Virus Corona
Temuan Vaksin Covid-19 Harus Patuhi Uji Klinis dan Keselamatan Publik
Meski situasi emergency tetap memperhatikan keselamatan publik dan harus mengikuti prosedur untuk mengklarifikasi keabsahan obat tertentu
Editor:
Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hingga kini belum ditemukan obat yang pasti bisa menyembuhkan seseorang dari Covid-19.
Bahkan juru bicara pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menegaskan penemuan vaksin Corona bukan lah hal yang mudah.
Upaya untuk menemukan vaksin pun kini tengah dilakukan secara serius oleh para ahli di dunia.
Tercatat, sekitar 120 laboratorium di seluruh dunia saat ini sedang mengembangkan vaksin Covid-19.
Di Indonesia sendiri, banyak macam obat, jamu maupun herbal yang diklaim bisa menyembuhkan Covid-19.
Salah satunya Badan Intelijen Negara (BIN) dan Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya yang belum lama ini mengumumkan kombinasi obat yang bisa digunakan untuk penanganan virus Covid-19.
Menyikapi hal itu, pakar Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI), Dr. Pandu Riono mengingatkan semua pihak meski dalam kondisi darurat, semua tugas yang diamanatkan UU dalam prosedur pembuatan obat harus dipenuhi.
"Meski dalam situasi emergency, harus tetap memperhatikan keselamatan publik. Janganlah melampaui batas Tupoksi, siapa pun, karena ini berbasis ilmu pengetahuan," tegas Pandu dalam keterangan pers, Rabu (1/7/2020).
Baca: Biaya Tes Mahal, Pemain Asing Persija Minta Pemerintah Tanggung Biaya Periksa Covid-19
Semua pihak harus mengikuti prosedur untuk mengklarifikasi keabsahan obat tertentu.
Sebab sudah terbukti ada sebagian obat yang diklaim sebagai obat Covid-19, ada yang bermanfaat dan ada juga tidak. Jangan sampai hal ini membuat publik bingung.
"Orang bilang ini riset, tapi bagaimana metodologinya? Bagaimana mungkin temuan dari sel langsung loncat menjadi clean bagi manusia. Seharusnya BPOM menyatakan ini belum bisa. Tidak perlu basa-basi," katanya.
Dia juga menyoroti soal rapid test yang masif dilakukan di tanah air.
Menurutnya, rapid test tidak ada manfaatnya untuk merespons pandemi.
Pasalnya, yang harus ditingkatkan adalah kemampuan PCR atau tes cepat antigen, bukan antibodi.
"Kita harus fokus, dan jangan kemana-mana. Sebab pada masa pandemi saat ini, sekitar 70-80 persen orientasinya adalah public health, bukan klinik dan pengobatan. Tidak ada cara-cara atau jalan pintas untuk mengklaim sesuatu. Ini harus dipatuhi," katanya.
Baca: Update Insiden Pesta Pernikahan Berujung Kematian Mempelai Pria, Lebih dari 100 Tamu Positif Corona