Senin, 24 November 2025

Bisnis Pinjol Makin Memprihatinkan, DPR: Bukan Solusi Finansial Masyarakat

Keberadaan pinjaman online tidak dapat dianggap sebagai solusi bagi kebutuhan finansial masyarakat.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Choirul Arifin
dok. pribadi/Instagram
PINJOL MAKIN MERESAHKAN - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Dede Indra Permana Soediro. Persebaran pinjol, baik yang berizin maupun ilegal, semakin memprihatinkan dan Polri mengungkap dua jaringan pinjol ilegal menjerat 400 korbannya dengan kerugian mencapai miliaran rupiah.  
Ringkasan Berita:
 
  • Anggota DPR Dede Indra Permana menilai persebaran pinjol, baik yang berizin maupun ilegal, semakin memprihatinkan.
  • Polri mengungkap dua jaringan pinjol ilegal menjerat 400 korbannya dengan kerugian mencapai miliaran rupiah. 
  • Keberadaan pinjol tidak dapat dianggap sebagai solusi bagi kebutuhan finansial masyarakat.

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Dede Indra Permana Soediro mengingatkan bahaya maraknya pinjaman online (pinjol) setelah Polri mengungkap dua jaringan pinjol ilegal yang menjerat lebih dari 400 orang dengan kerugian mencapai miliaran rupiah. 

Dia menyebut kasus tersebut hanya gambaran kecil dari persoalan yang jauh lebih besar.

Dede menilai persebaran pinjol, baik yang berizin maupun ilegal, kini semakin memprihatinkan.  Dia menegaskan, keberadaan pinjol tidak dapat dianggap sebagai solusi bagi kebutuhan finansial masyarakat.

"Pinjol tidak menjadi jalan keluar. Banyak yang mengira bisa menyelesaikan masalah, tapi justru masuk ke lingkaran utang yang lebih dalam," kata dia kepada wartawan, Minggu (23/11/2025).

Legislator Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) itu menyebut kemudahan akses justru membuat banyak orang tergoda mengambil pinjaman tanpa memahami konsekuensi biaya layanan, bunga, hingga penalti yang membayangi. 

Situasi tersebut mendorong peminjam mengambil pinjaman baru dari aplikasi lain untuk menutup kredit sebelumnya.

Akibatnya, masyarakat terjebak dalam pola gali lubang tutup lubang yang berisiko tinggi serta menimbulkan tekanan mental bagi peminjam maupun keluarga mereka.

"Dampaknya bisa meluas. Tekanan itu bisa mendorong tindakan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain," ujarnya.

Dede juga menyoroti praktik penetapan bunga harian sebesar 0,3 persen yang dilakukan sejumlah penyelenggara pinjol, baik legal maupun ilegal.

"Angkanya terlihat kecil, tapi karena dihitung harian dan dikapitalisasi, kewajiban peminjam membengkak tidak wajar. Banyak orang akhirnya mengambil pinjaman dari dua hingga tiga aplikasi untuk menutup hutang pertama, dan itu membuat mereka semakin terjerumus," ucapnya.

Melihat besarnya kerugian dan risiko sosial yang ditimbulkan, Dede mendorong pemerintah, OJK, serta aparat penegak hukum memperkuat pengawasan dan menindak tegas penyelenggara pinjol bermasalah. 

Baca juga: Main Game Online, Pelajar SMP Kulon Progo Terjerat Judol hingga Terlilit Utang Pinjol

Dia bahkan membuka wacana perlunya mengkaji pembekuan sementara operasi pinjol di Indonesia.

"Menurut hemat saya, perlu dikaji apakah operasi pinjol sebaiknya dibekukan. Terlalu mudah masyarakat terjebak. Sementara bank konvensional memiliki sistem kehati-hatian dan analisa kemampuan bayar, pinjol tidak memiliki mekanisme proteksi seperti itu," katanya.

Anggota DPR dari Dapil Jawa Tengah X itu menegaskan negara tidak boleh tinggal diam. 

Dia memastikan Komisi III akan terus mendorong langkah penegakan hukum dan edukasi publik agar masyarakat tidak lagi terjerat pinjaman online.

"Negara harus hadir dan melindungi rakyatnya," tandasnya.

Baca juga: Kementerian Agama & Baznas Jadikan Program Pembiayaan Masjid Cegah Masyarakat dari Jeratan Pinjol

Sebelumnya, Dittipidsiber Bareskrim Polri membongkar kasus pemerasan, pengancaman hinhha penyebaran data pribadi dengan modus pinjaman online (pinjol) ilegal bernama Dompet Selebriti" dan "Pinjaman Lancar".

Wadirtipidsiber Bareskrim Polri Kombes Andri Sudarmadi mengatakan dalam kasus ini ada tujuh tersangka yang ditangkap yakni kluster penagihan berinisial NEL alias JO, SB, RP dan STK serta kluster pembiayaan IJ, AB, ADS dari PT Odeo Teknologi Indonesia.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap para tersangka, telah diidentifikasi bahwa secara keseluruhan terdapat 400 nasabah yang menjadi korban dari kedua aplikasi pinjol ilegal tersebut," kata Andri dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (20/11/2025).

Andri mengatakan kasus ini bermula dari adanya laporan polisi dari seorang korban berinisial HFS. Awalnya, korban meminjam uang dari aplikasi pinjol pada Agustus 2021 lalu. Namun, saat itu korban sudah melunasinya.


"Meskipun telah lunas, pada November 2022, Saudari HFS kembali mendapatkan ancaman melalui pesan SMS, WhatsApp, serta media sosial. Akibat teror ini, Saudari HFS kembali melakukan pembayaran pinjaman online berkali-kali," ucapnya.

Tak berhenti di situ, korban kembali mendapatkan teror pada Juni 2025. Namun, teror kali ini berupa ancaman akan dikirimkan kepada keluarga korban, sehingga menyebabkan merasa malu dan mengalami gangguan psikis.

"Adapun total kerugian yang dialami oleh korban yang telah melunasi pinjaman namun terus diperas untuk pinjaman yang tidak diajukan lagi, mencapai sekitar Rp1,4 miliar rupiah," ucapnya.

Adapun ancaman para pelaku yakni dengan menyebarkan pesan dengan kata-kata kasar hingga foto seorang perempuan tanpa busana yang ditempel dengan wajah korban.

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved