Virus Corona
Jenuh Jalankan Protokol Kesehatan? Anda Sedang Alami Pandemi Fatique, Bagaimana Mengatasinya?
Sudah setahun pandemi, adaptasi tak jarang memunculkan kejenuhan. Ya, orang jenuh mematuhi protokol kesehatan 5M. Bagaimana solusinya?
Editor:
Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 ini membuat orang memaksa mengubah pola hidup agar mampu bertahan dalam situasi ini, termasuk beradaptasi dengan protokol kesehatan 5M.
Sudah setahun pandemi, adaptasi ini tak jarang memunculkan kejenuhan. Ya, orang jenuh mematuhi protokol kesehatan 5M.
Sosiolog Universitas Indonesia, Daisy Indira Yasmine, S.Sos., M.Soc.Sci, sangat wajar seseorang merasa jenuh terhadap perubahan-peubahan yang ditawarkan atau diminta dilakukan.
Baca juga: Menjaga Kesehatan Kulit Lewat Penggunaan Skincare, Kenali Dulu Jenis Kulitmu
Baca juga: Perlu Keseimbangan antara Vaksinasi dan Jalani Protokol Kesehatan
Itu disebut pandemi fatique. Kejenuhan sosial, akan pengaruhi angka kepatuhan.
Ia melanjutkan, pandemic fatique atau yang menurut WHO merupakan demotivasi atau kejenuhan untuk mengikuti protokol kesehatan yang dianjurkan, muncul secara bertahap dari waktu ke waktu.

"Datang dan pergi. Bisa sebulan mulai jenuh, lalai, lalu kalau dengar informasi baru, patuh lagi," terang dia dalam Webinar bertajuk 'Refleksi Setahun Pandemi, Masyarakat Semakin Abai atau Peduli Forum Ngobras dan Frisian Flag', Senin (23/3/2021).
Daisy memaparkan, kejenuhan ini dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman yang dirasakan selama pandemi.
Kalau di anggota keluarga atau lingkungan banyak yang terkena, tentu akan beradaptasi lebih lancar. Kalau di sekitar enggak ada yang kena, lebih abai.
Ada juga yang pandemic fatigue akhirnya pasrah, daripada tidak bisa melakukan yang diinginkan.
Ada juga yang justru stress karena tekanan terlalu kuat, tidak jelas kapan berakhir, itu mengganggu kesehatan mentalnya.
*Bagaimana menghadapi kondisi ini*
Nah, lantas bagaimana solusinya?
Daisy Indira Yasmine mengatakan tetap harus ada regulasi yang berfokus pada manusia atau masyarakat.
Semua kebijakan berbasis data/riset, tidak bisa pukul rata harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat. Misalnya untuk lansia bagaimana, untuk kaum muda.
Community-based solution, artinya melibatkan anggota masyarakat sebagai bagian dari solusi, bukan objek kebijakan yg harus patuh. Anggota masy terlibat dalam merancang kebijakan.
"Harus ada perubahan gaya hidup, perubahan perilaku, sistem nilai, kita harus open untuk berubah, untuk nilai baru yang disesuaikan dengan pandemi. Yang penting juga adalah bagaimana manusia tetap bisa menjalankan kehidupan sehari-hari tapi mengurangi risiko tertular. Kebijakan tidak bisa ekstrem, memahami kesulitan hidup yang dihadapi anggota masyarakat," terang Daisy.

*Cara membangun ketahanan*
Fokusnya tidak sekedar beradaptasi, tapi tumbuh menjadi keluarga yang kuat
Caranya:
• Kurangi sumber beban yang negatif/stressful (daya dukung yg bisa disiapkan untuk basic need), memikirkan aktivitas anak, memberi jeda agar tidak hanya belajar
• Menambah hal-hal yang positif (membangun relasi yg suportif, membangun relasi dengan komunitas), menggunakan virtual meeting untuk meningkatkan engagement. Tetap berinteraksi online juga mengurangi pandemic fatique.
• Memberi ruang pada kemampuan kita dalam hal skill managing daily life.
Tujuannya agar keluarga semakin kuat dan berdaya di masa pandemic.