Minggu, 7 September 2025

Penanganan Covid

Organisasi Profesi Dokter Meminta Pemerintah Transparan soal Data Kasus Covid-19 di Indonesia

Aman Bhakti Pulungan, mengatakan kasus corona di Tanah Air bisa melebihi data yang disajikan pemerintah.

Warta Kota/Henry Lopulalan
Warga Negara Indonesia (WNI) usai menjalani isolasi di Tower 8, Rumah Sakit Darirat, Wisma Atlet Pandemangan, Kemayoran Jakarta Pusat Selasa(15/6/2021). WNI yang baru selesai berpergian keluar negeri wajib menjalani isolasi selama 5 hari kecuali dari India harus menjalani isolasi 12 hari untuk memutus penularan Covid-19. (Warta Kota/Henry Lopulalan) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah organisasi profesi dokter meminta pemerintah agar melakukan transparansi data mengenai kasus Covid-19 yang ada di Indonesia.

Ketua umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Aman Bhakti Pulungan, mengatakan kasus corona di Tanah Air bisa melebihi data yang disajikan pemerintah.

Hal ini didasari masih kurangnya lab pemeriksaan Whole Genom Sequencing (WGS) di Indonesia.

"Pastilah ada di daerah-daerah, karena kita sudah pergi kemana-mana. Masalahnya tidak setiap kasus dideteksi atau ada disistem secara sampling. Atau setiap rumah sakit melakukan WGS secara berkala. Harusnya pemerintah ada data dan tata kelola yang transparan seperti yang dianjurkan WHO," kata Aman dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (18/6/2021).

Baca juga: Kasus Covid-19 Melonjak, Tamu Presiden Jokowi Wajib Pakai Masker, Faceshield & Tes PCR

Ia mengatakan, WHO mengajurkan negara harus transparan dalam penyajian data temuan kasus Covid-19.

Namun disadari di Indonesia sendiri, lab uji varian baru masih sangat terbatas.

Untuk itu dr. Aman meminta pemerintah bisa segera menambah laboratorium pemeriksaan sebagai upaya untuk mengontrol penyebaran varian virus corona baru ini.

"Laboratorium WGS kita tidak sampai 10, tidak sampai di seluruh provinsi. Jadi kita seperti berjalan pada situasi gelap atau mata tertutup untuk mendeteksi masalah apa," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Pokja Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan menambahkan, hambatan lain yang dihadapi dalam pemeriksaan uji lab adalah kurangnya sumber daya manusia (SDM) terlatih.

"Dan itu membutuhkan alat yang canggih, SDM terlatih, dan harga reagen yang sangat mahal," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menetapkan 9 jenis laboratorium pemeriksaan COVID-19, sebagai upaya kesinambungan pemeriksaan screening spesimen COVID-19.

Jenis-jenis Lab itu ditetapkan Menkes Budi dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/4642/2021 tentang Penyelenggaraan Laboratorium Pemeriksaan COVID-19.

Keputusan Menteri Kesehatan itu ditetapkan pada 11 Mei 2021.

Sembilan jenis Lab tersebut antara lain Laboratorium Klinik, Laboratorium yang ada di dalam fasilitas pelayanan kesehatan, Laboratorium Kesehatan Daerah, Balai atau Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit, Balai Besar Laboratorium Kesehatan, Laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, serta Laboratorium Riset di Lingkungan Perguruan Tinggi Atau Institusi Mandiri Non Perguruan Tinggi.

"Lab pemeriksaan COVID-19 harus memenuhi persyaratan paling sedikit Standar Laboratorium Bio Safety Level 2 (BSL-2), serta sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan dan validasi pemeriksaan COVID-19," ujar Menkes dalam keterangan yang diterima, Kamis (20/5/2021).

Halaman
12
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan