Sabtu, 13 September 2025

Ketua Pusat Krisis UI Sebut Panic Buying Bukan Gejala yang Khas Indonesia

Ketua Pusat Krisis Universitas Indonesia (UI), Dicky Pelupessy mengatakan panic buying tidak hanya terjadi di Indonesia saja.

Tangkap layar channel YouTube BNPB
Ketua Pusat Krisis UI Sebut Panic Buying Bukan Gejala yang Khas Indonesia 

Perasaan tersebut berasal dari persepsi masyarakat terhadap virus yang pertama kali di temukan di Kota Wuhan, China ini.

"Sebagaian besar itu mempersepsikan virus corona sebagai musuh tidak terlihat," imbuh Dicky.

"Bukan semata virus corona tidak dapat dilihat secara kasat mata, tapi juga infeksinya bisa terjadi pada siapa saja, kapan saja dan dimana saja," lanjutnya.

Akhirnya dengan akumulasi perasaan dan persepsi tersebut yang mendorong masyarakat untuk panik dan membeli barang-barang secara berlebih seperti hand sanitizer dan masker.

Dengan panic buying secara psikologis mampu mengembalikan perasan pengendalian diri.

Dicky menegaskan, masifnya informasi juga berperan mendorong masyarakat untuk mengalami panic buying.

Baca: Bisakah Virus Corona Menular dari Orang yang Tidak Memiliki Gejala? Begini Penjelasan WHO

"Perlu kita sadari karena informasi yang keliru dan tidak akurat serta tidak menyakinkan"

"Seperti misalnya, apakah stok barang cukup, apakah tempat yang menjual barang komoditas buka atau tidak," tuturnya.

Penjelasan kedua penyebab panic buying juga dapat didorong oleh perasaan manusia yang teringat dengan kematian.

Isitlah dalam ilmu psikologinya disebut mortality slayer.

"Sebuah kisah terhadap peristiwa seperi virus corona mengingatkan terhadap kerentanan tersebut (kematian, red), Makan orang bisa menjadi inklusif, termasuk inklusif dalam membeli barang,"

Terakhir Dicky mengatakan panic buying juga dapat tercipta akibat tekanan sesorang oleh teman sebaya dan lingkungan pergaulan.

Fokus ini tidak lepas kodrat manusia sebagai makluk sosial.

"Sehingga kita menjadikan apa yang dilakukan prang lain sebagai dasar penilaian atas tindakan kita" tuturnya.

"Kita mengandalkan orang lain untuk bertahan hidup, Dan sering kali kita bersedia mengkompromikan penilaian kita yang sebetulnya lebih baik"

"Sedangkan intinya ketika orang lain menumpuk barang dan membeli secara berlebihan. Cenderung kita ikut terdorong melakukan hal itu," tutup Dicky.

(Tribunnews.com/Endra Kurnaiawan)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan