Virus Corona
Respons Uni Eropa Sikapi Tindakan Donald Trump Hentikan Pendanaan AS Bagi WHO
Bangsa di seluruh dunia bereaksi setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan penghentian pendanaan bagi organisasi kesehatan dunia (WHO)
Penulis:
Srihandriatmo Malau
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, GENEVA - Bangsa di seluruh dunia bereaksi setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan penghentian pendanaan bagi organisasi kesehatan dunia (WHO).
Donald Trump memerintahkan pemerintahannya untuk menghentikan pendanaan Bagi WHO.
Dalam beberapa tahun terakhir, Amerika Serikat menjadi pendonor tunggal terbesar dengan kontribusi antara 400 juta dolar AS hingga 500 juta dolar AS per tahun untuk lembaga yang berbasis di Jenewa.
Menanggapi keputusan itu, Uni Eropa pada Rabu (15/4/2020) menegaskan, Trump tidak punya alasan untuk membekukan dana untuk WHO pada saat kritis seperti ini.
Baca: 390 WNI di Luar Negeri Positif Virus Corona, Berikut Sebarannya
Bahkan menurut Uni Eropa, sekarang dibutuhkan kesatuan bukan perpecahan.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan 27 Negara Uni Eropa sangat menyesali penghentian pendanaan itu.
Menurut dia, badan kesehatan PBB itu sekarang memerlukan lebih dari sebelumnya untuk memerangi pandemi corona.
"Hanya dengan menggabungkan kekuatan, kita dapat mengatasi krisis ini, yang tidak mengenal batas," tegas Borrell.
Baca: Jerman Perpanjang Lockdown Hingga 3 Mei 2020 Dengan Sejumlah Kelonggaran
Meskipun dalam satu sekutu tradisional selama beberapa dekade, Uni Eropa semakin kritis terhadap kebijakan Trump selama beberapa tahun terakhir.
Di seluruh dunia, pandemi corona telah menginfeksi 2 juta lebih orang dan membunuh lebih dari 127.000 orang, menurut penghitungan Johns Hopkins University.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan ia bersimpati dengan beberapa kritik Trump terhadap WHO dan Cina.
Baca: UPDATE Corona di Dunia, Minggu 12 April Pukul 14.30 WIB: AS Posisi Pertama Disusul Spanyol & Italia
Tetapi Australia menegaskan sikapnya akan terus mendanai badan kesehatan PBB.
"Kami bekerja sama dengan mereka. Tapi mereka (WHO-red) tidak kebal terhadap kritik," ujar Morrison.
Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas, menyerukan persatuan dan kerjasama setiap negara dalam memerangi Covid-19.
"Virus tidak mengenal batas. Kita harus bekerja sama melawan Covid-19. Penguatan PBB, khususnya pendanan yang kurang WHO, adalah investasi yang lebih baik, misalnya, untuk mengembangkan dan mendistribusikan tes dan vaksin. "
Trump Hentikan Pendanaan Amerika untuk WHO
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan penghentian pendanaan AS untuk organisasi kesehatan dunia (WHO), Selasa (14/4/2020) waktu setempat.
Menurut Trump, WHO telah menutupi keseriusan wabah virus corona (Covid-19) di China sebelum menyebar ke seluruh dunia.
Dalam konferensi pers, Trump mengatakan ia memerintahkan pemerintahannya untuk menghentikan pendanaan ketika peninjauan dilakukan untuk menilai peran siapa yang sangat keliru dan menutupi penyebaran virus corona.
Baca: Bill Gates Mengecam Tindakan Donald Trump Hentikan Pendanaan AS untuk WHO: Keputusan Berbahaya
Menurut Trump, WHO tidak transparan terkait wabah.
"AS sekarang membahas apa yang akan kita lakukan dengan semua dana yang masuk ke WHO."
"Dengan pecahnya pandemi Covid-19, kita memiliki keprihatinan mendalam apakah kemurahan hati Amerika telah dimanfaatkan sebaik mungkin."
Serangan Trump terhadap WHO karena melihat organisasi PBB itu bias terhadap China dan berkolusi untuk mencegah persaingan ekonomi utama AS dari keharusan untuk bersikap terbuka tentang bencana kesehatan yang berlangsung.
"Apakah WHO melakukan tugasnya untuk objektif menilai situasi di lapangan dan untuk mengungkap kurangnya transparansi China, mungkin wabah ini bisa saja dikendalikan pada sumbernya dengan kematian yang sangat sedikit, " katanya.
"Ini akan menyelamatkan ribuan nyawa dan menghindari kerusakan ekonomi di seluruh dunia. Sebaliknya, WHO rela mengambil langkah bias China... dan membela tindakan pemerintah China, " tegasnya. (AP/Channel News Asia/Reuters/AFP)