Senin, 6 Oktober 2025

Virus Corona

Marak Penolakan Jenazah Korban Corona, MUI Menyesalkan dan Ingatkan Masyarakat soal Fatwa

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyoroti maraknya penolakan jenazah korban positif Covid-19 di berbagai daerah.

Tangkap layar channel YouTube KompasTV
Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi MUI, Masduki Baidlowi 

TRIBUNNEWS.COM - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyoroti maraknya penolakan jenazah korban positif Covid-19 di berbagai daerah.

Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi MUI, Masduki Baidlowi, menyayangkan hal tersebut kenapa bisa terjadi.

Ia menjelaskan, penolakan tersebut menandakan adanya kecenderungan ketakutan berlebihan di tengah-tengah masyarakat saat ini.

"Kita sangat menyesalkan hal itu terjadi, bahwa itu menandakan ada kecenderunganan ketakutan berlebihan dari publik dari masyarakat," katanya dalam Program Kompas Siang, Jumat (3/4/2020).

Masduki menyebut ketakutan yang dialami masyarakat terhadap jenazah positif Covid-19 jauh lebih berbahaya dari ancaman virus itu sendiri.

Ia memandang ketakutan berlebih dapat menurunkan imunitas di dalam diri, sehingga orang tersebut rentan terhadap paparan virus corona.

"Justru pada saat seperti ini yang penting adalah meningkatkan daya tahan tubuh kita."

"Disitulah bahayanya, ketakutan berlebihan justru lebih berbahaya dari corona itu sendiri," ujar Masduki menekankan.

Baca: Pengusaha Siapkan Hotel Jadi Tempat Karantina Covid-19, tapi Tidak Gratis

Masduki melanjutkan, saat ini pihaknya telah meminta kepada MUI di berbagai berbagai daerah untuk memberikan penjelasan yang benar atas permasalahan penolakan jenazah pasien positif Covid-19.

Selain itu MUI belum lama ini juga telah mengeluarkan fatwa terkait pedoman pengurusan jenazah yang terinfeksi Covid-19.

"Itu sudah ada aturan-aturannya dan sebagaimana kita ketahui dalam ilmu kesehatan itu sudah aman."

"Kita kemarin juga mengundang berbagai ahli termasuk dalam ahli kesehatan yang menyatakan virus mati kalau jenazah sudah terkubur," imbuh Masduki.

Terkait maraknya penolakan, Masduki meminta pemerintah daerah harus bertindak tegas.

Sehingga penolakan jenazah korban Covid-19 tidak kembali terjadi dan ditiru oleh masyarakat-masyarakat di berbagai daerah lainnya.

Terakhir, Masduki mengimbau masyarakat untuk tidak perlu khawatir dan takut secara berlebihan, utamanya terhadap penguburan jenazah korban Covid-19 di lingkungannya.

"Rasa takut harus diimbangi rasionalitas pikiran kita. Itu harus di sebarkan pikiran-piikran sehat."

"Bahwa conona itu adalah sebuah wabah yang bisa diatasi, tidak perlu dikhawatirkan berlebihan," tutupnya.

Baca: Duduk Perkara Jenazah Positif Covid-19 Ditolak di Banyumas hingga Dilempari Batu, Bupati Minta Maaf

GedungMajelis Ulama Indonesia, Jl. Proklamasi No.51, RT.11/RW.2, Pegangsaan, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 14270 (Google Maps)
GedungMajelis Ulama Indonesia, Jl. Proklamasi No.51, RT.11/RW.2, Pegangsaan, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 14270 (Google Maps) (Google Maps)

Berikut fatwa Majelis Ulama Indonesia nomor 18 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengurusan Jenazah (Tajhiz Al-Hana'iz) Muslim yang terinfeksi Covid-19:

Ketentuan Umum

Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan :

1. Petugas adalah petugas muslim yang melaksanakan pengurusan jenazah.

2. Syahid Akhirat adalah muslim yang meninggal dunia karena kondisi tertentu (antara lain karena wabah (tha’un), tenggelam, terbakar, dan melahirkan), yang secara syar’i dihukumi dan mendapat pahala syahid (dosanya diampuni dan dimasukkan ke surga tanpa hisab), tetapi secara duniawi hak-hak jenazah-nya tetap wajib dipenuhi.

3. APD (Alat Pelindung Diri) adalah alat pelindung diri yang digunakan oleh petugas yang melaksanakan pengurusan jenazah.

Ketentuan Khusus

1. Menegaskan kembali Ketentuan Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 angka 7 yang menetapkan:

“Pengurusan jenazah (tajhiz al-jana’iz) yang terpapar Covid-19, terutama dalam memandikan dan mengafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar Covid-19.”

2. Umat Islam yang wafat karena wabah Covid-19 dalam pandangan syara’ termasuk kategori syahid akhirat dan hak-hak jenazahnya wajib dipenuhi, yaitu dimandikan, dikafani, dishalati, dan dikuburkan, yang pelaksanaannya wajib menjaga keselamatan petugas dengan mematuhi ketentuan-ketentuan protokol medis.

Pedoman memandikan jenazah yang terpapar Covid-19 dilakukan sebagai berikut:

a. Jenazah dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya

b. petugas wajib berjenis kelamin yang sama dengan jenazah yang dimandikan dan dikafani;

c. Jika petugas yang memandikan tidak ada yang berjenis kelamin sama, maka dimandikan oleh petugas yang ada, dengan syarat jenazah dimandikan tetap memakai pakaian. Jika tidak, maka ditayammumkan.

d. petugas membersihkan najis (jika ada) sebelum memandikan;

e. petugas memandikan jenazah dengan cara mengucurkan air secara merata ke seluruh tubuh;

f. jika atas pertimbangan ahli yang terpercaya bahwa jenazah tidak mungkin dimandikan, maka dapat diganti dengan tayamum sesuai ketentuan syariah, yaitu dengan cara:

1). mengusap wajah dan kedua tangan jenazah (minimal sampai pergelangan) dengan debu.

2). untuk kepentingan perlindungan diri pada saat mengusap, petugas tetap menggunakan APD.

g. jika menurut pendapat ahli yang terpercaya bahwa memandikan atau menayamumkan tidak mungkin dilakukan karena membahayakan petugas, maka berdasarkan ketentuan dlarurat syar’iyyah, jenazah tidak dimandikan atau ditayamumkan.

Baca: UPDATE Corona Hari Ini, 3 April 2020: Jumlah Kasus Jerman Lampaui China, Capai 84.794

1. Pedoman mengafani jenazah yang terpapar Covid-19 dilakukan sebagai berikut:

a. Setelah jenazah dimandikan atau ditayamumkan, atau karena dlarurah syar’iyah tidak dimandikan atau ditayamumkan, maka jenazah dikafani dengan menggunakan kain yang menutup seluruh tubuh dan dimasukkan ke dalam kantong jenazah yang aman dan tidak tembus air untuk mencegah penyebaran virus dan menjaga keselamatan petugas.

b. Setelah pengafanan selesai, jenazah dimasukkan ke dalam peti jenazah yang tidak tembus air dan udara dengan dimiringkan ke kanan sehingga saat dikuburkan jenazah menghadap ke arah kiblat.

c. Jika setelah dikafani masih ditemukan najis pada jenazah, maka petugas dapat mengabaikan najis tersebut.

2.Pedoman menyalatkan jenazah yang terpapar Covid-19 dilakukan sebagai berikut:

a. Disunnahkan menyegerakan shalat jenazah setelah dikafani.

b. Dilakukan di tempat yang aman dari penularan Covid-19.

c. Dilakukan oleh umat Islam secara langsung (hadhir) minimal satu orang. Jika tidak memungkinkan, boleh dishalatkan di kuburan sebelum atau sesudah dimakamkan. Jika tidak dimungkinkan, maka boleh dishalatkan dari jauh (shalat ghaib).

d. Pihak yang menyalatkan wajib menjaga diri dari penularan Covid-19.

3. Pedoman menguburkan jenazah yang terpapar Covid-19 dilakukan sebagai berikut:

a. Dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah dan protokol medis.

b. Dilakukan dengan cara memasukkan jenazah bersama petinya ke dalam liang kubur tanpa harus membuka peti, plastik, dan kafan.

c. Penguburan beberapa jenazah dalam satu liang kubur dibolehkan karena darurat (al-dlarurah al-syar’iyyah) sebagaimana diatur dalam ketentuan fatwa MUI nomor 34 tahun 2004 tentang Pengurusan Jenazah (Tajhiz al-Jana’iz) Dalam Keadaan Darurat.

Lihat fatwa lebih lanjut di sini

(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved