayar sejumlah uang tebusan, dan dibebaskan dari denda atau tuntutan pidana pajak.

Baca juga: Batalkan Kenaikan PPN dan Tax Amnesty Jilid III1! Ganti dengan Pajak Kekayaan dan Pajak Karbon

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik, UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, pengampunan pajak berpotensi memberi peluang terbesar bagi pemilik modal besar untuk “membersihkan” kepatuhannya dengan membayar denda atau tarif khusus.

"Sementara pelaku usaha menengah dan kecil yang selama ini taat administrasi tidak pernah memperoleh fasilitas serupa," kata Achmad dikutip Minggu (21/9/2025).

Menurutnya, ketika yang taat merasa tidak mendapat imbalan atas kepatuhan mereka, muncul ketidakadilan prosedural yang mengikis rasa keadilan yang menjadi fondasi penting bagi ketaatan pajak sukarela.

Dalam skala makro, kata Achmad, moral hazard ini membuat kepatuhan sukarela melemah maka efeknya yang jauh lebih mahal dibandingkan suntikan penerimaan sekali pakai.

Ia menyebut, pengalaman amnesti sebelumnya menunjukkan deklarasi besar dan pemasukan tebusan sesaat, tidak otomatis berujung pada perbaikan kepatuhan jangka panjang. 

Efeknya sering bersifat temporer dan selektif: modal yang mampu mengakses skema administrasi, konsultan, dan struktur hukum kompleks cenderung mendapatkan manfaat lebih besar. 

"Sementara itu, basis ekonomi yang lebih luas, usaha mikro, kecil, pekerja berpendapatan menengah, tetap menanggung beban kepatuhan tanpa kompensasi," ucapnya.

Tax Amnesty Sudah 2 Kali

Tax Amnesty di Indonesia pertama terjadi pada era Presiden Joko Widodo  (Jokowi), pada 2016–2017 pemerintah memberikan pengampunan pajak dengan harapan ke depannya makin patuh pajak.

Saat itu, tax amnesty menghasilkan Rp4,8 triliun uang tebusan dan Rp4,8 ribu triliun harta yang diungkap.

Kemudian, pemerintah kembali menggulirkan tax amnesty dengan nama Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pada 2022 atau dikenal sebagai Tax Amnesty Jilid II.

Total harta yang diungkap sebanyak Rp594,82 triliun, uang tebusan Rp61,01 triliun, dengan jumlah peserta mencapai 247.918 wajib pajak.

Jalan yang Lebih Adil dan Berkelanjutan

Achmad menyampaikan, jika tujuan pemerintah adalah menambah penerimaan dan menata basis data harta, ada opsi yang lebih berkelanjutan daripada amnesti. 

Pertama, modernisasi administrasi perpajakan melalui digitalisasi dan integrasi data antar-instansi—langkah ini menutup celah dan menurunkan biaya kepatuhan. 

Kedua, perkuat kapasitas audit dan penegakan hukum untuk mengejar penggelapan dan praktik penghindaran pajak

Ketiga, rancang insentif proporsional yang memudahkan UMKM masuk ke formal tanpa membebani mereka, misalnya skema threshold yang jelas, pendampingan administratif, dan stimulus transisi formalitas. 

Keempat, untuk kebutuhan fiskal jangka pendek, prioritas yang lebih adil adalah mengejar piutang pajak tertunggak dan memperketat pengawasan transaksi lintas batas, bukan menawarkan amnesti yang cenderung menguntungkan segelintir pihak.

"Tax amnesty menguntungkan yang besar dan menekan pelaku menengah, serta kecil bukanlah solusi. Ia adalah jebakan manis yang harus ditolak demi masa depan fiskal yang lebih adil dan berkelanjutan," paparnya.

Bikin Orang Langgar Pajak

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menilai, jika amnesti dilakukan berkali-kali, maka hal itu bisa memberi sinyal kepada para pembayar pajak bahwa mereka boleh saja melanggar karena ke depannya kemungkinan akan ada pengampunan pajak lagi.

“Kalau Tax Amnesty setiap berapa tahun, yasudah nanti semuanya nyeludupin duit. Tiga tahun lagi buat lagi, kira-kira begitu. Jadi message-nya kurang bagus untuk saya sebagai menteri,” tutur Purbaya dikutip dari Kontan.2025).

Purbaya menekankan, prioritasnya saat ini adalah semua peraturan yang ada dioptimalkan untuk meminimalkan pengelapan pajak

Menurutnya, hal itu sudah cukup untuk mendorong kemajuan ekonomi, sehingga dengan tax ratio yang konstan pun penerimaan pajak bisa lebih besar, dan fokus seharusnya diarahkan ke sana terlebih dahulu.

Sejalan dengan itu, ke depannya, Purbaya menyebut, perlu diperhatikan agar pesan yang tersampaikan ke publik tidak memberikan kesan bahwa setiap beberapa tahun akan selalu ada tax amnesty.

“Nanti ada empat lima, enam, tujuh, delapan yaudah semuanya kan message-nya adalah kibulin aja pajaknya nanti kita tunggu di Tax Amnesty pemutihannya disitu itu yang nggak boleh,” paparnya.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan