Kamis, 4 September 2025

Virus Corona

Viral Video Pasien PDP Covid-19 Ditolak RS, Ini Komentar Praktisi Kesehatan

Masyarakat sempat dihebohkan oleh video pengakuan seorang pasien diduga positif COVID 19 yang ditolak oleh sebuah rumah sakit.

Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Daryono
Twitter.com/Bravo_19PAS
Viral Video Pasien Diduga Terjangkit COVID 19 Ditolak RS, Ini Komentar Praktisi Kesehatan 

TRIBUNNEWS.COM - Masyarakat sempat dihebohkan oleh video pengakuan seorang pasien diduga positif COVID 19 yang ditolak oleh sebuah rumah sakit.

Dalam video singkat tersebut memperlihatkan seorang perempuan bermasker putih menceritakan kondisinya saat berada di sebuah rumah sakit.

Ia mengatkan dirinya termasuk Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan rumah sakit yang didatangi menolaknya.

"Rumah sakit itu tidak tau ngapain dan gimana. Kita dilepas dan disarankan ke rumah sakit yang besar"

"Di sini disuruh pergi ke rumah sakit lain tidak ada ambulan tidak ada pengawasan," ucapnya.

Baca: Sedang Direnovasi, RS Pertamina Jaya Siap Dipergunakan Awal April untuk Pasien Corona

Video yang tersebar diberbagai platform sontak viral dan menjadi bahan perbincangan warganet.

Praktisi pelayanan kesehatan sekaligus Juru Bicara Rumah Sakit UNS Solo, dr Tonang Dwi Ardyanto, SpPK, Ph.D mengaku telah mengetahui kejadian tersebut dari Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI)

"Saya mendapat informasi tentang hal tersebut, sebagai pengurus pusat pimpinan RS Indonesia"

"Bahwa ada kejadian katanya viral saya (orang dalam video, red) positif corona kok, dilepas," kata Tonang, Kamis (19/3/2020).

Baca: Pencegahan Internal COVID-19, bank bjb Berlakukan Work From Home

Seputar Virus Corona
Seputar Virus Corona (Grafis Tribunnews.com/Ananda Bayu S)

Menanggapi viralnya video tersebut, Tonang memberikan komentarnya.

Ia mengatakan ada sejumlah definisi operasional dalam perawatan pasien corona yang harus dipahami oleh masyarakat.

Ini dikarenakan perbedaan definisi tersebut membedakan tindakan medis yang akan diberikan kepada pasien.

Seperti pasien positif corona, Pasien Dalam Pengawasan (PDP), dan Orang Dalam Pemantauan (ODP).

"Jadi ada namanya pasien positif, ada PDP, dan ODP"

"Nah kalau dia (orang dalam video, red) masih masuk dalam posisi sebagai ODP tidak harus rawat inap, dia bisa rawat jalan," tandas Tonang.

Baca: Kronologi Wali Kota Bogor Bima Arya Terpapar Corona, Pulang dari Luar Negeri Diawasi,Tes dan Positif

Ia melanjutkan, ODP merupakan orang baru saja pulang dari negara-negara yang terjangkit atau daerah-daerah Indonesia yang masuk dalam transmisi lokal.

Jika selama 14 hari timbul gejala deman, batuk kering atau sesak nafas, ODP seperti ini kemudian akan di cek diperiksa bila mana kondisi mengharuskan rawat inap maka status meningkatkan sebagai PDP.

"Orang-orang seperti inilah, akan melakukan tes lab. Diambul sampel darah dan nasofaring untuk melihat ada virus Corona atau tidak," kata Tonang.

Berdasarkan informasi yang didapatkan Tonang dari PERSI video perempuan bermasker putih tersebut diambil tanggal 12 Maret 2020 yang lalu.

"Kejadiannya pasien tidak dalam kategori PDP tapi masuk baru di kategori ODP," terangnya.

Tonang menambahkan, perawatan ODP bisa dilakukan pemantauan di rumah masing-masing.

Nanti ketika muncul gejala - gejala COVID 19, ODP diwajibkan datang ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Tonang menilai kejadian seolah-olah pasien tersebut ditolak pihak rumah sakit adalah miskomunikasi.

"Masyarakat juga bisa memahami rumah sakit diprioritaskan untuk pasien yang perlu. Kalau ada orang yang tidak timbul gejala bisa berada dirumah dan dipantau secara mandiri," imbuhnya.

Baca: Nasaruddin Umar Pastikan Masjid Istiqlal Tidak Gelar Salat Jumat Selama Dua Pekan

 Rumah Sakit Tidak Boleh Menolak Pasien

Ilustrasi rumah sakit freepik.com
Ilustrasi rumah sakit (freepik.com)

Tonang menjelaskan pada prinsip dasarnya, rumah sakit tidak diperbolehkan menolak pasien.

Namun, prinsip ini akan tergantung pada dua hal penting lainnya.

"Kemampuan kompetensi dokter ada dan ruangan yang dibutuhkan ada, automatis tidak boleh ditolak"

"Dua prinsip dasar ini sering kita terapkan di lapangan, " kata Tonang kepada Tribunnews, Kamis (19/3/2020).

Tonang memisalkan, jika dua hal tersebut tidak terpenuhi salah satunya, maka rumah sakit akan melakukan penanganan darurat sementara untuk menstabilkan pasien.

Kemudian rumah sakit yang menerima pasien merujuknya ke rumah sakit lainnya yang memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan si pasien.

"Jadi ini bukan menolak, tetap memberikan pelayanan semampu dan semaksimal kita"

"Maksimal untuk selanjutnya di rujuk ke rumah sakit yang memang betul betul memiliki fasilitas tersebut," imbuh Tonang.

Baca: Fakta Wali Kota Bogor Bima Arya Positif Corona hingga Kabar sang Istri

Seputar Virus Corona
Seputar Virus Corona (Grafis Tribunnews.com/Ananda Bayu S)

 Dalam sambungan telepon, Tonang menjelaskan faktor fasilitas rumah sakit, khususnya tempat tidur dalam pelayanan kepada pasien.

Ia menilai ketersedian fasilitas ini akan menentukan pasien itu akan di rawat atau di rujuk ke rumah sakit lainnya.

"Misalkan pasien datang, kompetensi dokter ada, tapi kenyataan tidak ada ruangan yang menampung. Tetap nanti harus kita rujuk ke RS lainnya," ujarnya.

Untuk memudahkan pemahaman, Tonang memberikan permisalan.

"Kemampuan ruangan ini, RS itu mengatakan kami mempunyai 1000 tempat tidur, tidak berarti lantas tempat bisa dipenuhi"

"Karena dalam proses perawatan ada ketentuan-ketentuan khusus untuk penempatan pasien di dalam ruangan," katanya.

Tonang menjelaskan aturan pertama yang paling umum adalah pemisahan pasien laki-laki dengan perempuan dalam satu ruangan.

Kedua adalah tidak bercampurnya pasien bayi atau anak-anak dengan orang dewasa.

"Kecuali untuk ibu melahirkan dengan bayinya itu persoalan khusus. Dewasa tidak bercampur dengan anak anak," jelasnya.

Baca: Pemusnahan Kelelawar Secara Massal untuk Cegah Corona Dinilai Salah Besar

Kemudian aturan ketiga adalah memisahkan pasien yang memiliki penyakit infeksius atau menular dengan pasien lainnya.

Penyakit infeksius seperti disentri, demam tifoid dan penyakit menular lainnya.

"Dengan pasien yang tidak menular seperti sakit jantung, hipertensi , saraf itu kan tidak menularkan. Jadi tidak boleh di satukan"

"Ini maka di lapangan tidak mungkin memenuhi semua tempat tidur," ucap Tonang.

Menurutnya adanya penolakan pasien yang terjadi di lapangan disebabkan miskomunikasi antara pihak rumah sakit dan si pasien itu sendiri.

"Di lapangan salah komunikasi, RS tidak menjelaskan dengan terbuka dan jelas"

"Sebaliknya psikologis pasien kan terburu-buru, sehingga terjadi salah tangkap informasi," tandasnya.

(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan