Rabu, 10 September 2025

Virus Corona

Aspaki Ungkap Ketidaksiapan Industri Alat Kesehatan Dalam Negeri di Tengah Pandemi Corona

ASPAKI mengungkapkan ketidaksiapan dalam penyediaan alat kesehat (alkes) untuk kebutuhan dalam negeri di tengah pandemi Covid-19.

Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews/JEPRIMA
Warga membeli masker di salah satu toko alat kesehatan di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, Selasa (3/3/2020). Isu merebaknya wabah Corona di Indonesia menyebabkan penjualan masker di Pasar Pramuka meningkat tajam meski dalam sepekan harga melambung tinggi. Harga masker di pasar ini dibanderol Rp65.000-Rp1,5 juta per boks, naik tajam dari harga sebelum isu Corona menyebar, yakni Rp20.000 hingga Rp150 ribu per boks. Harga masker yang naik tajam adalah jenis N-95 karena kualitas bagus dan stok di pemasok semakin langka. Tribunnews/Jeprima 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Larasati Dyah Utami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (ASPAKI) mengungkapkan ketidaksiapan dalam penyediaan alat kesehat (alkes) untuk kebutuhan dalam negeri di tengah pandemi Covid-19.

Bahkan sebelum merebaknya krisis akibat wabah, produksi alat kesehatan dalam negeri terintimidasi produk impor yang berasal dari China.

Dalam rapat dengan Komisi IX DPR RI, Rabu (8/4/2020), Ketua Aspaki, Ade Tarya Hidayat mengatakan pasar alat kesehatan dalam negeri hanya berkisar 10 persen.

Baca: Politikus Demokrat Usul Agar Kemenag Keluarkan Aturan Soal Perluasan Penerima Zakat Fitrah

Diperkirakan sebelum merebaknya wabah virus corona, 90 persen produk alat kesehatan dalam negeri didominasi barang impor.

"Untuk alat sederhana seperti masker dan alat pelindung diri (APD) sebelum krisis sebesar 30 persen produksi dalam negeri, sedangkan 70 persen berasal dari impor, itupun terintimidasi produk dari China," ujar Ade kepada Komisi IX DPR RI.

Ketua Aspaki mengeluhkan bahan baku yang melonjak tinggi saat krisis ini.

Baca: Selamat Jalan Glenn Fredly Musisi Pengagum Munir, Pendukung Gerakan HAM

Bahan baku yang semula bekisar 2,6 dollar per kilogram, menjadi sekitar 80 dollar per kilogram, dengan jumlah yang sangat terbatas.

Ade mengungkapkan, negara produsen seperti China dan Taiwan saat ini mengutamakan penggunaan bahan baku untuk kebutuhan dalam negeri lebih dulu

"Mereka tidak melakukan ekspor. Prinsipnya mereka saat ini domestik first, baru ekspor," ujar Ade.

Karena itu, dalam situasi seperti ini dibutuhkan peran pemerintah untuk melakukan komunikasi antar negara (government to government).

Baca: RSPI Sulianti Saroso Saat Ini Tangani 25 Pasien Corona, 3 Di Antaranya Dirawat di ICU

Industri alat kesehatan yang bergabung dengan Aspaki saat ini juga menjadi kendala.

Ketua Aspaki mengungkapkan dari 300 lebih produsen alkes hanya 107 yang menjadi anggota Aspaki, karena tidak ada keharusan.

Ade memaparkan industri masker yang tercatat ada 22, tapi hanya 8 yang menjadi anggota Aspaki.

Begitu pula dengan industri rapid tes dari 10 yang terdaftar, hanya 3-4 yang menjadi anggota.

Adapun industri handsanitizer dan industri APD masing-masing sekiranya 20 yang tercatat, tapi masing-masing hanya 3 dan 5 yang menjadi anggota.

"Dalam keadaan ini industri dalam negeri tentu tidak siap, sehingga situasi ini yang kita rasakan," ujarnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan