Virus Corona
Belajar dari Taiwan dalam Mengatasi Wabah Corona, Ini 4 Poin Kuncinya
Negara-negara di dunia perlu belajar dari Taiwan dalam mengatasi wabah Corona. Berikut empat poin kuncinya.
Penulis:
Citra Agusta Putri Anastasia
Editor:
Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Virus Corona telah mewabah di 100 lebih negara di dunia.
Mulanya, Covid-19 berpusat dari Wuhan, China.
Wilayah di sekitar China pun ikut terdampak, termasuk Taiwan.
Taiwan hanya berjarak 81 mil atau sekitar 130 kilometer dari daratan China.
Hampir 24 juta penduduknya menghadapi ancaman yang mengerikan.
Baca: Virus Corona Menyebar, Taiwan Pekerjakan Narapidana untuk Produksi Masker
Baca: Seorang WNI di Taiwan Positif Corona Terancam Kena Sanksi Gara-gara Main Tik Tok di Rumah Sakit
Meskipun begitu, menurut coronavirus.thebaselab.com, Taiwan hanya memiliki 169 kasus positif Corona sejak Januari 2020, per Senin (23/3/2020).
Total kematian selama dua bulan sejumlah 2 orang.
Padahal, 81.093 orang telah terinfeksi Corona di China.
Sebanyak 3.270 orang tewas akibat wabah tersebut.
Lantas, bagaimana Taiwan menangani Corona yang hanya berjarak 130 kilometer dari pusat wabah?

Profesor pediatri dan pakar analisis kebijakan Stanford University, Jason Wang, mengemukakan bagaimana ketangkasan Taiwan dalam menangani kasus.
Dalam perjuangannya melawan epidemi di seluruh negeri, pemerintah di Taipei telah menerapkan 124 protokol keselamatan.
Itu adalah sebuah bukti tindakan kebijakan yang cepat, luas, dan dipertimbangkan dengan baik.
"Kebijakan dan tindakan pemerintah melampaui dari sekadar mengontrol perbatasan, karena mereka tahu itu tidak cukup ," ujar Jason Wang kepada Stanford Health Policy.
Dalam artikel berjudul Response to COVID-19 in Taiwan yang ditulis Wang di Journal of American Medical Association, dia memuji tindakan awal dan kecepatan pemerintah.
Wang menuturkan, kunci tindakan pemerintah Taiwan adalah infrastruktur kesehatan dan analisis data, perawatan kesehatan yang terjangkau, dan jangkauan informasi yang luas.
Penyaringan secara Luas dan Cepat untuk Orang-orang yang Datang dari Wuhan

Pada 31 Desember 2019 silam, pejabat China memberi tahu WHO bahwa China memiliki beberapa kasus pneumonia.
Dilansir New York Times, hari itu juga, Taiwan Centers for Disease Control mulai memantau penumpang yang datang dari Wuhan ke Taiwan.
Pejabat pemerintah pun segera bertindak.
Mereka segera pergi menuju pesawat yang telah mendarat dari Wuhan dan memeriksa kondisi penumpang untuk mendeteksi gejala.
Kurang dari seminggu kemudian, pemerintah mulai memantau orang-orang yang telah melakukan perjalanan dari Wuhan sejak 20 Desember 2019.
"Kasus yang dicurigai dilakukan screening untuk 26 virus, termasuk SARS dan MERS."
"Penumpang yang menunjukkan gejala dikarantina di rumah, dan dipertimbangkan apakah perlu perawatan medis di rumah sakit," Stanford Health Policy melaporkan.
Pada pertengahan Januari, Taiwan mengirim tim ahli dalam misi pencarian fakta ke China, meskipun hubungan Taiwan dan China kurang baik.
"Mereka tidak membiarkan kami melihat apa yang tidak mereka inginkan untuk kami ketahui, tetapi para ahli kami merasakan bahwa situasinya tidak baik," ujar Kolas Yotaka, seorang perwakilan pemerintah Taiwan kepada NBC News.
Kemudian, pemerintah meningkatkan protokol keselamatan dan kesehatan lebih jauh.
Pada akhir Januari, Taipei telah mendirikan Pusat Komando Epidemi Sentral.
Hal itu bertujuan untuk memusatkan langkah-langkah kebijakan untuk melindungi kesehatan masyarakat.
Pada 26 Januari 2020, Taiwan menjadi negara pertama yang melarang penerbangan dari Wuhan.
Pada kisaran waktu yang sama, pemerintah juga melarang ekspor masker wajah dan memastikan harganya terjangkau.
Pemerintah membatasi harga sekitar 0,17 dolar Singapura atau sekitar Rp dua ribu per masker.
Pada akhir Februari, Taipei telah mendistribusikan hampir 6,5 juta masker ke sekolah-sekolah dasar dan menengah serta lembaga-lembaga pascasekolah.
Tak hanya itu, 84.000 liter hand sanitizer dan 25.000 termometer dahi juga didistribusikan.
Pemantauan Kesehatan Intensif Melalui Data Besar dan Pemeriksaan Berulang

Infrastruktur kesehatan Taiwan, termasuk analisis data besar, sebagian merupakan hasil dari wabah SARS pada 2003 silam.
Wabah itu menewaskan 73 orang di Taiwan dan menghambat laju ekonomi.
Setelah epidemi 2003 itu, Taiwan menempatkan pemantau suhu di bandara untuk mendeteksi pelancong yang memiliki gejala Covid-19.
Pelancong juga perlu melaporkan riwayat perjalanan dan kesehatan mereka dengan kode QR.
Menurut laporan Stanford, data tersebut kemudian digunakan pemerintah untuk mengklasifikasikan risiko penularan berdasarkan asal penerbangan dan riwayat perjalanan dalam 14 hari terakhir.
"Orang-orang yang tidak melakukan perjalanan ke daerah-daerah berisiko tinggi dikirimi pernyataan perbatasan kesehatan melalui SMS untuk izin imigrasi yang lebih cepat."
"Mereka yang telah melakukan perjalanan ke daerah-daerah berisiko tinggi dikarantina di rumah dan dilacak melalui ponsel mereka untuk memastikan bahwa mereka tinggal di rumah selama masa inkubasi," tulis laporan.
Tentunya, pemerintah tidak langsung membiarkan orang-orang yang negatif Corona.
Pemerintah menguji ulang mereka untuk melacak kasus-kasus baru.
Asuransi Kesehatan Membuat Semua Orang Tidak Takut Pergi ke Rumah Sakit

Kolas mengatakan, sistem asuransi kesehatan Taiwan mencakup 99 persen dari populasi.
Asuransi menjamin orang tidak perlu mengkhawatirkan keuangan demi kesehatan pribadi.
"Asuransi kesehatan Taiwan memungkinkan semua orang tidak takut pergi ke rumah sakit. Jika Anda mencurigai Anda memiliki coronavirus, Anda tidak perlu khawatir bahwa Anda tidak mampu membayar tes di rumah sakit," kata Kolas kepada NBC News.
Kolas menuturkan, warga Taiwan bisa mendapatkan tes Covid-19 secara gratis.
Jika seseorang terpaksa diisolasi selama 14 hari, pemerintah akan membayar makanan, penginapan, dan perawatan medis.
"Jadi, tidak ada yang akan menghindari dokter karena mereka tidak dapat membayar untuk perawatan kesehatan," tambahnya.
Akses Mudah ke Informasi

Untuk membendung krisis, Taipei meminta stasiun televisi dan radio untuk menyiarkan pengumuman layanan masyarakat tentang virus Corona setiap jam, termasuk bagaimana penyebarannya dan cara pencegahan.
"Kami berpikir bahwa ketika informasi transparan, dan orang-orang memiliki pengetahuan medis yang memadai, ketakutan mereka akan berkurang," kata Kolas.
Berkat akses mudah ke informasi, warga pun mengintensifkan praktik keselamatan mereka.
Tu Chen-yang, seorang kepala sekolah di Taiwan, mengatakan bahwa tersampaikannya informasi di sekolah-sekolah menjadi buktinya.
"Lebih dari 95 persen orang tua mengukur suhu anak mereka di rumah dan melaporkannya ke sekolah sebelum anak-anak tiba," kata Tu.
"Terlepas dari apa yang dilakukan pemerintah, orang-orang harus bertanggung jawab atas kesehatan mereka sendiri," lanjutnya.
Bangunan publik dan swasta juga melakukan pemeriksaan tanda-tanda demam kepada penghuni gedung.
Bangunan apartemen juga menyediakan hand sanitizer di dalam atau di luar lift.
(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia)