Virus Corona
Jokowi Minta Rappid Test Massal untuk Cegah Corona, Ini Kelebihan dan Kekurangannya
Mengenal rappid test yang diminta Jokowi untuk dilakukan secara massal. Ada kelebihan, ada kekurangannya. Simak di sini.
Penulis:
Daryono
Editor:
Wulan Kurnia Putri
TRIBUNNEWS.COM - Guna menanggulangi virus Corona yang terus menyebar, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta untuk segera dilakukan rapid test massal.
Hal ini disampaikan Jokowi saat memberikan pengantar dalam Ratas melalui daring membahas Laporan Tim Gugus Tugas Covid-19 di Istana Merdeka, Provinsi DKI Jakarta, Kamis (19/3/2020).
“Saya minta alat-alat rapid test terus diperbanyak, juga memperbanyak tempat-tempat untuk melakukan tes dan melibatkan rumah sakit, baik pemerintah, milik BUMN, Pemda, rumah sakit milik TNI dan POLRI, dan swasta, dan lembaga-lembaga riset dan pendidikan tinggi yang mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Kesehatan,” ujar Jokowi dikutip dari laman resmi Setkab.
Baca: Viral Kata Jubir Corona Ada Penolakan Pasien di RS, Ini Tanggapan Ahli
Ia menambahkan bahwa hal ini penting sekali, terkait dengan hasil rapid test ini apakah dengan karantina mandiri/self isolation ataupun memerlukan layanan rumah sakit dengan protokol kesehatan dapat dijelaskan.
Lantas apakah rappid test itu?
Kementerian Kesehatan memberikan penjelasan terkait rappid test.
Berbeda dengan tes virus Corona yang spesimennya menggunakan apusan tenggorokan, rappid test spesimennya menggunakan darah.
“Karena rapid test akan menggunakan spesimen darah, tidak menggunakan apusan tenggorokan atau apusan kerongkongan tetapi menggunakan serum darah yang diambil dari darah,” ujar Juru Bicara Penanganan Wabah Virus Korona (Covid-19), Achmad Yurianto di Grha BNPB, Provinsi DKI Jakarta, Rabu (18/3/2020) kemarin.
Keuntungan dan Kelebihan
Yurianto menerangkan keuntungan jika tes deteksi Corona menggunakan rappid test.
Menurutnya, tes melalui rappid test ini tidak membutuhkan sarana pemeriksaan laboratorium pada biosecurity level 2, artinya bisa dilaksanakan hampir di semua laboratorium kesehatan di rumah sakit yang ada di Indonesia.
“Hanya permasalahannya adalah bahwa karena yang diperiksa adalah imunoglobulin maka kita membutuhkan reaksi imunoglobulin dari seseorang yang terinfeksi paling tidak seminggu,” imbuh Yuri.
Baca: Pernikahan Putri Beatrice Bisa Ditunda Ketiga Kalinya karena Virus Corona
Kalau belum terinfeksi atau terinfeksi kurang dari seminggu, lanjut Yuri, kemungkinan pembacaan imunoglobulinnya akan memberikan gambaran negatif.
Ia menambahkan bahwa hal ini harus diiringi dengan pemahaman yang didapatkan oleh masyarakat tentang kebijakan isolasi diri.
“Karena pada kasus yang positif dengan pemeriksaan rapid test dan kemudian tanpa gejala atau memiliki gejala yang minimal ini indikasinya adalah harus melaksanakan isolasi diri, dilaksanakan di rumah, tentunya dengan monitoring yang dilaksanakan oleh puskesmas atau fasilitas kesehatan terdekat yang sudah disepakati bersama,” ujar dia.